Sunday, May 5, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 12}

Posted by Unknown at 10:08:00 PM


Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 12}

Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato



|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Niall pov_


Tapi, bukankah didalam surat itu aku berjanji untuk mengatakan langsung padanya? Ya, aku akan menepati janji itu, walaupun ia tak membaca isi surat itu, aku yang akan membacakan surat itu untuknya.

Belum sempat mengatur kata demi kata agar menjadi sebuah kalimat pembuka, memutar otak mengingat apa yang kutulis dalam suratku untuknya waktu itu, sekilat cahaya mengganggu mataku. Aku mencari asal kilatan itu yang ternyata berasal dari hadapanku, di tangan Sherine.




Tepat melingkar di jari manis kirinya. Sebuah cincin perak berlian?

kau, cincin?”. Sambarku begitu saja setelah melihat benda yang berhasil mencuri pandanganku dari Sherine, berhasil membuyarkan fikiranku akan surat dan janji yang kubuat untuk Sherine. Aku tau Sherine jarang, bahkan tak pernah memakai cincin di jarinya. Hingga muncullah sesuatu yang kutakutkan selama ini dalam fikiranku. Sesuatu yang kuharap tak akan pernah terjadi. Namun....

astaga, Niall. Aku hampir lupa. Maaf, aku tak mengabarimu tentang ini. Habis, kau menghilang tanpa pamit denganku, jadi aku tak mengundangmu waktu itu ke pesta pertunanganku”. Apa? Tadi dia bilang apa?

apa? Pertunanganmu?”.

ya, kenapa?”.

Apa? Hari apa ini? Apa sekarang tanggal satu April? Apa setelah ini ia akan meneriakiku dengan mengatakan 'April Fools!' begitu?

dengan, Taylor?”. Tanyaku hati-hati. Lalu Sherine menjawabnya dengan cepat dan tanpa ragu.

tentu saja, bodoh! Memang siapa lagi kekasihku saat ini?”.

Kekasih? Ia bertunangan dengan kekasihnya? Taylor Lautner? Kenapa? Kenapa ia melakukan ini padaku? Apa salahku? Kenapa ia begitu mudah meyakitiku? begitu mudah membuatku hancur, begitu mudah membuatku lemah dalam sesaat. Aku merasakan sesuatu yang tertancap tepat dijantungku. Sakit! Aku tak bisa menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini, yang aku tahu, aku hancur, aku rapuh, aku.. aku tak akan pernah mau mencintaimu lagi Sherine. Cukup sampai denganmu, cukup aku mencintai seseorang yang justru menyakitiku. Seharusnya aku mendengarkan Zayn. Ia telah mempermainkanku!

eh, ku dengar di infoteiment kemarin. Kau tak bersama Demi? Benarkah?”. Aku tau, sekarang pasti ia sedang merasa bahwa ia adalah pemenang atas apa yang ia sarankan, merasa bahwa ia yang lebih dulu menemukan cinta sejatinya. Baiklah, kau menang Sher! Kau puas?

Niall? Kau tidak apa-apa? Tadi, kau bilang kau menulis surat untukku, surat apa? Kau ini, seperti anak kecil saja, masih pakai surat-suratan. Kau kan bisa menelfonku dan bicara langsung padaku”. Lanjutnya. Ya, aku memang anak kecil yang dengan mudahnya kau buat menangis.

aku hanya pamit padamu untuk tinggal di flat dan akan sibuk dengan persiapan tourku, karena waktu itu kau tak dirumah dan handphonemu tak aktif, jadi aku menulis surat”. Jawabku seolah menyindirnya bahwa itu murni bukan kebodohanku saja tapi karena kesalahannya juga. Kenapa waktu itu ia tiba-tiba menghilang, bilang saja kau tengah sibuk mempersiapkan pestamu itu, Sher!.

oh, Niall. Aku menyesal.”.

aku harus pergi”. Tak perduli apa yang ia sesali, aku beranjak dari sofa berduri itu, meninggalkan Mocachino beracun yang baru dua kali ku teguk.

tapi kau kan baru sampai”. Ucapnya menyusulku yang sudah membuka pintu kayu berwarna hitam itu.

aku mau kerumah Harry, mengambil mobilku yang kutinggalkan dirumahnya, lagi”. Akhirku bohong, sambil menuruni tiga anak tangga tanpa menoleh kewajahnya lagi.

baiklah, bye”. Teriaknya sebelum aku membanting pintu rumahku. Masa bodoh ia mendengarnya atau tidak.

