Sunday, April 21, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 10}

Posted by Unknown at 9:47:00 PM 0 comments

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 10}

Author:
@Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato



|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Author pov_


Christie pun terpaksa meninggalkan Taylor sebelum memberikan jawabannya, dan entahlah ia akan memberitahu yang sebenarnya atau justru terus menutupinya.

dr. Lautner, bagaimana keadaan pasien tetapmu saat ini?”.

maksud anda Mrs.Sherine?”.

ya, siapa lagi? Pasien termuda dalam sejarah rumah sakit ini yang mengalami Kanker Nasofaring. Bagaimana perkembangannya? Aku takut jika ia tetap bersikukuh tak mau melawan penyakit ganas itu, ia akan.... kehabisan waktu”.

apa? Tapi ia baru stadium satu”. Taylor tak sampai berfikir sejauh itu, Sherine memang terlihat tak ingin sembuh, ia begitu pasrah akan penyakit yang menggerogotinya.

dr.Lautner, tentunya kau tau, jika kanker itu tak cepat diatasi maka sel-sel kanker itu akan menjalar sampai keseluruh tubuh. Aku yakin kau tak mau sampai itu terjadi pada pasienmu itu, maka dari itu, aku harap kau mampu membantu membangkitkan semangatnya untuk sembuh total”. Jelas dr.Cullen. Ya, itulah tugas besar Taylor, membantu Sherine agar ia mau melakukan perlawanan pada penyakitnya, jika hanya melakukan Kemoterapi dan Radioterapi saja tak cukup apabila si pasien tak ada keinginan untuk berusaha sembuh, 'ya, lagi-lagi kembali pada pria itu, dialah satu-satunya yang mampu mengubah jalan fikir Sherine'. Batin Taylor.

dan setelah kau lakukan Kemoterapi minggu depan, aku ingin kau menyerahkan hasil rontgennya padaku”.

baik, doctor”.

dan ingat, jangan kau sertakan urusan pribadimu kedalam pekerjaanmu itu”. Akhirnya sebelum meninggalkan Taylor yang tiba-tiba merasakan sebuah getaran dalam saku celananya.

aku tak akan mengulanginya lagi, doctor”.

Taylor mengeluarkan benda yang bergetar tadi dari dalam sakunya. Pesan dari Christie.

'you can search him on google'.

Isi pesan itu membuat Taylor mengerutkan keningnya, tapi disisi lain ia merasa menang karena dapat membuat kekasihnya itu membuka mulut tentang mantan kekasih sahabatnya itu. Tapi Taylor masih tak mengerti maksud pesan itu, “memangnya dia siapa sampai dengan mudah aku bisa mencarinya di google?”. Bisik Taylor, yang kemudian sadar, bahwa orang yang ingin ia seret ini sepertinya bukan orang sembarangan.


_Author pov End_


~NLS~


_Niall pov_


Jarum yang terdapat dalam arlojiku bergeser melewati angka dua belas, yang artinya sudah masuk tengah malam. Aku duduk menyendiri di bawah pohon besar yang berdiri tepat di depan rumahku, di temani secangkir hot chocolate yang membantu menyelimuti dinginnya malam dan sisa pizza Liam dan Harry yang ku bawa pulang tadi, juga sebuah gitar di pangkuanku yang kumainkan sambil bernyanyi sendiri.




Aku tertawa sendiri kini, mentertawakan yang ku lakukan saat ini. Aku menunggunya, menunggu Sherine pulang sampai tengah malam begini? Aku teringat kejadian sore tadi, sebelum aku dan teman-temanku memutuskan untuk menggagalkan rencana kami, yakni makan-makan besar di luar, dan akhirnya hanya memesan Pizza delivery saja. Taylor, apa yang ingin ia bicarakan padaku? Apa ia akan melarangku untuk mendekati Sherine? Atau memintaku untuk melupakan Sherine selamanya?

Aku tau hubungan mereka semakin dekat, sangat dekat malah. Dengan Sherine yang kudengar sering menginap dirumah Taylor, dan saat di telfon tadi sore, bahkan Taylor bilang sendiri pada Harry bahwa Sherine sedang tertidur dihadapannya. Jika dibandingkan dengan hubungan kami dulu, Sherine tak akan mau tidur di kamarku jika kami hanya berdua dirumah, mungkin kami hanya mengisi waktu luang di ruang tengah seraya menikmati tayangan televisi sambil menghabiskan tumpukan beberapa snack yang aku punya.

Sherine, apa aku bisa melupakanmu? Aku tau aku pria bodoh, aku begitu mudah memaafkanmu yang memainkan perasaanku saat itu. Kau bilang kau hanya sekedar suka padaku, lalu apa yang telah kau berikan padaku selama hampir dua tahun itu, kenapa saat aku mengatakan padamu bahwa aku mencintaimu untuk yang pertama kalinya, di hadapan directionersku beberapa tahun silam, saat itu kau bilang kau juga? Aku bilang Aku mencintaimu, Sher. Bukan Aku menyukaimu.

Lalu kau membuat keputusan itu seenakmu, dan bodohnya aku menerima bahkan menyanggupi keputusanmu itu, sampai aku berfikir bahwa aku juga memang sekedar suka padamu, aku sekedar suka padamu saat setelah kau mengeluarkan kata-kata menyakitkan itu.

Sekarang, disaat aku menyadari kebodohanku atas kebodohanmu, kau malah berlari jauh dariku, kau malah menyakitiku semakin dalam. Kau begitu mudah membuka hatimu dengan orang lain yang tak lebih dari satu tahun kau kenal. Ketimbang aku yang sudah lebih dari dua tahun kau kenal. Tapi kenapa kau tak membukanya untukku? Kenapa kau tak mencintaiku? Kenapa kau membohongi persaanmu padaku selama dua tahun itu?

Mataku sudah beberapa kali terpejam dan terbuka, aku mulai mengantuk. Makananku juga sudah habis. Hot chocolateku sudah dingin, dan aku tak suka meminum hot choclate yang dingin, hingga ku putuskan untuk berhenti menunggunya. Aku tau ia pasti tak akan pulang lagi hari ini, tentu saja, bodohnya kau Niall, ia bersama Taylor lagi bukan?

Aku berdiri, menghampiri rumah yang berdiri tepat di sebelah kiriku, menaiki beberapa anak tangga untuk sampai tepat pada daun pintu rumahnya seraya mencari sesuatu didalam saku celana ku, sepucuk surat. Ku selipkan sepucuk surat itu di bawah pintunya. Kuno, ya aku tau ini cara kuno, tapi jika ia sudah pulang sedari tadi dan handphonenya tetap aktif, aku akan bicara padanya langsung. Atau besok, tapi tak bisa, didalam surat itu aku juga mengatakan padanya bahwa mulai besok aku akan tinggal di flat dan lebih sering ke luar negeri untuk pekerjaanku bersama One Direction, persiapan Tour album terbaru kami.

kau harus membacanya, Sher”. Desisku sendiri seraya memandangi surat itu yang kini sudah tergeletak tenang di lantai.


_Niall pov End_


~NLS~


_Sherine pov_


Aku menatap gadis yang sedikit lebih tua dari ku itu dengan tatapan membidik, agar ia menyadari kesalahannya. Aku tau aku dilarang bertemu Taylor sampai hari dimana aku akan melakukan 'ritual' lagi, tapi aku memaksanya untuk menyeret Tay ke ruanganku sekarang juga. Christie ku paksa untuk menelfon Taylor dengan alasan kondisiku yang menurun drastis, dan benar saja, Tay sampai lebih cepat dari dugaanku.

Terkejut ia didapatinya aku duduk di sofa dengan tatapan yang sama dengan tatapan yang kuberikan pada Christie tadi, “kau sudah tau tentang dia? Kau sudah mencari taunya?”. Sambarku yang tak membiarkannya untuk mengatur nafasnya dahulu.

Ia terdiam sesaat, lalu nampak mencari sesuatu. Taylor meraih remote tv dan mencari channel yang sedang memutar video clip Little Thing dari One Direction, dan tepat pada bagian lirik Niall.




ya, aku tau siapa ia sekarang, dan aku akan memberitahu semua padanya sekarang juga”. Serunya.

Aku berdiri dan merebut remote itu dari tangannya, menekan tombol berwarna merah sehingga layar televisi itu berubah gelap, seolah aku tak mau ia tau apa yang akan aku bicarakan pada Taylor, walaupun itu hanya gambarnya di televisi tadi, “sudah kukatakan! Aku yang akan mengatakannya sendiri, aku bisa mengurus masalahku sendiri, Tay”.

kau tak bisa mengatasinya sendiri, Sher! Kau lihat sekarang keadaanmu saat ini, apa sudah kau atasi?”.

untuk kali ini, jangan kau campuri urusanku, Taylor Lautner!”.

aku tak mencampuri urusanmu, Sher. Tapi aku melakukan pekerjaan yang seharusnya kukerjakan. Menolong pasienku, Mrs. Sherine Arifa”. Tay langsung meninggalkan ruanganku bersamaan dengan kepalaku yang tiba-tiba di penuhi kunang-kunang dan lemas yang tak dapat ku lawan lagi. Aku terjatuh. Dengan sergap Christie menopang tubuhku agar tak membentur lantai, kini bergema kudengar teriakan Christie memanggil nama Taylor, dan samar-samar kulihat bayangan lelaki itu tiba di hadapanku dan menggendongku entah kemana. Hanya gelap gulita yang kulihat kini.


~NLS~


Bayang wajah yang bagaikan seorang malaikat, menatapku dengan sorot mata biru penuh kelembutan, senyuman khas yang menawan, tak mampu menutup rapat deretan gigi-gigi besarnya yang terhalang besi.





Apa ini akhir hidupku? Apakah ia malaikat pencabut nyawaku? Jika iya, bolehkah ia mencabut nyawaku sekarang juga? Dan biarkan ia selalu berada disampingku selamanya.

Cahaya putih di belakangnya semakin menyilaukan, membuat mataku tak mampu lagi menahan perih karena menatapnya lebih lama, aku tak rela meski akhirnya aku terpejam juga, merekatkan pelupuk mata ini sekuat tenaga karena cahaya itu masih menuskku.

Mrs.Arifa, kau sudah siuman?”. Seorang dokter yang cukup ku kenal itu menyapaku saat aku membuka perlahan mataku.




 
Dr.Cullen mematikan lampu senter kecilnya, kemudian memeriksa denyut nadiku.

Aku memalingkan wajahku amat perlahan ke kanan dan kekiri, mencoba menangkap sesuatu yang sudah terbayang dalam benakku, “ada apa Mrs.Arifa? Kau mencari dokter favoritemu, dr.Lautner?”. Seru dr.Cullen seolah mengerti maksudku, seraya berkutat dengan lembaran kertas di atas papan serta pena yang ada pada genggamannya.

Aku tak bisa menjawab, entah kenapa suaraku berat untuk kukeluarkan, “jangan di paksa Mrs.Arifa, aku memang sudah memberikan obat pengurang rasa sakit untuk ronggamu, dan efek itu hanya sementara saja, sebentar lagi juga akan hilang”.

Aku kembali mengingat mimpiku saat ruhku terlepas dari tubuhku ini. Malaikat itu begitu mirip dengan Niall, atau memang itu Niall? Rasa rindu yang teramat dalam membuatku sering memikirkan dan memimpikannya. Setelah melihat wajah itu, aku selalu merasa terlahir kembali dan merasa menjadi Sherine yang memang terlahir untuk Niall. Tapi saat aku terbangun, aku sadar, dia terlahir bukan untukku.

hahh, selesai. Kau pingsan lebih lama dari sebelumnya Mrs.Arifa, dan kau tau? Lusa kau akan menjalani Kemoterapi, maka jagalah fisikmu,”. Mataku yang berat menatapnya tak percaya, selama empat hari aku tak sadarkan diri.

dan ku harap si Lautner itu berhasil membawa seseorang yang katanya akan mampu membantumu melewati semua ini”. Sekali lagi aku terkejut atas penuturannya, apa maksudnya? Siapa yang akan Taylor bawa? Apakah..

Ohh Sherine.. kenapa kau tak pernah cerita padaku kalau kau dan Niall Horan memiliki hubungan spesial? Dia dari One Direction bukan? kau tau, Anakku sangat menyukainya, lain kali kau harus membawanya kepada anakku, dan....”. Si Cullen itu terus berkoar menceritakan kesukaan sampai kefanatikan anaknya kepada Niall dan kawan-kawan. Aku ingat keluhan Taylor tentang si cullen ini, yang selalu tertib pada peraturan, tapi sekarang sepertinya ia lupa pernah membuat peraturan itu.

Aku terus mendengarkannya namun tak benar-benar mendengarkan, aku berharap ia cepat menyelesaikan ceritanya lalu aku bisa keluar dari rumah sakit ini dan mentoyor habis si bodoh Lautner itu.

... ya, begitulah anakku. Umm.. aku akan kembali lagi nanti, beristirahatlah, Mrs.Arifa”. Akhir si Cullen sebelum menutup rapat pintu kayu berwarna coklat marun itu.

Sekuat tenaga kuangkat tangan kananku agar mampu meraih selang yang masuk kedalam pergelangan tangan kiriku. Menahan rasa sakit yang mengilukan saat mengeluarkan jarum yang menembus kulit ini. Mengangkat tubuh ini yang baru kusadari amat sangat berat, mencoba turun dari ranjang dan meraih pengait pintu itu, “aku tak akan membiarkanmu mengatakan padanya, Tay”. Ucapku lirih setelah berhasil keluar dari ruangan bernomor pintu 501 itu.


~NLS~


stop here, please”. Pintaku pada pengemudi taksi yang mengantarku dari rumah sakit Princess Grace sampai tiba di rumahku.

