Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 7}
Author: @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome to my
Imagination|
Hope you like this guys
;)
~NLS~
_Sherine pov_
Aku
tertunduk menatap sup Irish Stew yang sudah dingin ini, “Niall,
supnya?”. Tahanku saat ia belum sempat menggenggam gagang pintu
rumahku, tanpa berbalik sedikitpun untuk menatapku ia menjawab, “aku
sudah kenyang, kau habiskan saja, kau suka kan? Kapan-kapan saja kau
pulangkan mangkuknya”. Jawaban yang bodoh. Apa ia tak tau aku
sangat mengenalnya, dalam sejarahnya, mana pernah ia menolak untuk
menghabiskan makanya, lagi pula tadi ia bilang ia lapar. Dan itu
cukup membuatku mengerti bahwa artinya... ia kecewa padaku.
“Niall,
wait!”. Tahanku lagi. “friendship?”. Tanyaku mencoba
meyakinkannya lagi bahwa inilah yang aku mau.
“friendship”.
Jawabnya, yang sekali lagi tak mau menatapku, dan secepat kilat
lenyap tertelan pintu itu. Jawaban yang sebenarnya tak kuinginkan,
apa ia akan benar-benar berhenti mencintaiku? Apa ia memang sudah tak
mencintaiku? Atau kata-kataku hari ini yang membuatnya berfikir untuk
apa melanjutkan hubungan ini lagi jika aku tak mencintainya? Maafkan
aku Niall...
Kukunci
pintu rumahku, berbalik dan duduk bersandar disana, membiarkan yang
menggenang sedari tadi di kelopak mata ini jatuh membasahi pipi
sampai sweaterku ini. Menangis terisak-isak, menyesali yang terjadi
hari ini, menyesali karena telah melukai perasaannya, menyesali telah
membohonginya, menyesal.. haruskah kuterima rasa penyesalan ini?
“maafkan
aku, Niall.. hikss.. hiiks.. hhhu..hhuu.. a.. hiks.. aku.. tak tau..
hiks.. hikss.. aku tak tau harus bagaimana lagiiiihhiks.. aku tak mau
kau terus mencintaikuuuuhhuuhuuu.. hiks..hiks.. mencintai gadis yang
hidupnya tak akan laaama laagii.. hikkss hiks.. maafkan aku..hh ..
maafkan aku..”. Ucapku tak kuasa menahannya didalam hati ini jadi
kukeluarkan semua, menangis terisak-isak, bahkan sampai menutup rapat
bibir ini dengan tanganku agar mampu berteriak sekuat yang aku bisa,
tanpa terdengar oleh siapapun. Termasuk Niall.
Aku
bangkit kembali, masih menangis seperti anak kecil yang ice creamnya
terjatuh saat ia baru dua kali menjilatinya, hingga sampai membuat
hidung dan matanya berubah warna kemerah-merahan. Menghampiri mangkuk
almunium itu yang masih tenang di atas meja makanku, ku angkat
mangkuk itu dan ku hampiri microwave oven ku. Serta tangisan yang
menggebu-gebu ini senantiasa mengiringi setiap gerakanku, sesekali
menyekanya agar tak menghalangi pandanganku karena genangannya yang
terkumpul di kelopak mata ini hingga akhirnya berjatuhan.
Ku
masukkan mangkuk itu kedalam microwave oven yang sudah dihadapan ku,
lalu mengatur timernya. Sambil menunggu ku baringkan tubuh ku di sofa
ruang tamu, mengurangi derasnya air mata ini, hanya isakan
menyakitkan ini yang tak dapat ku hentikan.
Memandangi
beberapa bingkai foto yang terpampang di sisi dinding. Aku mengambil
bingkai foto itu, fotoku bersama pria yang baru saja meninggalkan
rumah ini, terlihat senyum bahagia di wajah kami, Niall yang
memelukku dari belakang dengan eratnya, berlokasi di Regent's Park
tepat di bangku taman aku duduk menunggu kedatangannya, dan tak lama
ia pun datang, meminta seorang pria paruh baya yang sama menikmati
keindahan taman bersama istrinya saat itu untuk memfoto kami. Aku
menangis...
Ku
raih box kosong di bawah meja tamu, ku letakkakan foto itu
didalamnya. Lalu ku ambil bingkai yang lainnya lagi, sebuah foto
namun tak hanya aku dan Niall di dalam foto itu. Saat itu, tepat
tanggal delapan belas januari, aku mendapat surprise birthday party
darinya dan juga the boys, mereka mempermak habis ruang tamuku ini
dimana aku sedang tak dirumah.