Aku mengurung diriku kini dikamar, ingin rasanya aku menghancurkan seluruh isi kamarku ini, sama seperti ia menghancurkan hati ini dengan mudahnya. Tak sadarkah ia, betapa menyakitkannya aku menerima kabar itu dari mulutnya sendiri. Tak sadarkah ia, betapa aku mencintainya melebihi apapun.

Apa yang ia punya? Sehingga aku tak bisa menjauh darinya, sehingga membuatku sulit untuk melupakannya, apa? Bahkan cinta pun ia tak punya untukku. Lalu kenapa, Niall! Kenapa kau masih terus berharap padanya? Bukankah ada Demi yang mencintaimu? Itu lebih baik dari pada kau mencinta seseorang yang tak mencintaimu, bukan?

Dengan adanya Taylor Lautner, bukankah jelas bahwa Sherine sudah tak mencintaimu lagi, Niall? Jadi untuk apa kau menulis surat itu? Toh Sherine akan tetap memilih Taylor ketimbang dirimu sendiri, Bodoh!

Aku sadar, mungkin memang bukan Sherinelah cinta sejatiku, bukan Sherinelah yang harus ku cintai. Harusnya aku tetap menyendiri seperti saat sebelum aku mengenal Sherine, harusnya aku tetap menunggu seseorang yang benar-benar mencintaiku. Aku terlalu cepat mengambil langkah saat itu, aku begitu termakan oleh bujukan teman-temanku untuk mengakhiri kesendirianku. Aku salah, ya. Dan kau benar, Sher. Mungkin seharusnya aku hanya sekedar menyukaimu.

Aku mengambil ponselku. Menghubungi seseorang yang pasti bisa menolongku dalam mengatasi amarahku ini.

hallo, Zayn? Apa dirumahmu masih banyak makanan?”.


_Niall pov End_


~NLS~


_Sherine pov_


baiklah, bye”. Teriakku sebelum ia membanting pintu rumahnya.

Ku kunci pintu itu buru-buru, berlari kekamar menahan tangis. Melempar rambut keriting ini kesembarang tempat, melepas hearing aid yang kukenakan ditelingaku, melemparnya yang juga entah kemana, dan mematahkan kacamataku lalu menginjaknya dengan penuh amarah.

Akhirnya, menangis sejadi-jadinya sekarang, tak perduli dengan janji yang kubuat tepat satu tahun yang lalu itu. Ingin berteriak sampai teriakan ini masuk ke dalam telingaku, namun tetap saja tak bisa. aku bahkan tak bisa mendengar suara tangisanku sendiri tanpa alat yang kulempar tadi. Tangisan dari penyesalan atas kebodohan yang kubuat sendiri.

Aku jatuh lemas di lantai, duduk bersandar di bibir ranjang, memeluk kedua dengkulku, mencengkram hebat celana jinsku, berusaha terus mengeluarkan air mata ini sampai habis, sampai tiris, sampai tak ada setetes pun yang keluar lagi, hingga aku tak perlu melanggar janjiku untuk tidak menangis lagi.

Aku membuka laci disampingku, meraih sesuatu didalam laci itu. Membuka halaman akhir Diary ini, dan menangis lagi melihat apa yang tergeletak tenang didalam sana.

Lagi-lagi. Lagi-lagi aku membohongimu Niall, aku membohongimu! Aku memang tak pantas untuk kau ampuni. Dan aku tak pantas untuk kau cintai!


|Flash back On| (Two days ago)


'Diary Princess Nose

'5 February . 08:38 pm.