Ku dapati Taylor didepan rumah Niall, sepertinya ia baru tiba. Buru-buru ku menghampirinya, walaupun kenyataanya tetap saja tak bisa, tergopoh-gopoh aku berjalan, seperti berjalan dengan kaki yang terikat suatu benda yang berat sehingga sedikit sulit untuk ku melangkah.

Sedikit lega saat aku sampai di depan rumah Niall, yang ku dapati lampu depannya menyala. Aku menepuk pundak Taylor, hingga membutanya terbelalak kaget, didapatinya aku masih dengan pakaian rumah sakit, kini berdiri sedikit membungkuk dihadapannya, “Sherine! Are you crazy!”.

kau yang gila! Kau bodoh! Kau tuli! Sudah ku katakan yang keberapa kalinya, Tay. Aku yang akan mengatakannya sendiri”. Sambarku lirih. Walau ku tau ini tak bisa namun ingin sekali aku mencoba teriak sebisa mungkin agar ia bisa mendengarnya lebih jelas lagi, hingga tak melakukan hal bodoh ini lagi.

tidak, aku harus mengatakannya sekarang juga. Hey!! kau yang didalam! Niall Horan! Keluar kau!”. Taylor mengetuk pintu itu kasar, sampai tetangga disekitar kami yang jaraknya tidak terlalu jauh pun memandangi kami yang seperti seorang anti fans dari Niall Horan.

Taylor, hentikan teriakanmu, dia tak ada dirumahya. Lampunya menyala”.

Taylor seketika mendongak melihat lampion putih yang menyala di atasnya, dan kemudian kembali menatapku, “okay, mungkin aku akan mengatakannya nanti..”.

no Tay, no.”. Potongku. Aku meraih tangan kirinya, menggenggamnya erat seolah memintanya untuk diam sejenak.

dengar, okay aku akan berusaha untuk sembuh dari penyakit ini, tapi kau harus berjanji padaku tak akan melakukan hal sebodoh ini lagi, dan jangan pernah mengatakan padanya tentang kanker ini, aku tak akan segan-segan untuk meninjumu jika kau berani menemuinya lagi”. Lanjutku, menekan setiap kata demi katanya.

Namun Tay malah menggeleng pasti. Ia melepaskan genggamanku, “tidak, aku tidak mau, Sher. Aku harus memberitahunya bahwa kau.. “.

aku yang akan mengatakannya sendiri, Taylor. Aku akan mengatakan itu jika aku sembuh, aku pasti mengatakannya”. Potongku lagi dengan Suara yang hampir melengking karena begitu berusahanya aku untuk mengusir serak ini.

Taylor terdiam lama, entah apa yang ia pikirkan, mungkin mencari kejujuran dari raut wajahku, “kau berjanji?”.

aku akan berjanji jika kau juga berjanji”. Dan akhirnya ia mengangguk lembut.

Aku berkutat pada fikiranku sendiri, menyadari bahwa aku baru saja berjanji yang entah aku bisa menepatinya atau tidak, hanya kata maaf yang aku yakin tak bisa kukatakan langsung pada Taylor. Mungkin aku akan berusaha untuk sembuh, tapi tidak untuk mengatakan persaanku pada Niall, juga alasanku memutuskannya dahulu. Karena tak mungkin aku menghancurkan kebahagiannya lagi untuk kedua kalinya hingga berdampak negative pada hubungan Niall dengan Demi nantinya. Maafkan aku Tay.

okay, sekarang ayo kembali kerumah sakit, Mrs.Arifa”. Ia memberikan senyuman untuk pertama kalinya setelah beberapa hari kami berseteru. Aku membalas senyumnya, ia menggandengku menuju motornya yang terparkir tepat di depan rumahku.

Sejenak aku merasakan kerinduan pada rumahku sendiri, rumah yang berdiri tegak tepat disamping sebuah rumah yang penghuninya juga tak kalah kurindukan. Aku tersenyum sesaat, setelah akhirnya kudapati sesuatu yang ganjil tepat berada di bawah pintu rumahku. Aku mengernyitkan mataku, “sebentar, Tay. Boleh aku pulang? Aku ingin mengambil sesuatu didalam”. Pintaku.

okay, kuantar”.


~NLS~





|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 11 ;)

Thursday, April 18, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 9}

Posted by Unknown at 11:47:00 PM 0 comments

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 9}

Author: @
, @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato




|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Author pov_


Taylor membantu Sherine mengatur posisi ranjangnya agar ia bisa bersandar, “ Aku belum siap jika ia mengetahui semua ini sekarang. Jika suatu saat ia memang perlu tau tentang ini, itu bukan dari mulutmu, aku sendiri yang akan memberitahunya”. Lanjut Sherine.

perlu? harus, Sher! Ia harus tau kondisimu saat ini, dan kapan kau akan memberitahunya? Setelah semuanya sudah terlambat? Tidak, Sher. Itu akan membuatnya semakin berdosa padamu, ia akan merasa tak berguna untukmu”. Sambar Taylor yang terus menatap lurus Sherine.

berdosa? Of course, No. Ia tak mungkin seperti itu, ia sudah tak mencintai aku lagi kok, kan sudah kukatakan, ia sudah memiliki gadis lain di hatinya, dan aku bahagia akan itu”. Sherine masih menjawabnya dengan lembut, mencoba mengimbangi kondisinya saat ini pasca menjalani radioterapi pagi tadi.

bahagia? Kau sakit dan menutupi sakitmu itu dengan mengorbankan cintamu kau bilang kau bahagia?”. Taylor mendengus mencengkram hebat ujung rambutnya, tak habis pikir bahwa Sherine terus membohongi perasaannya sendiri.

Sherine, aku memang tak tau ia seperti apa, sosoknya seperti apa, bagaimana sifatnya, tapi aku tau satu hal tentangnya. Aku yakin ia masih mencintaimu, Sher”. Ucap Taylor yang kini melembut, menatap peri kecilnya lurus, seakan ia sudah mengenal dekat dengan Niall.

Taylor memang tak tau sama sekali tentang Niall, bahkan tentang One Direction. Salah satu persoil 1D yang ia tau hanyalah Harry, karena tak sedikit yang membicarakan ia dimana-mana. Mungkin Taylor juga tak menyadari bahwa tadi ia berbicara dengan Harry One Direction lewat telfon. Taylor memang tak begitu update tentang music atau dunia hiburan, yang ia tau hanyalah news dan dunia kesehatan.

