Title: #ZLS Leave You? Impossible! {Part 2}
Author: @TaqqisMom @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah
AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @zaynmalik as Zayn Malik
-
@(Yourusername) as (Your Name) / Zayn's Wife
- Mohammed
Taqqi Malik as Your Son (karangan Author)
-
@VictoriaJustice as Sophie Zughbie
- @OmgAdamSaleh as Amree
- Malik's
Family
- And other
boys of @OneDirection {Louis, Liam, Niall, and Harry}
|Welcome to my Imagination|
Hope you like, guys ;)
~ZLS~
“so, with whom?”. Sahut Louis membuka pertanyaan yang
sedari tadi ditunggu-tunggu para member 1D juga Evvane.
“Zayn Malik”. Sambar sang menejer tak berlama-lama
lagi.
Sontak bolamata Zayn membulat seolah akan keluar dari
mata indahnya yang berubah membara, begitu terkejut akan keputusan sang menejer
yang ia tau sangat keras kepala, akan sulit sekali jika ia
menolaknya. Zayn tentu saja tak ingin itu terjadi, yang benar saja, ia harus
melakukan adegan sepasang kekasih yang berlari-lari ditengah padang rumput
hijau yang tinggi dan mereka saling membenturkan bibir mereka saat terjatuh
diatas padang rumput tersebut, dan itu dengan Evvane? Siapapun orangnya, walau
bukan Evvane sekali pun, Zayn tetap tak mau.
“What? Kenapa harus aku?
Bukankah manager kami sepakat bahwa Harry yang
melakukannya? Atau, kita bisa memakai model pria juga. Kenapa aku dan.. dan
kenapa..?”. Zayn mengalihkan pandangannya kearah Evvane yang masih berdecak
pinggang terkejut karena ternyata Zayn yang dipilih sang menejer untuk menjadi
lawan mainnya.
“Zayn ku ingatkan sekali lagi, akulah manager kalian sekarang, dan aku memutuskan kau yang akan
menjadi peran utamanya. Sepertinya ide dari beberapa orang yang melihat foto
kalian dahulu saat bersama, juga cara Evvane menciummu itu sangat menarik,
Zayn. Maka dari itu aku memilih kalian”. Zayn terkekeh mendengar penjelasan
konyol alasan kenapa managernya ini memilih
dirinya, atau memilih Evvane sebagai lawannya.
Zayn terkekeh, “orang siapa? Fans kami? Aku bahkan tak
pernah mendengar mereka bilang begitu, aku tau fans kami tak menginginkan hal
itu, bahkan..”. Tenggorokan Zayn sedikit tercekat saat sebuah kalimat yang akan
dilontarkannya, ia takut melukai perasaan Evvane yang sudah mengakui
kesalahannya kala itu, saat gadis itu memaksa menciumnya dan membuat gosip
heboh dengan mengaku sudah berkencan dengan Zayn, hingga terimbas pada dirimu
yang begitu teriris mendengar dan melihat hal itu. Tapi, Zayn juga sudah
berjanji padamu akan melupakan masalah itu dan memaafkan perbuatan nekat
Evvane.
Zayn menarik nafas panjang dan menghembusakannya, “i’m sorry i can’t”. Lanjut Zayn yang merendahkan suaranya,
memilih untuk langsung saja menolaknya. Ia mulai gerah dengan pembicaraan yang hampir membuatnya berapi-api ini. Ia bangkit dan berjalan keluar dari ruangan itu.
“get back, Zayn! Kau
menolak apa karena kau takut kembali mencintai Evvane lagi?”. Sontak Zayn
terkejut dan berhenti untuk melangkah, begitu pun dengan Evvane yang tak
mengira bahwa pembicaraan ini akan sampai kesini.
Zayn mendengus tertawa, ia sudah
begitu muak, berusaha keras untuk tidak membuka aib gadis itu tapi manager baru yang sangat amat menyebalkan itu membuatnya
meledak-ledak. Zayn memutar tubuhnya, menatap mata sang manager dengan tatapan menyidik, “aku menolak bukan karena
alasan konyol seperti yang kau bilang. Siapapun gadis itu, aku tetap akan
menolaknya”.
Kemudian Zayn melirik kearah gadis yang berdiri tepat di belakang Miller. “Sorry, Evvane”.
Zayn juga meminta maaf pada model sekaligus penyanyi
cantik itu karena ia tau ini akan merepotkan gadis itu. Alangkah baiknya jika Zayn menolak permintaan Miller yang sudah menyusahkannya itu dari awal.
“Zayn! Aku belum selesai bicara!”. Miller terus
mencegah Zayn untuk tidak keluar.
“kau sudah selesai dan aku menolaknya”. Zayn kembali
menegaskan keputusannya sebelum ia membuka pintu dan pergi keluar meninggalkan
mereka semua.
“jika kau menolaknya kau harus membayar semua kerugian
yang telah aku keluarkan untuk perencanaan pembuatan Video Clip ini”. Ancam sang menejer, ancaman yang begitu serius.
“alasan apa kau memaksaku? Bukankah sudah jelas
kukatakan, AKU MENOLAKNYA!”. Zayn membanting pintu pada kalimat terakhirnya.
Para member 1D mulai bangkit berdiri, sementara Miller terlihat geram melihat
penolakan Zayn.
“Zayn, calm down!”. Sahut Liam menghampirinya.
“jika kau tetap memaksaku, aku akan bicarakan hal
ini dengan Simon. Selesai.” Lanjut Zayn.
“kau fikir Simon akan menurutimu?”. Halang Miller
lagi sebelum Zayn ingin berbalik.
“of course”.
“Not, Zayn”. Jawab Miller seperdetik, ia
menyunggingkan sudut bibir kanannya, berbalik mengambil handphonenya yang
tergeletak diatas meja.
“kau fikir aku bodoh mengadakan rapat ini tanpa
sepengetahuannya?”. Ucap Miller seraya menyapu layar ponselnya. Zayn menautkan
alisnya, menunggu Pria bertubuh lebih pendek darinya itu melanjutkan
kalimatnya.
Miller memberikan ponselnya pada Zayn, sementara
member yang lain juga Evvane bertanya-tanya apa yang dilihat Zayn pada layar
ponsel tersebut hingga membuat raut wajahnya justru tersenyum menyepelekan,
bertolak belakang dengan ekspresi Liam yang sejak tadi sudah berdiri disamping
Zayn nampak sedikit terkejut setelah ikut melihat layar ponsel Miller.
“kau fikir aku berhenti menolak hanya karena ini?
konyol sekali”. Ucap Zayn mendengus seraya melempar ponsel itu ke hadapan
Miller.
“Miller, sesampainya kita di London, kita akan
menemui Simon sendiri. Kita bisa menggunakan model lain, atau Harry jika ia
mau. Jadi, tidak perlu kau repot memaksa Zayn seperti ini. Ini hal mudah, tak
usah kau besar-besarkan”. Ujar Liam merangkul dan menepuk-nepuk pundak Miller.
“siapa yang membesar-besarkannya? Aku hanya
meminta dia untuk melakukan adegan itu dalam satu take, tidak sulit dan hanya
satu kali adegan kissing. Kenapa ia bertingkah seolah aku memintanya beradegan
ranjang dengan...”. Zayn berlari ke arah Miller seraya berteriak, “SHUT UP YOUR
****** MOUTH!”.
Liam menarik tubuh Miller yang kerah kemejanya
tersangkut ditangan Zayn agar menjauh, sementara Zayn tertahan oleh Tubuh Louis
dan Niall yang seperdetik berlari mencoba menghalanginya, “stay cold, Man. Calm
down..”. ucap Lou pada Zayn.
“bisakah kalian hentikan saja omong kosong ini?”.
Sahut Harry memecahkan keriuhan.
“sudah dari awal kukatakan, aku saja yang menjadi
model itu, aku tidak keberatan. Aku juga akan bicarakan ini lagi pada Simon
nanti”. Lanjut Harry.
“okay, menurutku itu lebih baik, Miller”. Tambah
Evvane.
Mendengar keputusan itu Zayn merasa sedikit
tenang, ia sudah yakin Miller telah mendapatkan solusinya. Ia melepaskan
cengkraman Louis dan Niall lalu berlalu menuju pintu keluar, tanpa perduli apa
tanggapan si Manager baru itu.
Akan tetapi Miller tak mau menyerah, ia mencari
cara lain agar si pria beralis tebal itu mau menyetujuinya keputusannya, “aku
tak bisa memperpanjang kontrakmu jika kau tetap menolaknya, Zayn”. Zayn
berhenti melangkah setelah ia membuka pintu keluar.
“jika itu terjadi, bagaimana dengan rencana
besarmu? Kurasa aku tak bisa lagi membantumu, Sorry”. Lanjut Miller diakhiri
dengus tawa kecilnya.
Zayn masih membiarkan pintu itu terbuka sementara
dirinya sudah berada diluar. Zayn terdiam sejenak, sesuatu membatin dalam
hatinya, ancaman itu seolah menjadi lubang besar ditengah jembatan berlapis
emas yang baru saja ia bangun, seakan lubang tersebut akan semakin membesar dan
meruntuhkan jembatan emas tersebut saat ia kembali dan mengatakan pada menejer
gila itu bahwa ia tetap akan menolaknya.
“apa maksudnya?”. Gumam Harry pada Louis dan
Niall.
Lama Zayn berdiri diambang
pintu, sementara yang lain masih berada didalam menunggu bayangan hitam itu
bergerak, kembali atau pergi.
“ayolah Zayn.. jangan kau hiraukan ancaman itu, kau
pasti lebih mencintai istrimu ketimbang apapun itu!”.
Desis Niall yang sampai ke telinga Louis dan Harry yang berdiri dibelakangnya.
Sementara Zayn, ia menyesal karena sudah merencanakan suatu hal yang penting
dalam hidupnya bersama managernya,
bak terpeleset
dijalanan yang sama dengan jalanan yang setiap hari ia lalui, baru kali ini ia begitu mudah percaya pada seseorang yang
baru ia kenal. Sebuah rencana yang sudah terlanjur
ia jalankan. Apa ia harus membatalkannya hanya
karena hal sepele itu?
Zayn memejamkan matanya, perasaannya benar-benar kacau
saat ini. Ia sudah menunggu hari itu datang, tapi sebuah batu besar menghantamnya,
menghalangi harapan dan angannya.
~ZLS~
Tangan yang masih dipenuhi dengan tatto itu berhasil
membuka kenop pintu berlapis cat hitam dihadapannya. Ia menutupnya kembali
setelah ia sudah berada didalamnya, Zayn memperhatikan disekelilingnya, ruangan
itu lebih sepi saat ia meninggalkannya tadi untuk menemui menejer gila itu,
hanya ada dua tiga orang disana yang sedang merapihkan barang-barang. Tapi,
dimana kamu dan Taqqi?
Zayn menggeledah seluruh ruangan seraya memanggil
namamu. Zayn tak menemukanmu juga Taqqi, degup jantung Zayn mulai bergemuruh, perasaannya mulai tidak enak, ia bertanya pada beberapa kru yang masih
sibuk merapihkan sisa-sisa barang yang ada, dan tak ada satupun dari mereka melihatmu.
Tiba-tiba pintu terbuka, berhasil mencuri pandangan
Zayn, namun itu tak membuat nafasnya melega, itu hanya Lou Teasdle yang
menggendong Lux putrinya bersama pegawai pribadinya.
“ada apa, Zayn?”. Tanya wanita berambut ikal putih
brunette itu yang menangkap wajah kekhawatiran Zayn.
“kau lihat istri dan anakku? Mereka kutinggalkan
disini”. Zayn balik bertanya dengan suara yang tercekat, ia seperti takut terjadi sesuatu padamu.
“aku tadi melihatnya keluar membawa anakmu yang
menangis memanggilmu”. Jelas pegawai Lou.
“kemana?”. Sambar Zayn.
“entahlah, ia pergi tepat saat kau keluar dari ruangan
ini”. Zayn memejamkan mata dan menggigit bibirnya, ada sesuatu yang ia takutkan
dalam hatinya. Pembicaraan panas diruang rapat tadi tiba-tiba terngiang di dalam fikirannya.
“tenanglah Zayn, ia pasti masih berada disini, kau tak
usah sepanik itu, memangnya mau pergi kemana dia sampai kau terlihat ketakutan begitu?”. Ujar Lou menatap wajah Zayn dengan
keanehan.
“tidak, aku hanya takut sesuatu mengganggu fikirannya
dan dia..”. Zayn bicara sendiri, gambaran buruk hampir dua tahun silam itu terus berkelabat didalam kepala Zayn. Sesuatu yang
seharusnya tak akan terulang lagi.
“sudah kau coba telfon?”. Usul Lou, menangkap bahwa
Zayn tengah mengkhawatirkan sesuatu yang tak biasa.
Zayn mencari Handphonenya yang hampir lupa diamana ia
letakkan. Kemudian menekan tombol satu untuk beberapa detik dan muncul deretan
nomor serta nama Everything diatasnya.
Zayn berhasil menelfonmu tapi bersamaan dengan itu suara dering telfon
terdengar begitu dekat dan Zayn menghampiri asal suara itu. Sial, Zayn
mengangkat jacket kulit birunya dan Handphonemu terbaring disana kelap kelip
menunggu panggilan Zayn itu diangkat.
“kau sudah periksa beberapa toilet disini dan ruangan
lainnya?”. Usul Lou mencoba cara lain yang mungkin bisa membuat rasa kecewa
diwajah Zayn menghilang.
“belum”. Seperdetik Zayn keluar, begitu pula beberapa
kru dan bodyguard 1D yang diperintahkan Lou Teasdle untuk membantu Zayn
mencarimu.
Sudah hampir lima belas menit Zayn mencarimu
kemana-mana, ia kembali keruang istirahat tadi dan kamu tetap tidak ada disana.
Lou menghampiri Zayn dan berkata, “Zayn, Security gedung ini melihat (yn)
membawa Taqqi keluar arena konser ini dengan tergesa-gesa, dan mereka semua tak
tau kemana (yn) pergi”. Jelas Lou. Ini memperkuat dugaan Zayn, sekarang ia tahu
dimana kamu dan mengapa kamu pergi. Tak menunggu lama lagi Zayn berlari pergi
dari ruangan itu.
“Zayn! Tunggu kau mau kemana?”. Tahan Lou, pintu
kembali terbuka namun bukan Zayn yang masuk, melainkan Steeve yang dibuntuti
Harry, Louis, Liam dan Niall.
“Steeve kau ikut dengan Zayn, sekarang susul dia
cepat!”. Perintah Lou dan Steeve langsung berlari menyusul Zayn, Zayn akan
keluar dari arena maka ia tak boleh keluar sendiri jika tidak ingin dikerumuni
fans-fansnya yang tak sedikit disini.
“ada apa dengan Zayn?”. Tanya Liam. Yang sama
bingungnya dengan Niall, Louis, dan Harry melihat Zayn berlari keluar
tergesa-gesa tadi, tanpa menghiraukan mereka yang lewat dihadapannya.
“kurasa terjadi sesuatu dengan Zayn dan istrinya”.
Ucap Lou yang khawatir.
“(yn)? Zayn mencari (yn)? Memangnya kemana (yn)?”.
Sambar Niall, kekhawatiran Lou menular padanya.
“ia pergi entah kemana dan Handphonenya tertinggal.
Harusnya jika ia ingin keluar ia harus meminta seseorang untuk menemaninya,
bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya? Itu akan merepotkan Zayn. Kalian
lihat kan?”. Oceh Lou.
“apa kau lupa? Ini Indonesia, ini negaranya, ia tak
mungkin tersesat, Lou. Ia bisa pergi kemana saja yang ia mau dan kembali lagi.
Ia pasti kembali lagi, hanya Zayn saja yang berlebihan”. Ucap Harry yang berhasil menenangkan Lou dan juga Niall dalam
diamnya.
“ya, kulihat Zayn mengkhawatirkannya terlalu
berlebihan”. Sahut Louis tertawa seraya menepuk pundak Niall yang sesaat melamun.
“itu karena ia sangat mencintai (yn), bodoh”. Ucap
Liam meralat ucapan Harry dan Louis.
“tapi kemana Zayn akan mencarinya? Dan kemana (yn)?”.
Ucap Niall yang lebih kepada bertanya pada dirinya sendiri. Sementara yang lain
hanya menggeleng dan mulai berkemas untuk pindah ke hotel mereka.
~ZLS~
Lelah matanya, cukup banyak kali ini air mata perih itu keluar. Dinginnya malam hari
dan sejuknya kendaraan ini memaksanya untuk menikmati itu dengan memejamkan
matanya. Mungkin saat ia membuka mata, tawanya akan kembali lagi.
Kamu menarik nafas panjang dan menghembuskannya, sudah sama lelahnya dengan bayi laki-laki
dipangkuanmu yang kini sudah terpejam sempurna, melihat matanya yang merapat
karena lelah menangis membuatmu tenang. Satu cup yogurt memang sangat cukup
untuk membuatnya berhenti menangis.
“ya, Pak. Berhenti disini”. Ucapmu pada seorang supir
taksi yang mengantarmu kembali ke arena konser Tennis Indoor Senayan.
“iya, neng”. Sang supir menepikan taksinya. Kamu
membayar argonya kemudian supir taksi itu keluar untuk membuka pintu untukmu yang kualahan menggendong Taqqi dan membawa
sekantug belanjaanmu.
“terima kasih, pak”.
“iya, Neng. Sama-sama”.
Kamu berjalan masuk kedalam, keheningan hampir
menyelimuti tempat ini. Tempat ini jauh lebih sepi dari sebelumnya, kemana
keramain tadi? Hanya ada segelintir orang yang masih berlalu lalang. Kebanyakan
dari mereka orang Indonesia asli, kamu hampir tidak menemukan orang-orang
dengan wajah asing atau seseorang yang kamu kenali lewat disini. Waktu memang
sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dan semoga mereka atau Zayn tak
meninggalkanmu sendirian. Tak ingin tersesat dijalan, kamu pun bertanya pada
seseorang yang berjalan didepanmu.
“maaf, Mas. Kru dan panitia konser tadi kemana yah?
Kok sepi?”. Tanyamu pada seorang pria dengan penutup masker diwajahnya.
“oh, mereka semua sudah pindah kehotel kayaknya, Mba.
Tapi tadi saya denger ada satu artis yang masih ada diruang istirahat One
Direction lantai dua”. Ucap pria itu yang ternyata seorang cleaning service.
Kamu tersenyum mendengar penjelasan pria itu. Zayn, ia
menunggumu diruang rias, dan bodohnya kamu pergi tanpa meminta izin padanya dan
meninggalkan handphonemu disana, ia pasti khawatir.
“makasi ya, Mas”.
“iya mari, Mba”.
Kamu bergegas menaiki lift menuju ruang istirahat One
Direction dalam langkahmu yang tergesa-gesa namun tetap hati-hati agar tak
membangunkan sikecil. Sampai dilantai dua, dua orang bodyguard didepan ruangan
tersebut sedang mengobrol asyik tanpa menyadari kehadiranmu.
Kamupun langsung masuk kedalam ruangan yang pintunya terbuka lebar. Sama sepinya, hanya ada
Lou yang sedang asyik dengan handphone dan juga putri kecilnya Lux. Ada seorang pria juga disana yang tidur disofa, menutupi wajahnya dengan handuk putih. Sekilas,
kamu fikir itu suamimu Zayn, kemudain kamu melihat sneakers yang masih menempel
dikaki pria itu.
“Niall?”. Lou menoleh kekirinya mendengar asal
suaramu, dan pria yang terbaring disofa itu bangkit dengan mata yang merah
mengantuk.
“astaga, (yn) kau kemana saja? Dimana Zayn?”.
Pertanyaan Lou dan sejuta pertanyaan lain tiba-tiba menyerangmu. Kamu menangkap
raut kekesalan di wajah Lou Teasdle yang memang sangat menyayangi semua member
One Direction ini.
“aku.. aku tidak mengerti”. Ucapmu terbata-bata.
Sesekali membenarkan posisi tubuh Taqqi dipelukanmu yang bergerak hampir
terbangun mendengar suara Lou.
“apa? Jadi kau tidak bertemu dengan Zayn? Jadi dimana
dia seka..”.
“Lou, kau bisa pulang kehotel sekarang, kau
kelihatannya sangat lelah dan Lux juga”. Niall memotong, ia memanggil Bodyguard
didepan ruangan itu dan menyuruh salah satu dari mereka mengantar Lou kehotel.
“jika terjadi sesuatu padanya bagaimana?”. Ucap Lou
pada Niall.
“tidak akan, biar aku yang
urus. Sekarang kau pulanglah”. Niall mengantar Lou
keluar dan kembali masuk menghampirimu yang masih berdiri kaku tak mengerti.
“dimana Zayn?”. Tanyamu saat Niall sudah dihadapanmu.
Namun Niall menyuruhmu untuk duduk dan mengambil alih Taqqi yang tertidur
pulas. Kamu menggendongnya dengan satu tangan dan Niall bisa merasakan bahwa
tanganmu terasa kebas sangat hebat.
“aku tidak mengerti, Zayn mencarimu begitu khawatir.
Kau kemana?”. Tanya Niall agak berbisik, agar suaranya tak membangunkan Taqqi
yang dalam pelukannya.
Kamu jadi lebih khawatir dengan keberadaan Zayn
sekarang yang kamu tak tahu ada dimana, “apa? Kenapa ia khawatir padaku? aku
hanya pergi ke supermarket”. Kamu begitu menyesal telah membuat Zayn khawatir
dan mencarimu sampai seperti ini.
Ada sedikit kelegaan saat Niall mengetahui bahwa kamu
hanya pergi untuk berbelanja, dan ia kembali tenang, “astaga, (yn). Jadi kau
hanya ke supermarket?”.
“aku membeli Yogurt untuk
putraku, mini market
dekat sini sudah tutup. Memangnya ada apa sampai ia cemas mencariku?”.
“tidak. Umm.. ini jacket Zayn dan Handphonemu, coba
kau telfon dia”. Niall menyerahkannya padamu. Kamu langsung menghubungi Zayn
namun tak ada jawaban.
“tidak aktif, apa dia pergi sendiri?”. Tanyamu.
“tidak dia bersama.. astaga, aku tidak menyimpan nomor
Steeve”. Niall mengernyitkan
matanya, menyadari betapa
bodohnya dia.
“tapi, apa kau tahu kira-kira kemana Zayn mencarimu?”.
Tanya Niall. Melihat Niall disini dan Lou Teasdle juga beberapa bodyguard baru
saja, membuatmu hampir lupa bahwa sekarang kamu berada di Indonesia. Dirumahmu.
“ya, kurasa aku tahu”.
~ZLS~
To Be Continued...