Tiga bulan yang melelahkan, tiga bulan aku tak menggoreskan tinta hijau ku di atas kertas putih dalam diary ini, tiga bulan pula aku merindukanmu wahai sahabatku, .... Niall, apa kabarmu? Ku dengar kau semakin sibuk akhir-akhir ini bersama One Direction..'

Ku hentikan goresan tinta ini sesaat, teringat sesuatu yang kusimpan di halaman terakhir Diary ini. Sebuah surat, dari Niall.

Aku membuka lembar halaman belakang Diary ini. Kudapati sepucuk surat masih tersimpan rapih sejak beberapa bulan yang lalu, saat aku menemukan benda ini untuk pertama kalinya menggeletak dengan tenang di bawah pintu rumahku. Aku belum membukanya, tepatnya aku belum membaca isi surat itu satu katapun.

Ku buka surat itu akhirnya, dan membacanya...

'Sudah satu jam aku dihadapan kertas ini namun tak ku goreskan apapun diatasnya. Aku bingung harus memulainya dari mana, sama seperti saat aku bingung harus memulai dari mana untuk mengungkapkan persaanku padamu dua tahun silam..'. Aku berhenti membacanya. Ya, dan sekarang sudah tiga tahun jika kita masih bersama, Niall.

Aku melanjutkan lagi..

'..., sampai teman-temanku ikut andil untuk mengatakannya padamu. Haha, aku tau aku tak gentleman saat itu, sorry.

Ya, maaf. Aku minta maaf padamu sebelumnya, Sher. Tujuanku menulis surat ini. Pertama, karena aku tak melihatmu belakangan ini sehingga aku tak dapat mengatakan semua ini langsung padamu. Dan kedua, Sebanarnya aku tak benar-benar bersama Demi, Sher. Maksudku aku tak benar-benar mengatakan bahwa aku mencintainya seperti apa yang kukatakan di hadapanmu waktu itu...'. Aku mengingat kejadian itu, dirumahnya.

Dimana sebelumnya aku membohongi Niall bahwa aku dan Taylor, date. Keputusan yang kubuat sendiri tanpa sepengetahuan Taylor sendiri. Keputusan yang kubuat agar memastikannya bahwa aku benar-benar tak mencintainya lagi.

Dan kata-kata itu, yang ditujukannya untuk Demi. Apa? Tak benar-benar mengatakannya? Kata-kata yang mampu membuatku membeku sesaat, dan sekuat tenaga aku berusaha agar tak melanggar janjiku untuk menangis lagi, itu tak benar-benar dikatakannya untuk gadis itu? Jadi? Sebenarnya, mereka tak ada hubungan apapun?

'..., Aku, aku hanya ingin melihat sikapmu setelah aku mengeluarkan kata-kata itu, tapi sikap itu tak menunjukkan apa yang ku harapkan. Kau terlihat biasa-biasa saja mendengarnya, tidak menatap tajam mataku lalu pergi menahan tangisanmu yang hampir pecah saat itu juga. Ya, aku mengharapkan itu, Sher. Karena aku, karena aku masih mencintaimu...'. Aku menutup mulut ini dengan tanganku karena terkejut akan tulisan itu. Gemetar jari-jemariku kini. Mataku memanas, siap mengeluarkan air mata ini. Semakin panas karena aku berusah agar air mata ini tetap berada didalam.

'..., Maaf, lagi-lagi aku tak mengatakannya langsung padamu. Tapi aku ingin, suatu saat aku mengatakannya dihadapanmu, aku ingin kau mendengar langsung dari mulutku, bahwa aku benar-benar mencintaimu...'. Tak bisa, aku tak bisa menahan air mata ini yang sudah menggenang, siap untuk terjun hingga membasahi suratnya.