Karena itu, sulit untuk Taylor mencari tau siapakah Niall yang Sherine maksud, ia juga tak memiliki banyak waktu untuk mencari pria itu karena jadwal kerjanya yang cukup padat. Tentu bukan hanya Sherine sajalah pasiennya. Tapi bisa saja ia bertanya langsung pada Sherine tentang pria itu dan keberadaannya. Tapi itu mustahil, karena Sherine tak memberikan secuilpun informasi keberadaan Niall, bahkan Taylor juga tak tau sampai saat ini siapakah penghuni rumah disamping rumah Sherine.

bagaimana kau bisa bicara seperti itu sedangkan kau tak pernah mengenal ataupun melihatnya?”. Kata Sherine menyepelekan.

entahlah, kurasa aku melihatnya lewat matamu, aku melihat sosok lain dimatamu”. Jawab Taylor kembali menatap lurus Sherine, mencerna betapa indahnya warna mata pasiennya itu.

Taylor keluar sebentar, dan kembali dengan membawa segelas air dan beberapa bungkus yang sepertinya bungkus obat-obatan. Taylor memberikan pil juga segelas air untuk Sherine, pil yang memang harus diminum sebelum ia makan, Sherine berusaha keras menelannya, karena ia harus menelan tiga pil sekaligus.

hhuh.. sudahlah, Tay. Lagi pula ia sudah memiliki seseorang yang mencintainya saat ini, dan itu sudah lebih dari cukup bagiku”. Sahut Sherine sambil menyerahkan kembali gelasnya pada Taylor.

Kini Taylor sudah terlalu geregetan dengan sikap Sherine yang selalu memalingkan dan mencoba menghilangkan perasaannya itu, “lagi pula? Itu artinya kau masih mencintainya, Sher. Kau tau itu tapi kau tak mau menunjukkan itu padanya dan tak mau mencoba untuk mempertahankan cintamu. Disaat seseorang yang dengan susah payah mencari cinta sejati, kau malah membiarkan cinta sejatimu pergi, ada apa denganmu?”.

Taylor sudah naik pitam, ia memang sering membujuk Sherine untuk tidak membuat suatu rahasia kepada siapapun tentang kondisi juga persaannya, tapi kali ini ia seperti memaksa Sherine untuk melakukan perintahnya, untuk membongkar itu semua, tak ada lagi yang namanya rahasia.

aku mohon, Tay. Jangan paksa aku, aku bisa memilih jalan hidupku sendiri”. Sanggah Sherine, mengalihkan pandangannya dari tatapan ganas Taylor.

fine! dan kuharap kau tak salah mengambil jalan”. Ucap Taylor pergi dari hadapan gadis itu, ia kembali putus asa, karena lagi-lagi ia gagal membujuk Sherine untuk memberitahukan semuanya pada pria yang kini Taylor tak tau keberadaannya itu.

Taylor!”. Tahan Sherine, mencoba menahannya, namun justru Sherine yang telah ditahan oleh selang infus yang jarumnya masuk ke dalam kulit putih tangannya.




jangan mencoba untuk menemuiku sampai 'ritual' minggu depan”. Akhir Taylor sebelum membanting pintu.

Sherine tau, Taylor pasti marah padanya. Setiap membahas masalah itu, Taylor memang selalu kalah dalam pertarungan perdebatannya bersama Sherine. Itu karena Taylor tak ingin memperburuk kondisin Sherine, Taylor ingin Sherine memfokuskan kondisinya sekarang yang dibilang sama sekali tidak baik ini. Tapi disisi lain jika sudah menyangkut masalah pribadi Sherine itu, entah kenapa Taylor tak mau membiarkan Sherine terluka pula hatinya, walau ia sendiri tau ia tak berhak mencampuri urusan Sherine ini.

Taylor selalu berharap, suatu saat dengan sendirinya ia bisa bertemu dengan Niall yang ia tak tau wujudnya seperti apa dan menceritakan semuanya tanpa harus meminta izin Sherine, ia sudah muak melihat Sherine yang seolah-olah tak punya harapan lagi untuk mempertahankan cintanya. Padahal selama ini ia bisa berusaha kuat menerima penyakit yang bersarang di tubuhnya, kenapa tidak dengan cintanya?


~NLS~


Pria berjas putih itu kini menulusuri koridor rumah sakit, matanya menatap lurus ujung sepatu pantofel hitamnya, serta kedua tangan yang sengaja ia selipkan di saku celana. Pikirannya tak ikut bersama tubuhnya yang menatap dindin-dinding, lantai, maupun atap koridor.

Pria itu, Taylor Lautner kini tengah mengatur kalut fikiran yang baru saja kacau. Sherine lagi difikirannya sekarang, entah dengan cara apa lagi ia bisa melunakkan hati gadis keras kepala itu. Ingin sekali mencoba, tapi apa daya, ia kembali ingat bahwa ia tak ada hak untuk mengatur hidup Sherine, mengubah jalan yang sudah Sherine pilih. Hanya saja ia kembali melihat kondisi Sherine saat ini, mungkin Sherine akan lebih meningkat skala persen penyembuhannya jika pria yang tak Taylor tau keberadaannya bisa menemani dan merawat Sherine.

Taylor juga mengingat alasan Sherine saat itu, ia tidak mau Niall mengurusnya dan tau kondisinya saat ini karena ia tak ingin merepotkan Niall, ia tak mau mengganggu pekerjaan Niall hanya untuk mengurus dirinya yang belum tentu dapat menjanjikan kebahagiaan untuk pria itu. Harusnya Sherine sadar, kekuatan cinta tak akan mengenal rasa sulit ataupun menyerah, jadi Taylor yakin Niall tak akan merasa direpotkan kalau ia memang sangat mencintai Sherine, mungkin bahkan ia akan meninggalkan pekerjaannya demi Sherine....... Ya, itu dia, Sherine tak ingin Niall meninggalkan pekerjaannya, 'memang seberapa berharganyakah pekerjaannya itu baginya?!'. Batin Taylor mengumpat dirinya sendiri.

Berjarak dua belas meter dari langkah-langkah Taylor, di depannya seorang gadis dengan kemeja kotak-kotak merah yang ditutupi jacket kulit hitam serta syal yang menutupi sebagian lehernya, memasuki area lobby The Princess Grace Hospital.




Rambut panjang ikal yang dibiarkannya tergerai, serta harum parfume yang menyengat sampai menusuk hidung Taylor karena aromanya yang lembut, parfume yang amat Taylor Lautner hafal siapa pemiliknya.

Taylor mempercepat langkah kakinya, agar mampu jalan beriringan dengan gadis itu, “dr.Burke”. Karena langkahnya yang cepat Taylor memanggilnya agar tak tertinggal dari gadis yang ternyata seorang dokter itu.

Si gadis yang merasa nama belakangnya itu terpanggil pun berbalik, “yes, dr.Lautner, may i help you?”. Sahut gadis yang memiliki postur tubuh yang tingginya hampir menyamai tinggi Taylor, pria dihadapannya sekarang.

yes, sampai minggu depan saya ingin pasien Sherine Arifa anda yang urus”. Ucap Taylor to do point.

Gadis itu menarik nafas panjang dan menghembuskan lewat mulutnya, hingga hembusan itu terdengar oleh Taylor, “ada apa lagi? Kalian bertengkar?”. Tanyanya sembari menarik tangan Taylor agar menepi, karena mereka berdiri di tengah koridor.

Christie, not here, kita sedang bekerja, konsistenlah”. Taylor mencoba melepas genggaman Christie, dan memasukkan kembali tangannya ke dalam saku.

memangnya kau konsisten dengan memanggilku seperti tadi?”.

Taylor terdiam menatap Christie, ia baru sadar tidak memanggil gadis itu dengan nama belakang dan gelarnya. Christie menepuk pelan bahu Taylor dan menerima permintaan Taylor untuk mengurus Sherine sampai lusa, “sudahlah.. okay, aku akan mengambil alih tugasmu sampai minggu depan, permisi, dr. Lautner”. Pamit Christie.

Taylor terlihat berfikir sejenak hingga akhirnya memanggil kembali dokter cantik itu, “tunggu! Christie, umm... sorry, okay kali ini saja”. Ucap Taylor meminta kali ini saja ia tak konsisten pada pekerjaannya, “Aku ingin kau memberitahuku siapa Niall Horan, aku tau kau juga mengenalnya, Sherine pasti juga cerita padamu tentangnya, please Chris”.

Christie sempat terpekik sendiri, menyadari betapa bodohnya pria itu sampai seoarng penyanyi yang bisa dibilang sangat fenomenal saat ini saja ia tak tau. Tapi dengan cepat gadis itu tertegun diam terpaku, senyumnya menghilang setelah mencerna ucapan pria yang saat ini tengah menatap tajam matanya, ia mengingat kembali janjinya pada Sherine untuk tidak memberitahu Taylor keberadaaan si penyanyi itu jika ia bertanya, dan ini pertama kalinya Taylor bertanya. Christie menundukkan kepalanya, menatapi keramik-keramik lantai yang ia pijak. Dengan sikapnya yang seperti itu, Taylor yakin Christie tau pula tentang Niall.

kau tau kan? Ini demi kesembuhan Sherine, Chris. Sherine butuh seseorang yang menyayanginya yang mampu merawatnya, mendampinginya melewati ini semua”. Taylor mulai memancing Christie agar membuka mulutnya, karena dengan ini Taylor akan cepat tau keberadaan Niall dan mungkin nantinya Tay akan menyeret pria itu ke hadapan Sherine.

Christie cukup terpana akan ucapan Taylor, ia juga tau bahwa kasih sayang adalah salah satu obat mujarab untuk penyembuhan segala penyakit. Tapi Christie tetap tak bisa, ia sudah terlanjur berjanji pada gadis yang sudah cukup lama menjadi sahabatnya itu.

sorry, Tay. Aku tidak bisa, Sherine justru tak ingin orang itu tau, karena Sherine ingin..”.

..ingin orang itu bahagia tanpa harus mengurusnya? atau bahkan mengetahui keadaannya secuilpun?”.

Gadis itu kini kembali bungkam, ia benar-benar berada di posisi terpojok sekarang, bahkan pada posisi penentu. Ia harus memilih siapa? Sherine sahabatnya? Atau Taylor kekasihnya?

huh.. Chris, look. Kau pasti tau kekuatan cinta, aku tau kau bisa merasakan hal itu padaku jika aku merasakan hal yang sama padamu itu membuat.... kau begitu bahagia. Dengar, seburuk apapun hidupmu jika kau bersamaku kau pasti tetap merasakan kebahagiaan itu, benarkan?”.

Christie tersentak, kembali terkejut akan perkataan pria tampan di hadapannya ini, semakin merasa menjadi saksi mata yang jika salah memberikan kesaksiannya maka ialah yang akan menghuni bui.

sekarang kau lihat gadis yang di rawat dikamar 501 itu, kau tak pernah terfikir jika aku yang menjadi pasien itu lalu kau tak pernah tau keadaanku seperti itu”.

Kini gadis itu tak bisa mengatur nafasnya, seolah kini ia bisa merasakan sakit yang dialami Sherine saat ini, wajahnya menampakkan jelas raut kesedihan dan rasa bersalah. Seketika keningnya terasa hangat dan lembut menyelimuti hingga sampai ke dalam hatinya, kecupan lembut dari sang kekasih mungkin mampu membantu menetralisir fikirannya saat ini.

chris, please”. Digenggamnya kini kedua tangan gadis pujaan hatinya, berharap ia mau membuka mulutnya sekarang.

Ya, Christie mulai membuka mulutnya, “... kau...”.

dr. Lautner? dr. Burke? Sedang apa kalian disini?”.

dr. Cullen?”. Ucap Christie setelah menemukan asal suara yang memanggil mereka.





Si kepala dokter The Princess Grace Hospital telah menemukan kedua anak buahnya yang sepertinya telah membuat suatu kesalahan.

apa kalian tak ada pasien yang harus kalian urus? dr. Lautner, kukira kau sudah menguasai akan aturan rumah sakit ini”. Sambar dr. Cullen, dan mereka menunduk meyadari kesalahan yang pertama kali mereka buat sampai tertangkap basah kepala dokter rumah sakit ini.

i'm sorry, doctor”. Ucap Tay menyesal.

dr. Burke, kenapa kau belum mengganti pakaianmu? Oh ya, aku minta kau berikan ini pada pasienmu Mrs.Ferland, dan katakan pada keluarganya bahwa aku akan mulai melakukan operasi besok malam”. Kata dr. Cullen sembari menyerahkan beberapa map yang berisi hasil rontgen pasien tersebut kepada Christie.

sorry, doctor. Okay, fine”.

tunggu apa lagi? Aku ingin bicara pada dr. Lautner”.

Christie pun terpaksa meninggalkan Taylor sebelum memberikan jawabannya, dan entahlah ia akan memberitahu yang sebenarnya atau justru terus menutupinya.

dr. Lautner, bagaimana keadaan pasien tetapmu saat ini?”.

maksud anda Mrs.Sherine?”.

ya, siapa lagi? Pasien termuda dalam sejarah rumah sakit ini yang mengalami Kanker Nasofaring. Bagaimana perkembangannya? Aku takut jika ia tetap bersikukuh tak mau melawan penyakit ganas itu, ia akan.... kehabisan waktu”.

apa? Tapi ia baru stadium satu”. Taylor tak sampai berfikir sejauh itu, Sherine memang terlihat tak ingin sembuh, ia begitu pasrah akan penyakit yang menggerogotinya.

dr.Lautner, tentunya kau tau, jika kanker itu tak cepat diatasi maka sel-sel kanker itu akan menjalar sampai keseluruh tubuh. Aku yakin kau tak mau sampai itu terjadi pada pasienmu itu, maka dari itu, aku harap kau mampu membantu membangkitkan semangatnya untuk sembuh total”. Jelas dr.Cullen. Ya, itulah tugas besar Taylor, membantu Sherine agar ia mau melakukan perlawanan pada penyakitnya, jika hanya melakukan Kemoterapi dan Radioterapi saja tak cukup apabila si pasien tak ada keinginan untuk berusaha sembuh, 'ya, lagi-lagi kembali pada pria itu, dialah satu-satunya yang mampu mengubah jalan fikir Sherine'. Batin Taylor.

dan setelah kau lakukan Kemoterapi minggu depan, aku ingin kau menyerahkan hasil rontgennya padaku”.

baik, doctor”.

dan ingat, jangan kau sertakan urusan pribadimu kedalam pekerjaanmu itu”. Akhirnya sebelum meninggalkan Taylor yang tiba-tiba merasakan sebuah getaran dalam saku celananya.

aku tak akan mengulanginya lagi, doctor”.

Taylor mengeluarkan benda yang bergetar tadi dari dalam sakunya. Pesan dari Christie.

'you can search him on google'.


~NLS~






|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @ and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 10 ;)

Wednesday, April 17, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 8}

Posted by Unknown at 10:05:00 PM 0 comments

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 8}

Author: @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato





|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Author pov_




And live while we're young
Crazy, crazy, crazy till we see the sun
I know we only met but let's pretend it's love
And never, never, never stop for anyone
Tonight let's get some
And live while we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Come on, younnngg
Wanna live, wanna live, wanna live
While we're young
Wanna live, wanna live, wanna live

Tonight let's get some

And live while we're young~

Selesai show, mereka berkumpul di backstage. Para kru memberikan baju ganti untuk mereka. Niall, Harry, Zayn, Liam dan Louis mengambil pakaian mereka masing-masing dan menggantinya di toilet.

Hening dalam toilet tersebut. Lima pria tampan didalamnya nampak sibuk merias diri mereka masing-masing, bungkam seribu bahasa, mungkin karena terlalu lelah juga. Tapi Niall tau apa yang akan membuat rasa lelahnya itu hilang seketika, “kita jadi makan malam, kan?”. Tanya Niall antusias.

perut saja terus yang kau urus, Niall!”. Ejek Zayn.

aku kan lapar”.

kau baru menghabiskan empat bungkus keripik kentang berukuran besar dan menghabiskan sisa keripik kentangku kau bilang kau masih lapar?”.

sudahlah Zayn, kau seperti baru kenal dia satu menit yang lalu saja”. Potong Liam.

yasudah, kalian mau makan dimana?”. Sahut Harry yang masih membenarkan retsleting celananya.

Nando's!”. Seru Niall mewakili mereka yang masih di ruang ganti dalam toilet itu.

okay, tapi kau yang traktir, Niall”. Ucap Liam.

kenapa harus aku? bayar sendiri-sendiri saja”. Protes Niall.

kau kan yang merekomendasikan tempatnya, hhaha”. Sambung Zayn yang sedari tadi terfokus memperhatikan pantulan dirinya di cermin, sibuk membenarkan rambutnya yang tak selesai-selesai.

bagaimana kita ajak pasangan-pasangan kita juga? Aku akan menelpon Eleanor”. Sahut Louis yang kepalanya muncul tiba-tiba di sela pintu ruang gantinya.

Harry keluar dari toiletnya menghampiri washtaffle bergabung dengan Niall yang sudah selesai, juga Zayn yang masih sibuk membenarkan rambutnya dihadapan cermin, “pasangan? Aku tak punya pasangan!”. Teriak Harry.

Harr, I hope Zarry is Reall”. Ucap Zayn merangkul dan mencium pipi Harry.

Dengan geram yang di buat-buat, Louis keluar dari ruang gantinya, “NO! ZAYN, KAU SUDAH PUNYA MOM NYA TAQQI!”. Seru Louis yang kini memisahkan rangkulan mereka.

dia tak disini!”.

aku tak perduli! Calm, Harr. You.. with me”. Lanjut Louis, sedangkan Liam dan Niall hanya terkikik geli akan sifat bromance itu.

bagaimana dengan Ele?”. Timpal Harry seraya memijat keningnya dengan wajah cembetut.

aku akan berpasangan denganmu juga Ele”. Jawab Louis mencoba memberikan ciumannya untuk Harry, namun Zayn lebih dulu membekap mulut Louis.

okay! berarti hanya Louis, Liam, dan Niall yang membawa pasangannya masing-masing”. Seru Harry.

aku? Aku tak punya pasangan”. Sahut Niall, meralat ucapan Harry.

tak punya? Bagaimana dengan Sherine?”. Louis ikut mengangguk antusias akan ucapan si curly yang kini menyunggingkan kedua sudut bibirnya sehingga munculah jimat yang mampu melelehkan hati para gadis akan lesung pipinya itu.

Sherine? Hhuh.. kalian kan tau aku tak ada hubungan apapun lagi dengannya”. Ingat Niall membuat lesung pipi Harry menghilang perlahan.

kau belum mengatakannya, Niall?”. Tanya Louis yang masih bertelanjang dada, mendaratkan kedua tangannya di pinggang, mentap Niall dengan penuh tanda tanya.

mengatakan apa?”. Tanya Niall mengangkat bahunya, sedikit tak mengerti maksud pertanyaan Louis.

kau mencintainya!”. Teriak Louis gemas.

nonono.. dia sudah memiliki Taylor, Lou. Aku tak ingin menghancurkan hubungan mereka”.

masa bodoh dengan si kulit gelap itu, harusnya kau tetap mengatakannya, aku yakin Sherine juga masih mencintaimu”. Ucap Lou, disambut anggukan dari Harry, dan Liam yang kini sudah selesai menggunakan ruang gantinya.

sudahlah jangan paksa Niall terus-menerus, Sherine kan sudah bilang sendiri bahwa dia hanya menyukai Niall saja, bukan mencintainya. Dan ia sudah memilih jalan hidupnya sendiri, jadi untuk apa Niall memberitahu perasaannya, aku tak mau Niall dianggap mengusik hubungan mereka”. Ujar Zayn merangkul Niall dan memberikan dengus senyumnya. Membuat Niall berfikir benar apa yang dikatakan Zayn itu, Sherine hanya menyukainya dan ia tak mau dianggap mengusik hubungan mereka.

tapi setidaknya Sherine harus tau perasaan Niall yang sebenarnya, bahwa ia masih mencintai Sherine, dan aku setuju pada Lou bahwa Sherine juga pasti masih mencintai Niall”. Ucap Harry serius hingga terlihat jelas kerutan diantara kedua alisnya.

jika Sherine masih mencintai Niall, untuk apa ia memutuskan hubungan mereka? Sudah pasti Sherine memiliki perasaan pada orang lain, bukan pada Niall, dan mana mungkin Sherine menyukai dua pria sekaligus, Harr. ... Tapi, jika itu benar, berarti aku salah menilai Sherine sebelumnya, ternyata ia bukan gadis baik-baik, murahan”.

Zayn! Shut up! Kau boleh berkomentar, tapi jangan kau jelek-jelekkan Sherine seperti itu, jika kau mengulanginya, aku tak akan memaafkanmu”. Terlihat raut wajah ketidaksukaan Niall yang amat jelas, ia melepas paksa rangkulan Zayn, mengatup bibirnya, memandang Zayn dengan perasaan tak senang. Itu membuat Zayn mengerti bahwa Niall memang benar-benar tidak menyukai ucapannya yang asal ceplos saja.

Zayn terdiam lama akan sahutan protes dari Niall, membuat suasana kembali hening sementara, “i'm sorry, Niall”. Ucap Zayn menyesal.

okay, sekarang berikan iPhonemu”. Seru Harry seraya menengadahkan tangannya pada Niall.

for what?”. Tanya Niall ingin meminta alasan Harry unuk apa ia harus memberikan gadgetnya itu, namun Harry tak perduli akan pertanyaan singkat Niall, ia mulai meraba-raba saku celana Niall.

Harry, kembalikan iPhone ku! Kau mau apa? Harr!”. Pinta Niall mencoba merebut iPhonenya kembali dari tangan Harry, namun dihalangi Louis dan Liam, membantu Harry yang sekarang sibuk mengutak-atik benda persegi panjang ditangannya itu, menyapu layar benda itu dengan jari jemarinya, seperti mencari sesuatu didalam sesuatu yang ia temukan disaku Niall ini.

Niall masih berusaha keras meraih iPhonenya tersebut, perasaannya mulai tak enak, ia tau kejahilan teman-temannya itu akan di mulai sekarang, “Harry, kembalikan!”.

sshhshhtt!”. Harry mempoutkan sepasang bibir tipisnya itu, tapi untuk sebuah peringatan, dengan tangan kiri yang terangkat menunjukkan pada mereka semua kelima jarinya dan tangan kanan yang menggengam iPhone Niall ke telinganya.






........... , Halo? Sherine?”. Sekarang Niall cukup panik, ia takut Harry akan mengatakan semuanya pada Sherine seperti apa yang dilakukannya dua tahun silam.

hey! Buat apa kau menelfonnya?!”. Omel Niall berbisik, namun Harry nampak tak perduli, ia begitu serius mendengar suara diseberang sana.

ouh..... , Sherine bersamamu?”. Sekarang mereka ikut serius mendengarkan Harry. Tak hanya Niall Louis dan Liam, bahkan Zayn pun ikut memproseses dalam otaknya sebuah pertanyaan yang baru saja Harry lontarkan kepada lawan bicaranya saat ini.

.... , WHAT? tidur? Bersamamu?”. Suasana di toilet kini hanya terdengar gema suara Harry, posisi mereka pun sekarang semakin mendekat padanya. Louis yang menempelkan telinganya di tangan Harry yang menggenggam iPhone Niall, sedangkan Niall sendiri yang berdiri di hadapan Harry memperhatikan setiap gerak bibir dan perubahan dari raut wajah si curly bermata hijau itu setiap detiknya.

bukan, aku temannya, kau mau bicara dengannya?”. Setelah mendengar jawaban seseorang diseberang sana, Harry menyerahkan kembali iPhone itu kepada pemiliknya. Niall sendiri nampak sedikit bertanya-tanya pada Harry melalui tatapan isyaratnya.

Taylor Lautner”. Jawab Harry, seakan mampu membaca pikiran Niall.

Niall memandangi layar iPhonenya, nampak ragu apa yang nanti akan dibicarakannya pada pria yang sempat membuatnya benci karena merebut cintanya begitu saja. Tanpa sepengetahuan Harry, Louis, Liam dan Zayn, Niall sempat menelan Ludah sebelum ia mulai meletakkan iPhonenya di telinga, “yeah? Halo?.. Halo?..... ”.

Niall memastikan kembali layar iPhonenya, apakah ia tak sengaja menekan end call atau... 'tuut..tuut..tuut'.

terputus”. Seru Niall setelah melihat layar iPhonenya yang sekarang hanya menampakkan wallpaper foto member One Direction.


~NLS~


Hembusan angin kencang di kala senja menabrak pohon jeruk yang cukup kokoh berdiri tegak di pinggir pekarangan taman, namun rantingnya tak sama kokoh. Ranting-ranting tersebut bergoyang mengikuti arus kencangnya angin malam itu, membuat bulatan kecil berwarna orange itu ikut bergoyang, dan suara gemericik dedaunan yang berdesir menabrak dedaunan lainnya.

Hembusan angin itu semakin kencang, suara gemuruh dedaunan pada ranting tadi terdengar sampai ruangan 501 milik The Princess Grace Hospital disampingnya.




Seorang pria yang sibuk dengan pena dan notenya merasa terusik dengan suara tersebut, ia meletakkan pena dan juga note itu di meja ranjang pasien dihadapannya. Menghampiri sebuah jendela cukup besar yang memiliki tirai panjang dengan nuansa coklat dan orange, senada dengan warna lantai dan jendelanya. Pria itu menutup jendela agar anginnya tak masuk dan suara rintihan ranting itu tak mengganggu telinganya lagi.

'drrt..drrrrtt...drrt'. Pria itu berdengus panjang karena suara lain kini muncul mengganggu telinganya kembali, hanya bukan berasal dari jendela tadi. Sebuah benda persegi panjang bergerak dan menghasilkan bunyi tak mengenakkan tersebut.

Sebuah pemberitahuan yang terdapat dalam layar benda itu menunnjukkan bahwa ada panggilan masuk yang ditujukan pasti untuk si pemilik benda tersebut. Namun si pemilik itu tetap diam tak bergerak di atas ranjang empuknya. Terpejam sejak tujuh jam yang lalu, dengan wajah pucat pasi serta bibir yang nampak kering.

Pria itu tak ingin mengangkat untuk menjawab panggilan itu sebenarnya, tapi karena panggilan itu menunjukkan pemberitahuan lain maka ia merasa harus mengangkatnya, mengangkat panggilan itu, panggilan dari Niall Horan, mantan kekasih Sherine pasiennya.

hallo?..... , bukan, aku Taylor Lautner, ...”. Taylor nampak bingung, orang itu tak menanyakan padanya siapa dirinya atau ada hubungan apa aku dengan si pemilik iPhone di genggamanku ini. Seprtinya seseorang diseberang sana sudah mengenalnya. 'apa Sherine menceritakanku padanya?'. Batin Taylor

ya, dia sedang tertidur”. Jawab Taylor seraya memandangi wajah yang terlelap pucat dihadapannya kini.

Seseorang disana sempat membuat Taylor hampir terpingkal karena pertanyaan yang menurutnya tak masuk akal, “..... , Nonono, dia tidur di ranjangnya sendiri. Umm.. kau Niall Horan? Ada yang ingin ku bicarakan padamu”. Akhirnya Taylor membulatkan tekatnya untuk mengungkap segalanya yang ia tau tentang Sherine selama ini pada Niall. Ini memang kesempatan besarnya, ia ingin semuanya berakhir, ia tak mau menopang sebuah rahasia besar, ini akan membuatnya di posisi terjahat pada akhirnya nanti.

oh.. sorry, of course, please”. Ucap Taylor setelah ia tau ternyata yang ia ajak bicara saat ini bukanlah Niall.

Taylor, kembalikan handphoneku”. Tiba-tiba seruan lembut namun bernada perintah itu memaksa Taylor berbalik melihat yang memanggilnya, ia hampir terkejut melihat pasiennya sadar dan melihatnya kini menggengam benda milik gadis itu, dan telah lancang mengangkat panggilan telfon unutuknya. Bukan hanya itu, Taylor sudah hampir memberitahu segalanya tanpa izin pasiennya itu, mungkin setelah ini ia akan mendapat omelan gadis itu, lagi.

Sherine? Kau sudah..”.

kembalikan”. Bisik Sherine, bangkit dari tidurnya seraya menengadahkan tangannya. Taylor memberikannya, dengan cepat Sherine menyentuh layar merah disudut kiri handphonenya, lalu menonaktifkan iPhonenya. Takut yang baru saja ia putuskan sambungan telefonnya akan kembali menelfonnya.

Taylor susah payah menelan ludahnya, ia takut Sherine marah padanya atas kelancangannya ini, hingga membuat kondisi Sherine semakin memburuk. Tidak, Taylor tak ingin itu terjadi, ia begitu menyayangi peri kecilnya itu, “i'm sorry Sher, aku tak bermaksud lancang padamu, aku hanya ingin...”.

aku mengerti. Tapi tidak sekarang, Tay”. Masih dengan mata yang sayup Sherine tetap tersenyum simpul mencoba mengerti akan tindakan Taylor yang hampir memberitahu segalanya pada Niall.

Taylor membantu Sherine mengatur posisi ranjangnya agar ia bisa bersandar, “ Aku belum siap jika ia mengetahui semua ini sekarang. Jika suatu saat ia memang perlu tau tentang ini, itu bukan dari mulutmu, aku sendiri yang akan memberitahunya”. Lanjut Sherine.

perlu? harus, Sher! Ia harus tau kondisimu saat ini, dan kapan kau akan memberitahunya? Setelah semuanya sudah terlambat? Tidak, Sher. Itu akan membuatnya semakin berdosa padamu, ia akan merasa tak berguna untukmu”. Sambar Taylor yang terus menatap lurus Sherine.

berdosa? Of course, No. Ia tak mungkin seperti itu, ia sudah tak mencintai aku lagi kok, kan sudah kukatakan, ia sudah memiliki gadis lain di hatinya, dan aku bahagia akan itu”. Sherine masih menjawabnya dengan lembut, mencoba mengimbangi kondisinya saat ini pasca menjalani radioterapi pagi tadi.

bahagia? Kau sakit dan menutupi sakitmu itu dengan mengorbankan cintamu kau bilang kau bahagia?”. Taylor mendengus mencengkram hebat ujung rambutnya, tak habis pikir bahwa Sherine terus membohongi perasaannya sendiri.

Sherine, aku memang tak tau ia seperti apa, sosoknya seperti apa, bagaimana sifatnya, tapi aku tau satu hal tentangnya. Aku yakin ia masih mencintaimu, Sher”. Ucap Taylor yang kini melembut, menatap peri kecilnya lurus, seakan ia sudah mengenal dekat dengan Niall.

Taylor memang tak tau sama sekali tentang Niall, bahkan tentang One Direction. Salah satu persoil 1D yang ia tau hanyalah Harry, karena tak sedikit yang membicarakan ia dimana-mana. Mungkin Taylor juga tak menyadari bahwa tadi ia berbicara dengan Harry One Direction lewat telfon. Taylor memang tak begitu update tentang music atau dunia hiburan, yang ia tau hanyalah news dan dunia kesehatan.

Karena itu, sulit untuk Taylor mencari tau siapakah Niall yang Sherine maksud, ia juga tak memiliki banyak waktu untuk mencari pria itu karena jadwal kerjanya yang cukup padat. Tentu bukan hanya Sherine sajalah pasiennya. Tapi bisa saja ia bertanya langsung pada Sherine tentang pria itu dan keberadaannya. Tapi itu mustahil, karena Sherine tak memberikan secuilpun informasi keberadaan Niall, bahkan Taylor juga tak tau sampai saat ini siapakah penghuni rumah disamping rumah Sherine.

bagaimana kau bisa bicara seperti itu sedangkan kau tak pernah mengenal ataupun melihatnya?”. Kata Sherine menyepelekan.

entahlah, kurasa aku melihatnya lewat matamu, aku melihat sosok lain dimatamu”. Jawab Taylor kembali menatap lurus Sherine, mencerna betapa indahnya warna mata pasiennya itu.

Taylor keluar sebentar, dan kembali dengan membawa segelas air dan beberapa bungkus yang sepertinya bungkus obat-obatan. Taylor memberikan pil juga segelas air untuk Sherine, pil yang memang harus diminum sebelum ia makan, Sherine berusaha keras menelannya, karena ia harus menelan tiga pil sekaligus.

hhuh.. sudahlah, Tay. Lagi pula ia sudah memiliki seseorang yang mencintainya saat ini, dan itu sudah lebih dari cukup bagiku”. Sahut Sherine sambil menyerahkan kembali gelasnya pada Taylor.

Kini Taylor sudah terlalu geregetan dengan sikap Sherine yang selalu memalingkan dan mencoba menghilangkan perasaannya itu, “lagi pula? Itu artinya kau masih mencintainya, Sher. Kau tau itu tapi kau tak mau menunjukkan itu padanya dan tak mau mencoba untuk mempertahankan cintamu. Disaat seseorang yang dengan susah payah mencari cinta sejati, kau malah membiarkan cinta sejatimu pergi, ada apa denganmu?”.

Taylor sudah naik pitam, ia memang sering membujuk Sherine untuk tidak membuat suatu rahasia kepada siapapun tentang kondisi juga persaannya, tapi kali ini ia seperti memaksa Sherine untuk melakukan perintahnya, untuk membongkar itu semua, tak ada lagi yang namanya rahasia.

aku mohon, Tay. Jangan paksa aku, aku bisa memilih jalan hidupku sendiri”. Sanggah Sherine, mengalihkan pandangannya dari tatapan ganas Taylor.

fine! dan kuharap kau tak salah mengambil jalan”. Ucap Taylor pergi dari hadapan gadis itu, ia kembali putus asa, karena lagi-lagi ia gagal membujuk Sherine untuk memberitahukan semuanya pada pria yang kini Taylor tak tau keberadaannya itu.

Taylor!”. Tahan Sherine, mencoba menahannya, namun justru Sherine yang telah ditahan oleh selang infus yang jarumnya masuk ke dalam kulit putih tangannya.






jangan mencoba untuk menemuiku sampai 'ritual' minggu depan”. Akhir Taylor sebelum membanting pintu.


~NLS~





|To Be Continued|
 

NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!



Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @FathimHaddad501  for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 9 ;)
 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea