Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 8}
Author: @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome
to my Imagination|
Hope you
like this guys ;)
~NLS~
_Author pov_
And live while we're young
Crazy, crazy, crazy till we see the sun
I know we only met but let's pretend it's love
And never, never, never stop for anyone
Tonight let's get some
And live while we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Come on, younnngg
Wanna live, wanna live, wanna live
While we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Tonight let's get some
And live while we're young~
Crazy, crazy, crazy till we see the sun
I know we only met but let's pretend it's love
And never, never, never stop for anyone
Tonight let's get some
And live while we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Come on, younnngg
Wanna live, wanna live, wanna live
While we're young
Wanna live, wanna live, wanna live
Tonight let's get some
And live while we're young~
Selesai show, mereka berkumpul di backstage. Para kru
memberikan baju ganti untuk mereka. Niall, Harry, Zayn, Liam dan
Louis mengambil pakaian mereka masing-masing dan menggantinya di
toilet.
Hening dalam toilet tersebut. Lima pria tampan
didalamnya nampak sibuk merias diri mereka masing-masing, bungkam
seribu bahasa, mungkin karena terlalu lelah juga. Tapi Niall tau apa
yang akan membuat rasa lelahnya itu hilang seketika, “kita jadi
makan malam, kan?”. Tanya Niall antusias.
“perut saja terus yang kau urus, Niall!”. Ejek Zayn.
“aku kan lapar”.
“kau baru menghabiskan empat bungkus keripik kentang
berukuran besar dan menghabiskan sisa keripik kentangku kau bilang
kau masih lapar?”.
“sudahlah Zayn, kau seperti baru kenal dia satu menit
yang lalu saja”. Potong Liam.
“yasudah, kalian mau makan dimana?”. Sahut Harry
yang masih membenarkan retsleting celananya.
“Nando's!”. Seru Niall mewakili mereka yang masih di
ruang ganti dalam toilet itu.
“okay, tapi kau yang traktir, Niall”. Ucap Liam.
“kenapa harus aku? bayar sendiri-sendiri saja”.
Protes Niall.
“kau kan yang merekomendasikan tempatnya, hhaha”.
Sambung Zayn yang sedari tadi terfokus memperhatikan pantulan dirinya
di cermin, sibuk membenarkan rambutnya yang tak selesai-selesai.
“bagaimana kita ajak pasangan-pasangan kita juga? Aku
akan menelpon Eleanor”. Sahut Louis yang kepalanya muncul tiba-tiba
di sela pintu ruang gantinya.
Harry keluar dari toiletnya menghampiri washtaffle
bergabung dengan Niall yang sudah selesai, juga Zayn yang masih sibuk
membenarkan rambutnya dihadapan cermin, “pasangan? Aku tak punya
pasangan!”. Teriak Harry.
“Harr, I hope Zarry is Reall”. Ucap Zayn merangkul
dan mencium pipi Harry.
Dengan geram yang di buat-buat, Louis keluar dari ruang
gantinya, “NO! ZAYN, KAU SUDAH PUNYA MOM NYA TAQQI!”. Seru Louis
yang kini memisahkan rangkulan mereka.
“dia tak disini!”.
“aku tak perduli! Calm, Harr. You.. with me”. Lanjut
Louis, sedangkan Liam dan Niall hanya terkikik geli akan sifat
bromance itu.
“bagaimana dengan Ele?”. Timpal Harry seraya memijat
keningnya dengan wajah cembetut.
“aku akan berpasangan denganmu juga Ele”. Jawab
Louis mencoba memberikan ciumannya untuk Harry, namun Zayn lebih dulu
membekap mulut Louis.
“okay! berarti hanya Louis, Liam, dan Niall yang
membawa pasangannya masing-masing”. Seru Harry.
“aku? Aku tak punya pasangan”. Sahut Niall, meralat
ucapan Harry.
“tak punya? Bagaimana dengan Sherine?”. Louis ikut
mengangguk antusias akan ucapan si curly yang kini menyunggingkan
kedua sudut bibirnya sehingga munculah jimat yang mampu melelehkan
hati para gadis akan lesung pipinya itu.
“Sherine? Hhuh.. kalian kan tau aku tak ada hubungan
apapun lagi dengannya”. Ingat Niall membuat lesung pipi Harry
menghilang perlahan.
“kau belum mengatakannya, Niall?”. Tanya Louis yang
masih bertelanjang dada, mendaratkan kedua tangannya di pinggang,
mentap Niall dengan penuh tanda tanya.
“mengatakan apa?”. Tanya Niall mengangkat bahunya,
sedikit tak mengerti maksud pertanyaan Louis.
“kau mencintainya!”. Teriak Louis gemas.
“nonono.. dia sudah memiliki Taylor, Lou. Aku tak
ingin menghancurkan hubungan mereka”.
“masa bodoh dengan si kulit gelap itu, harusnya kau
tetap mengatakannya, aku yakin Sherine juga masih mencintaimu”.
Ucap Lou, disambut anggukan dari Harry, dan Liam yang kini sudah
selesai menggunakan ruang gantinya.
“sudahlah jangan paksa Niall terus-menerus, Sherine
kan sudah bilang sendiri bahwa dia hanya menyukai Niall saja, bukan
mencintainya. Dan ia sudah memilih jalan hidupnya sendiri, jadi untuk
apa Niall memberitahu perasaannya, aku tak mau Niall dianggap
mengusik hubungan mereka”. Ujar Zayn merangkul Niall dan memberikan
dengus senyumnya. Membuat Niall berfikir benar apa yang dikatakan
Zayn itu, Sherine hanya menyukainya dan ia tak mau dianggap mengusik
hubungan mereka.
“tapi setidaknya Sherine harus tau perasaan Niall yang
sebenarnya, bahwa ia masih mencintai Sherine, dan aku setuju pada Lou
bahwa Sherine juga pasti masih mencintai Niall”. Ucap Harry serius
hingga terlihat jelas kerutan diantara kedua alisnya.
“jika Sherine masih mencintai Niall, untuk apa ia
memutuskan hubungan mereka? Sudah pasti Sherine memiliki perasaan
pada orang lain, bukan pada Niall, dan mana mungkin Sherine menyukai
dua pria sekaligus, Harr. ... Tapi, jika itu benar, berarti aku salah
menilai Sherine sebelumnya, ternyata ia bukan gadis baik-baik,
murahan”.
“Zayn! Shut up! Kau boleh berkomentar, tapi jangan kau
jelek-jelekkan Sherine seperti itu, jika kau mengulanginya, aku tak
akan memaafkanmu”. Terlihat raut wajah ketidaksukaan Niall yang
amat jelas, ia melepas paksa rangkulan Zayn, mengatup bibirnya,
memandang Zayn dengan perasaan tak senang. Itu membuat Zayn mengerti
bahwa Niall memang benar-benar tidak menyukai ucapannya yang asal
ceplos saja.
Zayn terdiam lama akan sahutan protes dari Niall,
membuat suasana kembali hening sementara, “i'm sorry, Niall”.
Ucap Zayn menyesal.
“okay, sekarang berikan iPhonemu”. Seru Harry seraya
menengadahkan tangannya pada Niall.
“for what?”. Tanya Niall ingin meminta alasan Harry
unuk apa ia harus memberikan gadgetnya itu, namun Harry tak perduli
akan pertanyaan singkat Niall, ia mulai meraba-raba saku celana
Niall.
“Harry, kembalikan iPhone ku! Kau mau apa? Harr!”.
Pinta Niall mencoba merebut iPhonenya kembali dari tangan Harry,
namun dihalangi Louis dan Liam, membantu Harry yang sekarang sibuk
mengutak-atik benda persegi panjang ditangannya itu, menyapu layar
benda itu dengan jari jemarinya, seperti mencari sesuatu didalam
sesuatu yang ia temukan disaku Niall ini.
Niall masih berusaha keras meraih iPhonenya tersebut,
perasaannya mulai tak enak, ia tau kejahilan teman-temannya itu akan
di mulai sekarang, “Harry, kembalikan!”.
“sshhshhtt!”. Harry mempoutkan sepasang bibir
tipisnya itu, tapi untuk sebuah peringatan, dengan tangan kiri yang
terangkat menunjukkan pada mereka semua kelima jarinya dan tangan
kanan yang menggengam iPhone Niall ke telinganya.
“........... , Halo? Sherine?”. Sekarang Niall cukup
panik, ia takut Harry akan mengatakan semuanya pada Sherine seperti
apa yang dilakukannya dua tahun silam.
“hey! Buat apa kau menelfonnya?!”. Omel Niall
berbisik, namun Harry nampak tak perduli, ia begitu serius mendengar
suara diseberang sana.
“ouh..... , Sherine bersamamu?”. Sekarang mereka
ikut serius mendengarkan Harry. Tak hanya Niall Louis dan Liam,
bahkan Zayn pun ikut memproseses dalam otaknya sebuah pertanyaan yang
baru saja Harry lontarkan kepada lawan bicaranya saat ini.
“ .... , WHAT? tidur? Bersamamu?”. Suasana di toilet
kini hanya terdengar gema suara Harry, posisi mereka pun sekarang
semakin mendekat padanya. Louis yang menempelkan telinganya di tangan
Harry yang menggenggam iPhone Niall, sedangkan Niall sendiri yang
berdiri di hadapan Harry memperhatikan setiap gerak bibir dan
perubahan dari raut wajah si curly bermata hijau itu setiap detiknya.
“bukan, aku temannya, kau mau bicara dengannya?”.
Setelah mendengar jawaban seseorang diseberang sana, Harry
menyerahkan kembali iPhone itu kepada pemiliknya. Niall sendiri
nampak sedikit bertanya-tanya pada Harry melalui tatapan isyaratnya.
“Taylor Lautner”. Jawab Harry, seakan mampu membaca
pikiran Niall.
Niall memandangi layar iPhonenya, nampak ragu apa yang
nanti akan dibicarakannya pada pria yang sempat membuatnya benci
karena merebut cintanya begitu saja. Tanpa sepengetahuan Harry,
Louis, Liam dan Zayn, Niall sempat menelan Ludah sebelum ia mulai
meletakkan iPhonenya di telinga, “yeah? Halo?.. Halo?..... ”.
Niall memastikan kembali layar iPhonenya, apakah ia tak
sengaja menekan end call atau... 'tuut..tuut..tuut'.
“terputus”. Seru Niall setelah melihat layar
iPhonenya yang sekarang hanya menampakkan wallpaper foto member One
Direction.
~NLS~
Hembusan angin kencang di kala senja menabrak pohon
jeruk yang cukup kokoh berdiri tegak di pinggir pekarangan taman,
namun rantingnya tak sama kokoh. Ranting-ranting tersebut bergoyang
mengikuti arus kencangnya angin malam itu, membuat bulatan kecil
berwarna orange itu ikut bergoyang, dan suara gemericik dedaunan yang
berdesir menabrak dedaunan lainnya.
Hembusan angin itu semakin kencang, suara gemuruh
dedaunan pada ranting tadi terdengar sampai ruangan 501 milik The
Princess Grace Hospital disampingnya.
Seorang pria yang sibuk dengan pena dan notenya merasa
terusik dengan suara tersebut, ia meletakkan pena dan juga note itu
di meja ranjang pasien dihadapannya. Menghampiri sebuah jendela cukup
besar yang memiliki tirai panjang dengan nuansa coklat dan orange,
senada dengan warna lantai dan jendelanya. Pria itu menutup jendela
agar anginnya tak masuk dan suara rintihan ranting itu tak mengganggu
telinganya lagi.
'drrt..drrrrtt...drrt'. Pria itu berdengus panjang
karena suara lain kini muncul mengganggu telinganya kembali, hanya
bukan berasal dari jendela tadi. Sebuah benda persegi panjang
bergerak dan menghasilkan bunyi tak mengenakkan tersebut.
Sebuah pemberitahuan yang terdapat dalam layar benda itu
menunnjukkan bahwa ada panggilan masuk yang ditujukan pasti untuk si
pemilik benda tersebut. Namun si pemilik itu tetap diam tak bergerak
di atas ranjang empuknya. Terpejam sejak tujuh jam yang lalu, dengan
wajah pucat pasi serta bibir yang nampak kering.
Pria itu tak ingin mengangkat untuk menjawab panggilan
itu sebenarnya, tapi karena panggilan itu menunjukkan pemberitahuan
lain maka ia merasa harus mengangkatnya, mengangkat panggilan itu,
panggilan dari Niall Horan, mantan kekasih Sherine pasiennya.
“hallo?..... , bukan, aku Taylor Lautner, ...”.
Taylor nampak bingung, orang itu tak menanyakan padanya siapa dirinya
atau ada hubungan apa aku dengan si pemilik iPhone di genggamanku
ini. Seprtinya seseorang diseberang sana sudah mengenalnya. 'apa
Sherine menceritakanku padanya?'. Batin Taylor
“ya, dia sedang tertidur”. Jawab Taylor seraya
memandangi wajah yang terlelap pucat dihadapannya kini.
Seseorang disana sempat membuat Taylor hampir terpingkal
karena pertanyaan yang menurutnya tak masuk akal, “..... , Nonono,
dia tidur di ranjangnya sendiri. Umm.. kau Niall Horan? Ada yang
ingin ku bicarakan padamu”. Akhirnya Taylor membulatkan tekatnya
untuk mengungkap segalanya yang ia tau tentang Sherine selama ini
pada Niall. Ini memang kesempatan besarnya, ia ingin semuanya
berakhir, ia tak mau menopang sebuah rahasia besar, ini akan
membuatnya di posisi terjahat pada akhirnya nanti.
“oh.. sorry, of course, please”. Ucap Taylor setelah
ia tau ternyata yang ia ajak bicara saat ini bukanlah Niall.
“Taylor, kembalikan handphoneku”. Tiba-tiba seruan
lembut namun bernada perintah itu memaksa Taylor berbalik melihat
yang memanggilnya, ia hampir terkejut melihat pasiennya sadar dan
melihatnya kini menggengam benda milik gadis itu, dan telah lancang
mengangkat panggilan telfon unutuknya. Bukan hanya itu, Taylor sudah
hampir memberitahu segalanya tanpa izin pasiennya itu, mungkin
setelah ini ia akan mendapat omelan gadis itu, lagi.
“Sherine? Kau sudah..”.
“kembalikan”. Bisik Sherine, bangkit dari tidurnya
seraya menengadahkan tangannya. Taylor memberikannya, dengan cepat
Sherine menyentuh layar merah disudut kiri handphonenya, lalu
menonaktifkan iPhonenya. Takut yang baru saja ia putuskan sambungan
telefonnya akan kembali menelfonnya.
Taylor susah payah menelan ludahnya, ia takut Sherine
marah padanya atas kelancangannya ini, hingga membuat kondisi Sherine
semakin memburuk. Tidak, Taylor tak ingin itu terjadi, ia begitu
menyayangi peri kecilnya itu, “i'm sorry Sher, aku tak bermaksud
lancang padamu, aku hanya ingin...”.
“aku mengerti. Tapi tidak sekarang, Tay”. Masih
dengan mata yang sayup Sherine tetap tersenyum simpul mencoba
mengerti akan tindakan Taylor yang hampir memberitahu segalanya pada
Niall.
Taylor membantu Sherine mengatur posisi ranjangnya agar
ia bisa bersandar, “ Aku belum siap jika ia mengetahui semua ini
sekarang. Jika suatu saat ia memang perlu tau tentang ini, itu bukan
dari mulutmu, aku sendiri yang akan memberitahunya”. Lanjut
Sherine.
“perlu? harus, Sher! Ia harus tau kondisimu saat ini,
dan kapan kau akan memberitahunya? Setelah semuanya sudah terlambat?
Tidak, Sher. Itu akan membuatnya semakin berdosa padamu, ia akan
merasa tak berguna untukmu”. Sambar Taylor yang terus menatap lurus
Sherine.
“berdosa? Of course, No. Ia tak mungkin seperti itu,
ia sudah tak mencintai aku lagi kok, kan sudah kukatakan, ia sudah
memiliki gadis lain di hatinya, dan aku bahagia akan itu”. Sherine
masih menjawabnya dengan lembut, mencoba mengimbangi kondisinya saat
ini pasca menjalani radioterapi pagi tadi.
“bahagia? Kau sakit dan menutupi sakitmu itu dengan
mengorbankan cintamu kau bilang kau bahagia?”. Taylor mendengus
mencengkram hebat ujung rambutnya, tak habis pikir bahwa Sherine
terus membohongi perasaannya sendiri.
“Sherine, aku memang tak tau ia seperti apa, sosoknya
seperti apa, bagaimana sifatnya, tapi aku tau satu hal tentangnya.
Aku yakin ia masih mencintaimu, Sher”. Ucap Taylor yang kini
melembut, menatap peri kecilnya lurus, seakan ia sudah mengenal dekat
dengan Niall.
Taylor memang tak tau sama sekali tentang Niall, bahkan
tentang One Direction. Salah satu persoil 1D yang ia tau hanyalah
Harry, karena tak sedikit yang membicarakan ia dimana-mana. Mungkin
Taylor juga tak menyadari bahwa tadi ia berbicara dengan Harry One
Direction lewat telfon. Taylor memang tak begitu update tentang music
atau dunia hiburan, yang ia tau hanyalah news dan dunia kesehatan.
Karena itu, sulit untuk Taylor mencari tau siapakah
Niall yang Sherine maksud, ia juga tak memiliki banyak waktu untuk
mencari pria itu karena jadwal kerjanya yang cukup padat. Tentu bukan
hanya Sherine sajalah pasiennya. Tapi bisa saja ia bertanya langsung
pada Sherine tentang pria itu dan keberadaannya. Tapi itu mustahil,
karena Sherine tak memberikan secuilpun informasi keberadaan Niall,
bahkan Taylor juga tak tau sampai saat ini siapakah penghuni rumah
disamping rumah Sherine.
“bagaimana kau bisa bicara seperti itu sedangkan kau
tak pernah mengenal ataupun melihatnya?”. Kata Sherine
menyepelekan.
“entahlah, kurasa aku melihatnya lewat matamu, aku
melihat sosok lain dimatamu”. Jawab Taylor kembali menatap lurus
Sherine, mencerna betapa indahnya warna mata pasiennya itu.
Taylor keluar sebentar, dan kembali dengan membawa
segelas air dan beberapa bungkus yang sepertinya bungkus obat-obatan.
Taylor memberikan pil juga segelas air untuk Sherine, pil yang memang
harus diminum sebelum ia makan, Sherine berusaha keras menelannya,
karena ia harus menelan tiga pil sekaligus.
“hhuh.. sudahlah, Tay. Lagi pula ia sudah memiliki
seseorang yang mencintainya saat ini, dan itu sudah lebih dari cukup
bagiku”. Sahut Sherine sambil menyerahkan kembali gelasnya pada
Taylor.
Kini Taylor sudah terlalu geregetan dengan sikap Sherine
yang selalu memalingkan dan mencoba menghilangkan perasaannya itu,
“lagi pula? Itu artinya kau masih mencintainya, Sher. Kau tau itu
tapi kau tak mau menunjukkan itu padanya dan tak mau mencoba untuk
mempertahankan cintamu. Disaat seseorang yang dengan susah payah
mencari cinta sejati, kau malah membiarkan cinta sejatimu pergi, ada
apa denganmu?”.
Taylor sudah naik pitam, ia memang sering membujuk
Sherine untuk tidak membuat suatu rahasia kepada siapapun tentang
kondisi juga persaannya, tapi kali ini ia seperti memaksa Sherine
untuk melakukan perintahnya, untuk membongkar itu semua, tak ada lagi
yang namanya rahasia.
“aku mohon, Tay. Jangan paksa aku, aku bisa memilih
jalan hidupku sendiri”. Sanggah Sherine, mengalihkan pandangannya
dari tatapan ganas Taylor.
“fine! dan kuharap kau tak salah mengambil jalan”.
Ucap Taylor pergi dari hadapan gadis itu, ia kembali putus asa,
karena lagi-lagi ia gagal membujuk Sherine untuk memberitahukan
semuanya pada pria yang kini Taylor tak tau keberadaannya itu.
“Taylor!”. Tahan Sherine, mencoba menahannya, namun
justru Sherine yang telah ditahan oleh selang infus yang jarumnya
masuk ke dalam kulit putih tangannya.
“jangan mencoba untuk menemuiku sampai 'ritual' minggu
depan”. Akhir Taylor sebelum membanting pintu.
~NLS~
|To Be
Continued|
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo
ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing
banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO,
jangan cuma baca aja yawh :) If
you want respect, then respect others!
Don't
forget to send ur feedback! Or visit my twitter account
@FathimHaddad501
for
send your comment. Thank's :)
Sampe
ketemu di part 9 ;)




0 comments:
Post a Comment