'..., Tak seperti apa yang kau katakan waktu itu. Saat kau memutuskan untuk membuat kesepakatan konyol itu. Aku sama sekali tak menyukaimu, Sher. Tapi aku mencintaimu. Entah kenapa aku bodoh sekali melepaskanmu begitu saja saat itu. Seperti layangan yang terputus tapi aku tak berusaha sekecilpun untuk mengejarnya dan mendapatkannya kembali, dan berjanji agar tak membiarkan layangan itu terputus dari talinya lagi.

Tapi aku terlambat. Saat aku baru menyadari betapa berartinya layangan itu dihidupku, aku mencoba untuk mencari layangan itu kembali. Namun ternyata, layangan itu sudah terbang jauh, sangat jauh, Sher. Hingga aku tak bisa mencapainya kembali. Tak bisa, karena kau telah menemukan Taylor...'. Tidak, Niall. Bukan Taylor, bukan!

'..., Sher, aku lega tengah mengatakan semua ini padamu. Aku hanya ingin kau tau, bahwa aku sudah mencintaimu sejak dua tahun yang lalu dan masih mencintaimu hingga kini. Kaulah cinta sejatiku, Sherine Arifa.


Ahh, by the way, kemana kau selama ini? Kenapa kau tak mengabariku tentang kepergianmu yang entah kemana secara mendadak ini. Karena ini pula aku jadi tak bisa pamit padamu langsung. Mulai besok aku akan tinggal di flat management bersama yang lain, kami akan mulai mempersiapkan tour album kami. Doakan kami, Sher. See ya.'

Aku tertunduk lemas, aku tak percaya apa yang terjadi padanya selama ini, bahwa sebenarnya Niall dan gadis itu tak memiliki hubungan seperti apa yang ku fikirkan selama ini. Aku memejamkan mataku, merasakan beningnya air mata yang jatuh, namun dengan cepat ku hapus air mata ini, aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tak akan menangis lagi.

Aku kembali membuka halaman diaryku yang tulisannya belum kuselesaikan. Seraya menahan tangisan ini dengan mengatup rapat bibirku, susah payah ku mengatur gemetarnya tangan kanan ini karena isakan yang ingin tumpah sekarang juga, menuliskan apa yang ada didalam hati dan fikiranku..

Niall. Aku sudah membaca surat darimu, semua, juga tentang hubunganmu dengan Demi yang ternyata hanyalah kedustaanmu untuk melihatku cemburu. Ya Niall, aku cemburu padanya, sangat amat cemburu, bahkan sakit yang kurasakan saat itu didalam hatiku kutahan sedemikian rupa agar kau tak menyadarinya.

Tapi, aku menyesali hal itu, Niall. Bukan karena kecewa, tapi kenapa kau tak benar-benar berhubungan dengan dia. Maksudku dengan, Demi. Jadi sebenarnya kau belum menemukan cinta sejatimu? Kenapa? Kenapa aku baru tau sekarang? Disaat semuanya sudah benar-benar terlambat...

Tak ku sangka efek dari 'ritual' itu akan seperti ini, harusnya aku tetap menolaknya, harusnya aku tak perlu melakukan kemo atau radioterapi itu, ini salahku sendiri, aku tau efeknya akan seperti apa, tapi aku tetap meminta Taylor untuk melakukannya. Hingga pada akhirnya efek itu membuatku semakin tak nyaman, membuatku berusaha keras menutupinya lagi. Efek itu lebih parah dari yang ku bayangkan sebelum memutuskan untuk melakukannya.

Gangguan pada telinga juga mataku, sebelum aku mengetahui penyakit ini aku sudah merasakannya, tapi tak separah sekarang, hingga aku harus menggunakan alat bantu dengar dan kacamata itu. Belum lagi helai rambutku yang semakin menipis...

Tay bilang hanya sedikit sekali kemajuan, lalu untuk apa aku melakukannya selama tiga bulan penuh ini? Tapi.. aku tak boleh menyalahkannya, ia sudah mencoba menolongku sebisanya. Aku tau ia sudah berusaha keras untukku. Aku sendirilah yang harusnya disalahkan, aku terus mengikuti apa yang Taylor minta untuk kesembuhanku, tapi aku tak pernah mau untuk berusaha sembuh, tak ada kemauan dari dalam diriku ini, hingga membuat semua ini percuma. Percuma.

Tapi aku sadar bahwa memang tak ada harapan lagi untuk melawan kanker ini. Semua penderita kanker yang aku tau berakhir pula dengan kematian. Jangankan yang terkena kanker, yang tidak pun bukankah mereka semua akan kembali pada-Nya? Hanya saja waktu dan takdir kematiannya yang membuat itu berbeda.

Aku harus menjalani sisa umurku ini dengan membagikan kebahagiaan, aku akan berusaha kembali melupakan penyakitku ini, mejadi Sherine yang tak pernah memikirkan apa yang ia derita, berusaha keras untuk mebuat bahagia orang disekitarku. Termasuk kau Niall... secepatnya aku harus membantumu mencari cinta sejatimu...'

Sherine! Lihatlah pilihanku ini”. Christie mengejutkanku. Tepat saat aku menyelesaikan paragraf terakhir dalam diary ini. Dengan cepat ku hapus tetes air mata dipipiku, lalu ku lipat surat yang masih tergeletak disamping buku kecil ini dan meletakkannya kembali ke tempat semula.

Ia masuk kedalam kamarku, menghampiriku duduk diatas ranjang, membawa serta beberapa tas belanjanya. Ia nampak mencari sesuatu didalam tas-tas tersebut, dan akhirnya keluarlah sebuah kotak berukuran sedang yang kemudian diserahkannya padaku, memintaku untuk membukanya sendiri. Kubuka kotak itu dan kukeluarkan isinya, aku tersenyum lebar padanya.

Curly?”. Tanyaku tak percaya, melihat sebuah wig di tanganku yang mengingatkanku pada rambut Daniele kekasih Liam. Hanya saja yang ditanganku ini tak terlalu lebat dan berwarna hitam, sehitam rambutku dulu sebelum 'ritual' itu membunuhnya sampai habis.

yup! Lucu tidaak? Maaf, wig yang kau minta tak ada yang berwarna hitam, jadi kupilih yang keriting saja”. Christie mengusap-usap tanganku meminta maaf.

hahaha, tak apa Chris. Aku suka sekali”.

ini akan membuat penampilanmu berbeda, cobalah!”. Ucap Christie antusias. Aku membuka wig lamaku, merasakan dinginnya kulit kepala ini yang sudah tak dilindungi dengan rambut-rambut kesayanganku dulu, hingga kini di alih tugaskan oleh rambut palsu ditanganku.

biar kubantu”. Christie memakaikan rambut palsu itu dengan lembut, memastikan agar nyaman dikenakan padaku, memastikan bagian tepinya lembut agar tidak menggesek kulitku hingga akhirnya terjadi iritasi yang disebabkan efek 'ritual' itu.

Sher, kau cantik”. Ucapnya terpana, saat aku tengah mengatur rambut ini.

Christie nampak mencari sesuatu, sampai keluar kamarku. Aku tau ia mencari cermin, agar aku bisa melihat pantulan wajahku menggunakan rambut palsu ini. Tapi semua cermin yang ada dirumahku sudah ku simpan diatas loteng sore tadi, sepulangku dari rumah sakit. Aku takut, aku takut melihat wajahku yang tak terhias mahkota indah itu lagi.

Christie kembali kekamarku tanpa bertanya padaku keberadaaan benda yang ia cari itu. Mungkin ia mengerti. Kemudian ia mengeluarkan handphonenya, mengarahkan bulatan hitam di belakang benda itu ke arahku, hingga muncullah cahaya blitz yang berasal dari Handphonenya.




 “lihatlah”. Christie menyerahkan Handphonenya. Aku tertawa kecil melihat wajah baruku di dalam sana. Black curly hair, kacamata ber-frame Hijau, dan wajah pucat pasi yang tertutup make up natural.

tak usah memakai wig itu juga tetap cantik”. Suara lain mengalihkan kami dari layar tersebut.


~NLS~





|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 13 ;)


0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea