Sunday, April 7, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 2}

Posted by Unknown at 8:14:00 PM
 
Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 2}

Author: @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
         - @SherineCArifa as Sherine Arifa
         - @OfficialTL as Taylor Lautner
         - @christiemburke as Christie burke
         - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato




|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)




~NLS~


_Niall pov_


Sejak delapan bulan silam aku menutup hati ku rapat-rapat, dan kini aku akan mulai membukanya kembali, namun kali ini aku akan berhati-hati memilih cinta. Bukan, maksudku menemukan cinta yang sesungguhnya, tak mau hal itu terulang lagi, mencintai seseorang yang ternyata ia tak mencintaimu?

Mungkin untuk seusiaku mencari cinta itu harusnya mudah, tapi tidak untuk seenak jidat mengatakan bahwa dialah cinta kita, itulah yang sulit untuk ku lontarkan sekarang, entahlah, aku cukup sulit untuk melupakan gadis yang seketika mampu membuatku sadar bahwa diantara kami sebenarnya tak ada latar cinta, tapi aku akan terus mencoba, membuktikan padanya bahwa aku bisa melakukan apa yang ia inginkan saat hari itu. Mencari cinta sejati. Dan itu... bukan dia.

Karna ialah kini aku menjadi seorang yang bersikukuh untuk mencari cinta yang benar-benar sejati, dialah yang telah mencuci otakku untuk menemukan cinta sejati, mantan kekasih, ah.. bukan, sahabatku, Sherine Arifa.


~NLS~


Menentukan pakaian yang akan kukenakan itu lebih sulit dibandingkan menentukan yang mana makanan yang harus kulahap terlebih dahulu. Masalahnya hari ini aku harus menghadiri sebuah acara pribadi pertunangan temanku. Mungkin aku tak akan serepot ini jika aku dalam One Direction, karena sudah ada crew yang menyediakannya untuk kami.

Sudah hampir setengah jam aku berdiri tegak didepan lemari pakaian ku, hanya meletakkan kedua tangan di pinggang, sesekali menggaruk- garuk kepala dan dagu, memperhatikan seisi lemari tersebut dari sudut kanan hingga sudut kiri. Aku sadar betul ini pertama kalinya aku memutar otak hanya untuk memilih pakaian yang pas untuk aku kenakan kesebuah acara formal. Tapi apa ini karena aku pergi dengannya?

Ayolah Niall! ini bukan menghadiri pertunangan anak kerajaan, apa susahnya mengambil sebuah kemeja putih, setelan black blazer, dan sepasang sepatu pantofel, itu saja!”. Teriakan nyaring itu berhasil membantuku dalam kegalauan memilih pakaian yang tepat.

dasar norak! Aku tau, ini pertama kalinya kau menghadiri sebuah acara formal selain bersama boyband mu itu, iyakan?”. Ocehnya amat sangat bawel yang sekarang sudah masuk kedalam kamarku, karena sedari tadi lelah menungguku di ruang tamu.

Ku ambil pakain yang disebutnya tadi, tanpa memperdulikan ocehannya. Dengan cengiran keberhasilan kupandangi pakaian ditanganku sekarang. Kudengar sedikit dengusannya saat aku melaluinya masuk kekamar mandi, tetap seolah tak menyadari kehadirannya.

Pakaian itu berhasil melekat ditubuhku, mengamati hasil pantulan cermin dihadapanku sekarang, “ perfect!”. Singkatku menyunggingkan alis kiriku.

cepat, bodoh! Kita terlambaat!”. Teriaknya yang ternyata masih dikamarku, karena suaranya yang begitu nyaring sampai menggema di dalam kamar mandiku ini.

Setelah menyemprotkan sedikit parfume, aku keluar dari kamar mandiku, “bagaimana?”. Ucapku menanyakan pendapatnya, bergaya bak model profesional, berharap ia terpesona oleh wujudku saat ini.




hehhhh..”. Dengusnya lesu tak perduli, “cepat tangkap ini”. Ia melemparkan kunci mobilnya asal dan kutangkap dengan penuh keterkejutan, kami pergi menggunakan mobilnya, karena mobilku yang kutinggalkan di rumah Harry kemarin.

Kutatap punggungnya yang menghilang dari daun pintu kamarku. Memori beberapa bulan silam, disaat kami masih bersama. Aku mengingatnya lagi, kata-kata terakhirnya sebelum mengakhiri hubungan itu. Tertunduk sesaat menatap sepatu pantofelku yang mengkilat, “apa ia sudah menemukan apa yang ia cari?”. Ucapku sendiri.

WHAT?!”. Ia kembali, “umm.. tidak”. Jawabku mengangkat wajahku.

Ia memutar bolamatanya, “ayo cepat!”. Ia menarikku, karena aku masih diam ditempat.

aku bisa jalan sendiri Sher, lepaskan”. Pintaku melepaskan genggamannya, dan berjalan lebih dulu.

aku tidak akan menarik tanganmu seperti itu jika kau tidak lelet!”. Omelnya menyusulku.

Karena temanku yang bertunangan adalah temannya juga, dan memang rumah kami yang hampir berdempetan, jadi terpaksa kami jalan bersama.

dan jika kau tak meninggalkan mobil barumu itu, sudah ku tinggal kau sedari tadi dan aku juga tak akan mau pergi bersamamu!”. Tak perduli aku mendengarnya atau tidak, ia terus menggerutu. Entah kenapa ia benar-benar berbeda sekarang dari yang dulu, Sherine kekasihku dulu.

kau fikir aku sengaja meninggalkannya?”. Belaku sebelum membuka pintu mobil untuknya.

Sherine membenarkan gaun hitamnya yang panjang saat masuk kedalam mobil, “okay, kumaafkan”. Ucapnya membenarkan posisi duduknya, “hahh? memangnya apa salahku?”. Ku banting sedikit pintunya lalu menuju pintu kemudi, dan masuk kedalam.

Suara jeritan mesin mobil Sherine menjadi backsound percakapan kami sekarang, “salahmu karena sudah membuang waktu hanya untuk memilih pakaian yang membuat kita terlambat ke acara utamanya, Niall-Ho-ran”. Jawab Sherine bertele-tele.

Tak memperdulikan jawabannya lagi, aku merapihkan tumpukan kertas dan map di atas dashboard, “kenapa kau selalu menaruh apa saja disini? Ini mengganggu penglihatan, kau tau?”. Ucapku memindahkan kertas-kertas dan beberapa map itu yang ku tau ini adalah tumpukkan dokumen hasil pekerjaanya.

Sherine adalah seorang reporter berita yang biasa terjun langsung kelapangan. Sudah sekitar tiga bulan ia menggeluti pekerjaanya itu, tepatnya saat beberapa minggu kami menyudahi hubungan itu. Mungkin karena pekerjaannya itulah yang membuatnya berubah menjadi gadis yang banyak bicara dan terlalu ceria, tidak lagi sherine yang pendiam dan lembut. Tapi itu bagus, dengan begitu aku sering terlupa bahwa ia pernah menjadi kekasihku.

eh, yang ini biar kusiampan di tas”. Ucapnya tiba-tiba merebut sebuah map putih di tanganku saat aku belum sempat mencerna label pada map terakhir yang kupindahkan itu.

Aku hanya melihatnya berusaha melipat lipat map itu sekecil mungkin agar dapat masuk kedalam tas kecilnya itu, “kau tunggu apa lagi? Ayo cepat jalan!”. Tegurnya menyadari aku yang telah memperhatikannya.


~NLS~


|Flashback On|


Masih dengan sepasang cempal yang membungkus tanganku, kuangkat mangkuk almunium itu, lalu sedikit berlari menuju pintu keluar rumah, sambil menghirup aroma yang keluar dari mangkuk tersebut, aku memasuki sebuah rumah tepat disebelah kiri rumahku, “Sherine! Aku bawa sup Irish Stewnya! Kau tau? Aku berhasil membuatnya sendiri!”. Ucapku antusias.

Aku sudah berada di ruang makannya, menaruh mangkuk itu dan memanggilnya lagi yang tak kunjung datang, “Sher? Where are you? Cepatlah aku kelaparan”.

Langkah kakinya mulai terdengar, ku angkat mangkuk sup itu lagi dan menghampiri asal suara tapak kakinya itu, “tadaaa!”. Ku suguhkan mangkuk itu tepat didepan wajah yang terhias senyum manisnya, “Babe? Mata dan hidungmu merah, kau flu lagi?”. Tebakku, lalu ku letakkan mangkuk sup ku diatas meja makan yang tak jauh dari kami berdiri.

apa aku harus menjawabnya?”. Ucapnya tersenyum, ya.. memang seharusnya aku tak perlu menanyakan hal itu untuk yang kesekian kalinya, hanya untuk mendapatkan sebuah jawaban yang sama saja, karena memang sudah langganan Sherine memiliki penyakit ringan itu, entah alergi atu apa, ia sendiripun tidak tau, bak kewajiban hidungnya memerah karena tersumbat setiap minggu bahkan hampir setiap harinya. Tapi ia tak seperti itu sejak lahir, katanya semenjak ia pindah kesini beberapa tahun lalu hidungnya sudah mulai bermasalah, entah apa karena ia tidak cocok dengan udara disini, mengingat ia berasal dari Indonesia yang iklimnya tropis, selalu panas katanya.

Kulihat ia menggenggam sesuatu, map berwarna putih dengan lebel berwarna biru muda yang asing bagiku, menggantung ditangannya.




“itu map apa?”. Tanyaku. Namun Sherine malah menyembunyikan map itu dibalik tubuhnya.

tidak, bukan apa-apa. Hanya map biasa yang baru ku beli”.

untuk apa?”.

sudahlah, hanya map biasa. Tak usah dibahas”. Ucapnya, seraya kembali kekamar untuk meletakkan map putih itu mungkin.

kau tak pernah memeriksakannya?”. Tanyaku sekembalinya ia dari kamarnya. Sherine memang tak terlalu memikirkan kondisinya yang menurutnya hanya biasa-biasa saja, memang flu adalah penyakit yang setiap orang pasti pernah mengalaminya, oleh karena itu, Sherine tak pernah ambil pusing akan kelainan pada hidungnya tersebut.

Mungkin terlalu muak dengan perintahku untuk memeriksakannya, jadi ia turuti itu, “sudah pagi tadi, dan dokter bilang hanya penyakit keturunan, hhaha.. aneh bukan? Sudahlah, mana supnya?”. Ucapnya tersenyum lembut, lalu ku palingkan tatapanku ke meja makan, dan Sherine mengikutinya.




hmm.. Inikah Irish Stew yang kau bilang? Kau bisa membuatnya sendiri? Aku tak percaya”. Ucapnya tersenyum bahagia setelah sampai dihadapan sup yang kubawa tadi.

Aku menyusul duduk di hadapannya, “sudaah jangan banyak bicara, cepat kau coba, jika kau bilang enak, maka aku akan menghabiskannya”. Ucapku yang sudah tak tahan lagi menahan perutku yang sudah menggeruyuk.

aahh... Ku kira kau memberikannya untukku, jadi kau hanya ingin aku menyicipinya saja?”. Sherine mempoutkan bibirnya sebal, dan aku hanya tertawa kecil melihat wajah lucunya.

well, karena aku baik hati, kita akan menghabiskannya berdua, okay?”. Ucapku memberikannya sendok, “ummmmm.. Niall! kau pintar memasak juga rupanya”. Ucapnya yang sudah melahap sup itu duluan.

Aku menyusul merendam sendok ditanganku kedalam mangkuk, “hhaha.. ini pertama kalinya aku masak, bodoh! Jadi kalau memang enak itu bukan karena aku pintar memasak, tapi karena sudah takdirnya, kau tau”. Ucapku dengan bangga kemudian menyeruputnya.

terserah kau saja!... eh! Aku ingin mengatakan sesuatu padamu”. Sherine menghentikan santapannya, meletakkan sendoknya disamping mangkuk sup yang kami santap bersama.

what?”. Aku mulai menyantap isi sup buatanku itu yang sudah tak mengepul, beberapa jari-jemari meraba lembut tangan kiri ku yang menganggur, tangan gadis berdarah asli Indonesia itu berhasil menghentikanku menikmati Irish Stew ini. ia menatapku lembut, selembut genggamannya kini.

Niall, sahabat kedengarannya lebih bagus untuk hubungan kita...”. Wajahku pasti terlihat jelas perubahannya, tak ada goresan senyum lagi di bibirku, semakin memperhatikan gerakan bibirnya. Hanya sebaris kalimat mampu membuatku mengerti bahwa hubungan yang sudah kami jalani hampir dua tahun belakangan ini akan berhenti sampai kalimatnya itu berakhir.

hmm.. kau tau? Kurasa kita lebih terlihat sebagai sahabat, bukan sepasang kekasih”. Ku letakkan sendokku didasar meja, sedikit mengulur tanganku agar terlepas dari genggamannya, dan Sherine membiarkannya. Aku melipat tanganku di atas meja, menatapnya lebih dekat, “why? Kenapa kau bicara seperti ini?”. Mulaiku, meminta penjelasannya.

Sup didalam mangkuk itu sudah tak kami senggol lagi, menggenang dengan tenang, ikut mendengar percakapan kami yang semakin menegang, “aku merasa bahwa aku hanya sekedar suka padamu...”. Sekedar? Ini menjadi kata paling mengerikan untukku saat ini, “... dan kau pun juga begitu ku lihat, is it?”. Entah sejak kapan ia mempunyai kelebihan meramal seperti itu, tapi tepatnya adalah peramal gadungan yang ramalannya gagal total.

Aku menyandar di kursi tempatku duduk sekarang, memperhatikan sekitar ruang makannya yang hanya sekedar melihat, namun tak mencerna apa yang kulihat, “hah.. atas dasar apa kau bicara seperti itu?”. Tanyaku kembali menatapnya.

Sherine menggulung rambut hitamnya untuk ia ikat,“tidak untuk apa-apa, hanya saja aku ingin membiarkanmu mencari cinta yang benar-benar sejati untukmu, dan itu bukan aku”. Terlihat amat sangat relax mengatakannya, berhasil membuatku bungkam seribu bahasa akan perkataanya itu.

Dudukku sudah mulai gelisah, ia terus mengeluarkan kalimat-kalimat aneh lagi, “begitupun denganku, kau bukanlah cinta sejatiku, Niall”. Jadi selama ini ia pikir aku bukanlah cinta sejatinya? Skucmat! Begitu mulusnya ia mengatakan hal itu, namun berduri bagiku menerimanya masuk kedalam telingaku.

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, mulutku sudah benar-benar terkunci. Sherine, ternyata ia tidak mencintaiku, selama hampir dua tahun ini, ia hanya menyukaiku? Apa aku juga begitu? Kalimat-kalimatnya tadi membuatku lupa akan perasaan yang sesungguhnya aku rasakan padanya, satu hal yang baru kuketahui lagi tentangnya, ia tak pernah mencintaiku, Sherine Arifa tak pernah mencintaiku.....

dengar, kita akan mencari cinta sejati itu, kau dan aku, akan menemukan cinta sejati masing-masing, okay?”. Sarannya itu membuatku muak seketika, tanganku mengepal di bawah meja, itukah yang ia inginkan? baiklah, aku akan membuktikannya, bahwa aku dapat menemukan cinta sejatiku, dan itu bukan dia!

umm.. niall, aku harus kembali keloteng, mengambil tumpukan sampah dan barang-barang bekas yang harus kubuang, kau tunggu di...”. Lanjut Sherine beranjak dari kursinya

no, aku juga harus pulang, ada show ku bersama The boys tiga jam lagi, dan aku belum mandi”. Potongku bohong, lalu meninggalkannya lebih dulu di ruang makan. Aku takut, semakin lama aku disini, aku akan semakin merasakan sakit, dan emosi yang tak dapat ku kontrol lagi akan tumpah saat ini juga.

Sampai didaun pintu Sherine memanggilku, “Niall, supnya?”. Tahannya, “aku sudah kenyang, kau habiskan saja, kau suka kan? Kapan-kapan saja kau pulangkan mangkuknya”. Ucapku yang sudah siap menarik gagang pintu.

Niall, wait!”. Tahannya lagi, “friendship?”.

Sudah? Sampai disini sajakah hubungan ini? “friendship”. Ya, mungkin kami memang lebih pantas menjadi sahabat....


|Flashback Off|


~NLS~


Di perjalanan pulang, setelah kami menghadiri pertunangan teman kami, “Sher, sudah setengah tahun lebih sejak kau memutuskan untuk mencari cinta sejati, apa kau sudah menemukannya?”. Tanyaku.

Aku sadar kini ia melihatku tak percaya menanyakan hal semacam ini untuk pertama kalinya sejak hari itu, “menurutmu?”. Ucapnya, memintaku menebak, “belum. Dengar, ini hanya tebakanku”. Kataku.

hhahaha.. umm.. yaaa, memang belum, mungkin suatu saat nanti cinta sejatiku itu akan datang dengan sendirirnya, entah kapan, bagaimana denganmu, Niall?”. Ia balik bertanya, dan aku hanya menggeleng tetap fokus menyetir, memperhatikan jalan.

Dan akhirnya aku memberanikan diri bertanya padanya, tentang apa yang kulihat di pesta pertunangan temanku tadi. Sherine, dengan seorang pria berkulit sedikit gelap dariku.... , “lalu, siapa pria yang bersamamu tadi? Ia terlihat begitu akrab denganmu”. Tanyaku. Terbayang sesosok pria berambut hitam dan beralis tebal tadi, dimana ia mengusap lembut hidung Sherine yang entah kenapa membuatku berapi-api saat itu.

Sherine bangkit dari sandarannya, menatapku tajam, “kau melihatnya? Umm.. apa kau juga mendengar pembicaraan kami? Dimana kau saat aku bersamanya?”.


~NLS~









|To Be Continued|


Don't forget to send ur feedback! or visit my twitter account @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 3 ;)

0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea