Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 5}
Author: @ FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @ NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ ddlovato as Demi Lovato
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga
nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
Author: @ FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @ NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ ddlovato as Demi Lovato
|Welcome to my
Imagination|
Hope you like this guys
;)
~NLS~
_Niall
pov_
“so what? Aku kan bukan meminta pendapatmu tapi
meminta pendapat mantanmu ini”. Kata 'mantanmu' yang keluar dari
bibir Louis membuat mataku dan Sherine bertemu tanpa sengaja.
Suasana menjadi hening seketika, tak ada yang bicara,
sepertinya mereka sengaja agar aku atau Sherine yang lebih dulu
memecahkan keheningan, aku tak tahan dengan lamanya keheningan ini,
kuputuskan untuk mencari topik pembicaraan lain.
“Harr..”. “Harry..”. Tanpa adanya kode, aku dan
Sherine berbarengan memanggil Harry, dan lagi-lagi mata kami bertemu,
oh ayolah Niall, kenapa jadi begini, aku tau ini akan menciptakan
keheningan yang kedua kalinya, sedangkan yang kami panggil hanya
tengok sana sini tak percaya dengan yang ia saksikan saat ini.
“what?”. Harry tersenyum dan membulatkan matanya,
menampakkan wajah terkejutnya serta senyum mengejeknya yang nampak
jelas, “umm.. hhaha.. kenapa jadi hening begini? Kau mau bicara apa
padanya, Niall? Aku hanya ingin bertanya apa ada yang ingin ia
sharing padaku...., Harr?”. Ucap Sherine meredahkan suasana.
“tidak jadi, kau saja”. Ucapku mengalah karena lupa
apa yang harus ku bicarakan pada Harry.
Dan Harry pun langsung menjawab pertanyaan Sherine
tersebut, “tidak Sher, hanya.. aku ingin bertanya padamu, tadi
kulihat kau diantar seorang pria, siapa dia?”. Ia malah balik
bertanya pada Sherine, Sherine terlihat berfikir sedikit apa yang
akan ia jawab, dan.
'as long as you love me, i'll be your platinum, i'll
be your silver, i'll be your gold. As long as you lo lo lo lo lo
lo..'.
Handphoneku yang kutinggalkan dikamar berdering keras,
aku bangkit dari sofa meninggalkan mereka, lagi-lagi percakapan
mereka tetap terdengar jelas sampai kekamarku, jelasnya semakin
terdengar saat suara Sherine yang muncul menjawab pertanyaan Harry
tadi. Ternyata benar...
“namanya Taylor Lautner, ia seniorku di Imperial
Collage, and we.... Date”. Jawab Sherine, menekan kata terakhirnya,
entah kenapa aku merasa aku tak menyukai jawbannya itu, aku membenci
kata 'Date' yang keluar dari mulutnya.
“since when? Saat kau masih berhubungan dengan Niall
kami?”. Tanya Zayn sangat ketus, “ZAYN!”. Bentak Harry dan
Louis, yang menyadari perubahan wajah Sherine yang tercengang akan
ucapan Zayn. Dengan cepat Liam mendekap mulut Zayn agar ia tak
mengeluarkan kata-kata yang mungkin dapat menyakiti Sherine lagi.
“nope. This morning, dan aku tak melakukan hal sepicik
yang kau fikirkan itu, Zayn”. Jawab Sherine melembut, mencoba
meyakinkan fikiran negative Zayn terhadap dirinya itu salah, “itu
sebabnya kau pulang pagi? Kau bersamanya?“. Tanya Harry mengalihkan
pembicaraan karena suasana disana mulai menegangkan antara Zayn dan
Sherine, “ya, aku menginap dirumahnya yang memang dekat dari rumah
sakit, karena aku tak mungkin pulang larut sendiri”. Entah kenapa
aku begitu mengikuti percakapan mereka tersebut, sampai tak sadar
bahwa iPhone ku kembali berdering untuk kedua kalinya karena sempat
mati, terlalu lama tak ku angkat.
Panggilan masuk dari Demi, buru-buru kuangkat, “hey
Dem!”. Ku keraskan volume suaraku seakan memberitahu mereka yang di
ruang tengah siapa yang menelfonku. Seraya berjalan untuk kembali ke
sofa dan duduk bersama mereka, ku jawab telfon itu, juga
pertanyaannya semalam.
“okay.. aku tunggu, kebetulan kami semua disini...
okay, .... dan... soal kemarin malam...... i love you too Dem”. Ku
sertakan senyuman saat kalimat terakhir kulontarkan, sadar betul akan
wajah teman-temanku yang terkejut akan kalimatku itu, tapi tidak
dengan Sherine dan Zayn. Sherine terlihat begitu tenang, sedangkan
Zayn tersenyum simpul padaku, tidak seperti Harry, Louis dan Liam
yang seakan mendengar gosip bahwa Justin Bieber akan menikahi Lady
Gaga, impossible...
_Niall
pov End_
~NLS~
_Author pov_
Louis menjitak kepala Niall saat setelah mengantar
Sherine keluar rumah karena ia harus berangkat bekerja, serta Harry
yang sama geramnya dengan Louis. Menindih dan memukul habis tubuh
Niall yang berbaring di sofa dengan tumpukan bantal.
Louis mengangkat Niall untuk bersandar kembali di sofa,
“bodoh! Kenapa kau mengatakan itu di depannya?”. Ucap Louis
mentoyor kepala Niall, bak introgasi seoarang penjahat kelas kakap.
“why? Kami sudah tak ada hubungan apa-apa, dan ia
sudah punya Taylor, so what's wrong?”. Jawab Niall membela.
Mereka kembali duduk di tempat masing-masing, kecuali
Zayn yang sedari tadi tetap pada posisinya, tidak ikut mengantar
Sherine pulang, “kau benar Niall, Sherine sudah tak ada hubungan
lagi denganmu, dan kau bebas menentukan siapa saja yang dapat mengisi
kekosongan hatimu, dan Demi pilihan yang tepat, Niall”. Ucap Zayn
merangkul Niall, Zayn merasakan kebahagiaan tersendiri melihat Niall
dapat membuka hatinya kembali seperti ini.
“jadi benar kau mencintai Demi sekarang, Niall? Kau
benar-benar jatuh cinta pada Demi?”. Tanya Liam mulai serius,
satu-satunya selain Zayn yang tak ikut menghabisi Niall.
Niall menarik nafas panjang, mengingat perkataanya tadi
saat Demi menelfonnya, “jadi, kalian fikir aku sungguh
mengatakannya?”. Ucap Niall yang lagi-lagi membuat teka teki untuk
mereka.
“maksudmu?”. Tanya Harry mewakili kebingungan Louis,
Liam, bahkan Zayn.
Niall mencoba menjelaskannya dengan suara merendah,
“Demi bilang ia akan pamit pulang hari ini, dan dia ingin bertemu
kalian, jadi kubilang kebetulan kalian di rumahku, sudah itu saja”.
Akhir Niall Jujur.
Itu tak cukup menghilangkan kebingungan mereka, malah
membuat mereka semakin bertanya-tanya, “what? Tadi.. kau bilang..
i.. love you...too..?!”. Tanya Zayn tak terima.
“telfon itu sudah terputus saat aku mengatakan hal
itu”. Jawab Niall santai.
Sekarang Louis, Zayn, Harry, dan Liam saling lempar
pandangan yang bermacam-macam atas jawaban Niall, pandangan
kebingungan, senyuman, dan langsung menangkap maksud akan ucapan
Niall itu, “lalu, untuk apa kau mengatakan itu”. Tanya Zayn masih
penasaran.
Sekali lagi Niall menarik dan menghembusakan nafas
panjangnya, “aku tak mencintai Demi, aku hanya ingin melihat apa
ekspresi Sherine saat mendengar itu, agar aku tau apa ia masih
mencintaiku atau benar sudah memberikan hatinya pada Taylor. Tapi....
aku tak melihat mimik wajah yang kuharapkan keluar dari rautnya”.
Jelas Niall dengan nada kecewa.
Mereka semakin mendekat pada Niall setelah mendengar
penjelasannya tersebut, “tunggu. Yang kau harapkan? Jadi.. kau
masih mencintai Sherine? Kau sadar Sherine lah cinta sejati mu?”.
Ucap Liam mencari kejujuran dimata Niall dan menunggunya keluar dari
bibir merah mudanya itu.
Niall mendengus tersenyum pada Liam, “hyaa.. ini
berkat kalian yang sudah membantuku berfikir siapakah yang aku
cintai, aku merasa aku memang mencintainya, terlebih saat ku tau ia
sudah membuka hatinya, seakan aku tak mau mempercayai itu, itu
membuat ku sakit untuk menerima kenyataan itu, ya.. aku jatuh cinta,
guys. Aku sadar aku sudah jatuh cinta padanya sejak dua tahun yang
lalu”. Ucap Niall dengan raut penyesalan yang terlihat jelas,
meremas rambutnya kuat-kuat, seakan merasakan pusing yang teramat
sangat.
Tanpa ada aba-aba, mereka memeluk Niall menenangkannya,
setelah sadar Niall mengeluarkan air mata pertama yang dilihat mereka
karena cinta, karena Sherine. Tak lama Harry, Liam dan Louis mulai
merenggangkan pelukan mereka saat Zayn meronta-ronta karena ia
terjebak dalam dekapan pelukan teman-temannya itu, “lepaskan!
Niall, apa kau yakin? Tunggu, Sherine telah meyakitimu, dan secepat
ini dia bisa mendapatkan penggantimu, kau masih mencintainya? dan apa
kau sudah menerima alasan yang tak jelas kenapa ia memutuskanmu?”.
Protes Zayn.
“sudahlah Niall jangan dengarkan si bradford badboi
ini...”. Ucap Liam mendekap kepala Zayn gemas, “... dengar Niall,
jika dalam hatimu yang paling dalam kau merasakan denyut keyakinan
bahwa Sherine lah cinta sejatimu, kejarlah ia, dapatkan dia kembali”.
Lanjut Liam meletakkan telapak tangannya di dada Niall.
“ya, Niall. Aku tau kau yang tak mudah jatuh cinta
sepertiku, kau menggunakannya dengan hatimu, jadi pakailah hatimu itu
untuk membuktikannya, bahwa memang Sherine lah cinta sejatimu”.
Lanjut Harry menepuk pundak Niall, mencoba meyakinkannya.
Niall menghapus tetes air matanya, memberikan senyum
kekalahan pada mereka, “sayangnya itu tak bisa, Harr. Sherine sudah
membuka hatinya pada orang lain, aku.. sudah terlambat”. Akhir
Niall menggelengkan kepalanya.
“yup! You righ...”. Zayn tak sempat menyelesaikan
kalimatnya, ketiga temannya mendekap wajah kelimisnya lebih dulu
dengan beberapa bantal dan menindihnya.
Dan ucapan Niall terakhir tadi menyeret Louis, Liam dan
Harry untuk angkat bicara lagi, “Niall, kau belum terlambat”.
Sahut mereka serempak.
_Author pov End_
~NLS~
_Sherine pov_
Sampai
dikantor, aku langsung menuju ruanganku. Tak jarang beberapa orang
yang berpapasan denganku menanyakan keadaanku pasca keluarnya darah
segar dari dalam hidungku kemarin, hingga membuatku tak sadarkan
diri.
“hey,
Sher”. Sapa rekan kerjaku, Alexa Moore.
“hey,
Lex”. Ku letakkan tasku di atas meja dan mendorong kursi sedikit
kebelakang untuk kududuki.
“Bagaimana
keadaanmu?”.
“lebih
baik. Hari ini kita ke lokasi jam empat sore, kau sudah siapkan
testimoni yang kuminta kemarin, kan?”. Tanyaku.
“tenang
saja, sudah kuselesaikan semua. Tapi, kau tidak ikut ke lokasi hari
ini”.
Tangan-tanganku
yang sibuk merapihkan beberapa folder yang berserakan di atas meja
kini terhenti, aku menatap Alex nanar.
“kenapa?
Aku sudah baikan, kau lihat sendiri kan?”.
“yaa,
tapi Josh bilang aku yang akan menggantikanmu hari ini”.
“apa?
Sekarang dimana dia?”.
Aku
tak terima, aku mulai bangkit dari kursi panasku, berniat untuk
mencarinya, dia memang sering sekali mengubah jadwalku seenak
jidatnya tanpa memberitahuku.
“dia
tak disini, dia kelokasi lain hari ini bersama si centil Campbell”.
Ucap Alexa sebal,dan memaksaku menghentikan langkahku.
“dan
sebaiknya kau tanyakan pada si hitam yang selalu menjemputmu
tiba-tiba itu, aku curiga, dia sekongkol dengan Josh”. Lanjut Alexa
menyunggingkan bibir tipisnya.
“apa?
Hitam?”. Kataku terkekeh mendengar ucapannya.
“sudahlah,
aku akan membuat coffee, kau mau?”.
“no,
thank's Lex”.
“okay”.
Aku
kembali duduk di kursiku, entah kenapa tiba-tiba kini fikiranku
tersesat pada satu titik lain. Aku memikirkan hal lain. Kata-katanya
yang sedikit membuatku teriris. Apa yang terjadi pada Zayn? Kenapa ia
tiba-tiba bersikap dingin padaku? Sindirannya dirumah Niall tadi,
masih terngiang dikepalaku. Aku tak percaya ia bisa mengeluarkan
pendapatnya seperti itu, tapi... mungkin jika aku diposisinya, aku
akan melakukan hal yang sama sepertinya.
Ia
begitu menyayangi Niall, ia tak bisa melihat Niall terluka, tapi...
apa benar Niall terluka akan keputusanku saat itu, apa masih ada
kemungkinankah ia mencintaiku? Ahh.. bicara apa kau Sher? Niall sudah
memiliki Demi! Ya, akhirnya Niall menemukan Cinta sejatinya.
Dan
saat ku beritahu kabar itu pada mereka.. kabar hubungan ku dengan
Taylor Lautner...
Aku membuka tas ku, mengeluarkan buku kecil berwarna
hijau muda berbahan bludru dengan gambar seekor burung hantu yang
hinggap di salah satu dari beberapa tangkai pohon, seolah menunggu
helai demi helai daun yang jatuh berguguran.
Pena bertinta hijau glitter yang sudah tersimapan
didalamnya ku genggam kini. Dan mulai menulis lagi..
Princess
Nose's Diary
'4 November . 02:26 pm.
Bohong? Sudah keberapa kalinya aku melakukan itu
padamu? Entahlah... tapi aku senang, aku bahagia, akhirnya, aku bisa
mendengar kalimat manis itu lagi keluar dari mulutmu, 'i love you
too', tapi.. itu bukan untukku. Tidak, tidak akan boleh keluar
untukku, karena memang bukan aku cinta sejatimu. Kau tau Niall? Aku
bahagia, aku bahagia kau benar-benar menemukan cinta sejatimu, sama
denganku. Ya.. sama.. hanya, aku tak bisa memiliki cinta sejatiku
itu, tak bisa........'
“kenapa tak bisa? Aku sudah disini, gapailah aku,
jangan kau fikirkan hal itu jika kau bersamaku”. Suara itu muncul
dari sampingku, Taylor membuka tangannya lebar, seakan memintaku
untuk memeluknya, dan.. ia sudah membaca diaryku hari ini! tak
puaskah ia membacanya di hari-hari sebelumnya?
“kau! Kenapa kau selalu datang mengejutkanku? Dan..
kenapa kau disini? Jangan bilang aku harus..”.
“yups, kita harus melakukan 'ritual' itu hari ini
juga. Si Cullen itu bilang, ini tak bisa di tunda lagi”. Aku
menghela nafas panjang. Kemudian aku kembali teringat ucapan Alexa
tadi.
“wait! Jadi, kau benar sekongkol dengan Josh dan kau
juga yang meminta izinku pada pamanmu hari ini?”. Ya, pemilik
kantor ini adalah paman Taylor. Aku bisa dibilang beruntung
mendapatkan pekerjaan ini dengan mudahnya, karena Tay yang
merekomendasikan aku pada pamannya saat itu.
“yeaa, dan aku sudah memintanya untuk memberikan cuti
selama kurang lebih tiga bulan untukmu”.
“apa? Tiga bulan? Selama itukah?”. Ucapku mengernyit
tak percaya.
“tidak, lima bulan lebih lama, ku harap kau sudah
siap”. Aku semakin tajam menatap Taylor.
“tak bisakah besok saja? Aku baru sampai, ”. Pintaku
memohon, namun ia menggeleng pasti.
“no Sher! Aku tak mau menurutimu lagi kali ini, kau
harus menyelesaikannya, agar proses selanjutnya segera kita
lakukan,”. Jelas Taylor.
“dan, mungkin kali ini efeknya akan lebih dari
sebelumnya, bagaimana?”. Lanjutnya.
“efek seperti apa? Kau membuatku takut”.
“nanti saja setibanya disana”.
Aku menunduk mengingat kejadian kemarin, sedikit dari
efek yang terjadi karena 'ritual' itu. Taylor bertekuk lutut di
depanku mencari wajah yang tertutup gerai halus rambut hitamku ini, “
hey? Kenapa? Kau belum siap? Kau takut lagi? Okay i'm sorry...
baiklah aku kalah lagi darimu, aku akan mencoba membujuk si Cullen
itu, lagi pula kau belum memeriksa gigimu jadi kita lakukan itu
besok”. Ucap Taylor mengusap lembut tanganku, menyadari
kekalahannya lagi dalam perdebatan denganku.
Ku angkat kembali wajahku, “aku bohong jika aku
menjawab siap atau tidak takut, Tay. Dan bisakah kita tak melakukan
'ritual' itu, itu malah menggangguku, membuat pekerjaanku terganggu
akan fisikku yang malah menurun ini, Tay”.
“okay, tapi kau kan bilang sendiri, 'ini demi tujuanku
dan aku harus melakukannya karena semuanya belum selesai dengan baik'
iyakan?”. Aku tersenyum akan ucapannya yang meniru saat aku bicara,
yang ternyata membuatku sadar bahwa aku sering mengatakan hal itu
padanya hingga membuatnya hafal akan kalimat itu.
“Jadi bagaimana kau mau menyelesaikannya, jika kau tak
mau berusaha untuk kembali seperti sedia kala? Sher! Kau bisa kembali
seperti semula, sungguh, jika kau mau berjuang, ini belum terlambat,
Sher”. Lanjut Taylor.
“kau yakin?”.
“yeah! Ooh.. kemarilah sayaang..”. Taylor memelukku
erat dan mengelus kepalaku lembut.
'tidak Tay, ini sudah terlambat...'. Batinku memejamkan
mataku menahan tetesanya air hangat yang ingin jatuh ke pipiku satu
per satu, tak mau mengingkari janji yang telah ku buat sendiri.
~NLS~
Princess
Nose's Diary
'5 November . 09:46 pm.
Besok 'ritual' itu akan dimulai, untuk kedua kalinya
setelah beberapa minggu yang lalu kuhentikan untuk mencoba melupakan
apa yang terjadi padaku saat ini. Karena 'ritual' itu darah itu
keluar dari lubang hidungku, dan tubuhku yang malah melemah serta
wajahku yang selalu memucat. Mencoba terlihat segar dengan make up
yang selalu tersedia di dalam tasku, make up yang mampu menutupi
rahasiaku yang nampak di luar setelah 'ritual' itu, tanpa itu aku tau
aku akan terlihat seperti mayat hidup.
Seperti live reportku terakhir, aku tak menggunakan
make up ku setebal mungkin, bersamaan dengan keluarnya tetesan itu
untuk pertama kalinya setelah aku menghentikan 'ritual' itu beberapa
minggu lalu, Taylor bilang itu efeknya dan aku tak boleh
menghentikannya, jadi aku harus melakukan 'ritual' itu sesuai
prosedur yang ada, tak boleh kuhentikan lagi.
Entah berapa lama aku menjalani 'ritual' itu, yang ku
tau ini tak akan bisa membantuku sepenuhnya, hanya menambahnya sedikit saja.
Ku harap ini cepat berakhir....
Melihat jam dinding yang menunjukkan angka sepuluh
lewat, “ia terlambat lagi”. Decakkuyang ditujukan pada seseorang
yang sudah berjanji akan menjemputku hari ini untuk ke tempat
'ritual' itu. Ku tutup diary book ini, kusimpan dalam laci meja
samping ranjangku, dan kembali menemukan sebuah map putih, ini bukan
pertama kalinya.
Setiap aku menyelesaikan tulisan-tulisanku dalam diary
itu, aku selalu meletakkannya di dalam laci ini yang didalamnya
beralaskan sebuah map putih, map putih pertama yang ku terima dari
Taylor Lautner, map yang berisikan malapetaka untukku.
~NLS~
|To Be
Continued|
DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!
Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di
part 6 ;)



0 comments:
Post a Comment