Sepulang
kuliah aku tak menemukan kunci rumahku dan itu membuatku panik habis,
namun saat mencoba membuka pintu itu ternyata tak terkunci, aku masuk
dan suasana dalam keadaan gelap gulita, tiba-tiba ada yang mengecup
pipiku tanpa ku tau siapa pelakunya, itu membuatku shock habis, aku
takut itu orang jahat, namun beberapa detik kemudian lampu menyala.
Nuansa
hijau terlihat mencolok diruang tamuku saat itu, mereka semua di
hadapanku, meniup terompet dan berteriak mengucapkan selamat padaku.
Niall yang berdiri disamping kiriku tersenyum memamerkan behel
beningnya, menyerahkan Big Birthday Cake buatan Harry, Louis dan
Liam, yang diatasnya terdapat sketsa wajahku yang Zayn buat, serta
kata 'I Love You' dibawahnya dengan goresan tangan yang dibuat Niall.
Walau kue tersebut nampak buruk dilihat but that's Perfect Birthday
Cake eve. Aku menangis lagi...
Alih-alih
menatapi dinding-dinding, tertangkap lagi sebuah bingkai yang sedikit
lebih besar dari bingkai-bingkai foto tadi. Kembali lagi kemasa-masa
bahagia di balik memori yang terdapat dalam bingkai itu, bingkai yang
baru kupajang baru-baru ini, bingkai yang berisi seorang gadis dengan
jubah wisudanya dan si pria dengan topi wisuda milik si gadis di
kepalanya.
Hari
peresmian kelulusanku selama menimba ilmu di Imperial
Collage London beberapa minggu yang lalu, ada ayah dan ibuku juga
saat itu, menyempatkan terbang dari negeri pertiwi ke kota kerajaan
ini demi menghadiri selebrasi putrinya. Niall tentu saja hadir, saat
itu ia mengatakan sesuatu yang begitu bermakna untukku, 'Think of all
the beauty still left around you and be happy'.
Menarik
nafas panjang kuhentikan tangisanku yang berlebih-lebihan ini,
mengusap sebisanya banjir air mata yang membasahi hampir seluruh
bagian bawah mataku hingga menyebar ke sweater ku bahkan sampai
celanaku, “Sherine! Setelah ini, kau harus berjanji! Tak boleh ada
lagi air mata yang keluar dan membasahi pipimu ini, tak boleh terus
meratapi penyakitmu ini. Karena setelah ini, kau akan menjadi Sherine
yang kuat! Tak akan pernah lagi meratapi kesedihanmu. Bahagialah
apapun yang terjadi walau itu cobaan, musibah, atau kegagalan yang
menimpamu, kau harus tetap tersenyum.. ya.. aku berjanji!”.
Aku
masih duduk lesehan yang kemudian terdengar suara ketukan pintu,
bersamaan dengan suara dentingan mickrowave ovenku. Samar-samar, aku
mendengar suara seseorang memanggilku. Buru-buru kuhapus lagi
sisa-sisa air mata ini, takut seseorang yang baru saja pergi tadi
kembali lagi. Aku bergegas ke kamar, membawa box yang berisi
bingkai-bingkai foto tadi untuk kusimpan di tempat tersembunyi,
kemudian mengganti sweaterku yang dibagian atasnya sudah basah akan
air mata dan bergegas mengeluarkan sup didalam ovenku sebelum aku
membuka pintu depan.
“Taylor?”.
|Flashback
Off|
~NLS~
'drrt.. drtt.. drrrtt.. drrt'. Bayangan-bayangan itu
buyar saat getaran yang berasal dari meja ranjangku itu
mengejutkanku.
Tak perlu ku angkat telefonnya, aku langsung mengangkat
ranselku dan siap menuju pintu depan untuk membuka pintu untuknya,
“siap?”. Tanyanya setelah kubukakan pintu.
“umm.. yeah”. Jawabku memberikan sebuah senyum
keyakinan untuknya, lalu kukunci pintu rumah menyusul menuju
mobilnya.
Kulirik sebuah rumah yang letaknya tepat di sebelah
kanan rumahku, lampu terasnya menyala, juga jendela kamarnya yang
terang terlihat dari luar. Ia dirumahnya dan sudah tidur menurutku.
Hanya kata maaf yang tak mampu ku sampaikan langsung padanya, maaf
karena untuk beberapa hari ini aku akan menghilang dari pandanganmu,
maaaf karena aku tak memberitahumu, dan... maaf karena aku telah
membohongimu.
“Sher, ayo naik”. Sahut Taylor yang sudah siap
melajukan motornya.
'i'm sorry, Niall'. Batinku.
_Sherine pov End_
~NLS~
_Author pov_
Sherine sudah mengenakan pakaian pasien yang Taylor
berikan padanya, memasuki sebuah ruangan yang cukup luas berisi
berbagai macam peralatan dokter juga sebuah mesin besar yang menurut
Sherine terlihat seperti mesin pabrik pembuat kue. Taylor dibantu dua
suster lainnya menyiapkan segalanya, termasuk mesin radioterapi
dengan warna putih dan hitam yang mendominasi mesin tersebut itu
untuk digunakan Sherine.
Ya, pagi ini Sherine akan menjalankan Radioterapi yang
biasa ia sebut dengan kata 'ritual', Sherine memang sedikit takut
menyebutkan kata Radioterapi atau pun Kemoterapi yang sudah ia jalani
sebelumnya sampai akhirnya ia memutuskan untuk menghentikannya karena
itu membuat pekerjaannya terganggu.
Namun kali ini Taylor akan tegas padanya untuk
menjalankan Radioterapi ini sesuai prosedur dan tahap-tahap yang ada,
karena Taylor ingin gadis yang ia cintai sebagai adiknya ini bisa
sembuh, tapi jika kemauan itu hanya datang pada Taylor tidak dengan
Sherine, maka cukup sulit untuk mengahncurkan sel-sel kanker yang
bersarang dirongga hidung Sherine.
“sampai kapan aku harus melakukan ini?”. Tanya
Sherine memperhatikan Taylor yang sibuk dengan mesin besar itu.
Di sela kesibukannya Taylor menjawab, “sampai sel
kanker yang terdapat di rongga hidungmu itu hilang”.
“apa bisa?”.
Taylor mengetur nafasnya lalu mendekati Sherine yang
tengah duduk di samping mesin tersebut, “hhhh.., look at me.
Sherine, semuanya pasti akan baik-baik saja, dan kau bisa melwan ini
semua, asal! .. asal kau mau melawannya, itu saja”.
Sherine hanya diam tak membalas ucapan Taylor lagi, ia
menerawang sendiri masa depannya nanti, jika benar suatu saat ia bisa
sembuh dari kanker itu, apa ia bisa hidup tanpa cinta dari Niall?
“berbaringlah”. Ucap Taylor pada Sherine,
menyuruhnya berbaring diatas ranjang datar berbesi tersebut,
“benarkah yang kau bilang?”. Tanya Sherine sambil membaringkan
tubuhnya, “apa?”. Taylor mendekatkan wajahnya ke hadapan Sherine
yang sudah berbaring.
“efek itu, benarkah jika aku melakukannya dengan
rutin, efeknya akan lebih dari sebelumnya?”. Ucap Sherine
memperjelas pertanyaannya.
Taylor nampak terdiam sesaat, kemudian diraihnya tangan
kecil nan lembut Sherine, menggenggamnya agar Sherine merasakan
kehangatan dan kekuatan yang ia kirimkan lewat genggamannya tersebut.
Diberikan senyum menawan andalannya pada Sherine,
“hyeah.. tapi ini hanya sementara, jika kau mau terus berusaha
untuk sembuh maka efek itu tak akan kau rasakan kembali, dan kau...
bisa kembali padanya lagi, okay?”. Jawab Taylor.
Sherine mendengus tersenyum, namun senyum yang
mengartikan bahwa itu mustahil, “tidak akan, Tay. Ia sudah
menemukan apa yang kusuruh padanya”.
“maksudmu?”.
“Niall sudah mendapatkan pengantiku, dan aku percaya
bahwa gadis itu bisa memberikan kebahagian yang lebih untuk Niall
dari pada aku”. Taylor memilih diam setelah mendengar penjelasan
Sherine, ia tau benar bagaimana perasaan Sherine pada Niall, bahkan
sampai saat ini. Yang ia tak tau hanya satu, siapa sebenarnya Niall
itu?
“ready?”. Tanya Tay, “oh, c-mon Tay, itu malah
membuatku gugup! Sudah.. lakukan saja”. Oceh Sherine yang tak sabar
agar semua ini cepat berakhir, walaupun Sherine tahu ia akan terus
melakukan hal ini kembali selang seminggu terus-menerus.
Dibantu suster lain Taylor mulai memasangkan topeng atau
cangkang pelindung (shell) untuk membuat bagian tubuh yang
akan dilakukan radioterapi tidak bergerak.
Sherine sudah tak segugup kala pertama ia menggunakan
mesin ini, dan mungkin ia sudah mulai terbiasa, hanya saja efek yang
akan ia alami setelah ini yang ia tak tau apa ia akan terbiasa atau
tidak.
Mesin radiasi itu mulai menyala atas perintah Taylor.
Deru suaranya membuat Sherine sempat mersakan detak jantungnya yang
begitu bergemuru dalam dadanya, meskipun tak akan terjadi apa-apa
dalam proses radiasi tersebut, ia hanya dituntut untuk diam tak
bergerak dan berbaring selama beberapa menit. Itu bertujuan agar
pancaran radiasinya tepat mengenai sasaran.
~NLS~
And girl, you and I,
We're 'bout to make some memories tonight
I wanna live while we're young
We wanna live while we're young
Let's go crazy, crazy, crazy till we see the sun
I know we only met but let's pretend it's love
And never, never, never stop for anyone
Tonight let's get some
We're 'bout to make some memories tonight
I wanna live while we're young
We wanna live while we're young
Let's go crazy, crazy, crazy till we see the sun
I know we only met but let's pretend it's love
And never, never, never stop for anyone
Tonight let's get some
And live while we're young
Crazy, crazy, crazy till we see the sun
I know we only met but let's pretend it's love
And never, never, never stop for anyone
Tonight let's get some
And live while we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Come on, younnngg
Wanna live, wanna live, wanna live
While we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Tonight let's get some
And live while we're young~
Selesai show, mereka berkumpul di backstage. Para kru
memberikan baju ganti untuk mereka. Niall, Harry, Zayn, Liam dan
Louis mengambil pakaian mereka masing-masing dan menggantinya di
toilet.
Hening dalam toilet tersebut. Lima pria tampan
didalamnya nampak sibuk merias diri mereka masing-masing, bungkam
seribu bahasa, mungkin karena terlalu lelah juga. Tapi Niall tau apa
yang akan membuat rasa lelahnya itu hilang seketika, “kita jadi
makan malam, kan?”. Tanya Niall antusias.
“perut saja terus yang kau urus, Niall!”. Ejek Zayn.
“aku kan lapar”.
“kau baru menghabiskan empat bungkus keripik kentang
berukuran besar dan menghabiskan sisa keripik kentangku kau bilang
kau masih lapar?”.
“sudahlah Zayn, kau seperti baru kenal dia satu menit
yang lalu saja”. Potong Liam.
“yasudah, kalian mau makan dimana?”. Sahut Harry
yang masih membenarkan lesreting celananya.
“Nando's!”. Seru Niall mewakili mereka yang masih di
ruang ganti dalam toilet itu.
“okay, tapi kau yang traktir, Niall”. Ucap Liam.
“kenapa harus aku? bayar sendiri-sendiri saja”.
Protes Niall.
“kau kan yang merekomendasikan tempatnya, hhaha”.
Sambung Zayn yang sedari tadi terfokus memperhatikan pantulan dirinya
di cermin, sibuk membenarkan rambutnya yang tak selesai-selesai.
“bagaimana kita ajak pasangan-pasangan kita juga? Aku
akan menelpon Eleanor”. Sahut Louis yang kepalanya muncul tiba-tiba
di sela pintu ruang gantinya.
Harry keluar dari toiletnya menghampiri washtaffle
bergabung dengan Niall yang sudah selesai, juga Zayn yang masih sibuk
membenarkan rambutnya dihadapan cermin, “pasangan? Aku tak punya
pasangan!”. Teriak Harry.
“Harr, I hope Zarry is Reall”. Ucap Zayn merangkul
dan mencium pipi Harry.
Dengan geram yang di buat-buat, Louis memisahkan
rangkulan mereka, “NO! ZAYN, KAU SUDAH PUNYA MOM NYA TAQQI!”.
Seru Louis yang kini keluar dari ruang gantinya *yang uda baca ZLS
kakak pasti ngerti siapa Taqqi :p*
“dia tak disini!”.
“aku tak perduli! Calm, Harr. You.. with me”. Lanjut
Louis, sedangkan Liam dan Niall hanya terkikik geli akan sifat
bromance itu.
“bagaimana dengan Ele?”. Timpal Harry seraya memijat
keningnya dengan wajah cembetut.
“aku akan berpasangan denganmu juga Ele”. Jawab
Louis mencoba memberikan ciumannya untuk Harry, namun Zayn lebih dulu
membekap mulut Louis.
“okay! berarti hanya Louis, Liam, dan Niall yang
membawa pasangannya masing-masing”. Seru Harry.
“aku? Aku tak punya pasangan”. Sahut Niall, meralat
ucapan Harry.
“tak punya? Bagaimana dengan Sherine?”.
~NLS~
|To Be
Continued|
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!
Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di
part 8 ;)





0 comments:
Post a Comment