Title:
#NLS “Princess
Nose And True Love” {Part 25}
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome
to my Imagination|
Hope you
like this guys ;)
~NLS~
_Sherine pov_
Akupun juga berfikir demikian, bukannya aku tak ingin
menikah dengannya, aku sangat amat ingin menjadi pendamping hidupnya,
ditambah kini kami saling mengetahui perasaan kami yang sebenarnya
masih sama dengan beberapa tahun yang lalu. Tapi itu karena aku masih
sedikit takut menjadi beban untuknya, dan kondisiku yang bisa
dibilang masih belum bisa lepas dari obat-obatan juga rumah sakit.
Lembar Diary ini telah habis, entahlah padahal tanpa
sengaja, namun seolah telah diatur sedemikian rupa, maka kutinggalkan
benda ini ditempat biasa kuletakkan. Hari ini aku akan pulang ke
Indonesia, negaraku, kampung halamanku. Tapi, hari ini bukanlah hari
terakhir aku dinegara ini, dirumah ini, rumah yang hampir melekat
dindingnya dengan rumah seorang pria yang ku cintai. Niall Horan.
Aku sudah memutuskannya, aku sudah memikirkannya
kembali, bahwa aku akan kembali kenegara ini setelah kakakku sembuh.
Aku akan menemui Niall kembali dan menghabiskan hidupku bersamanya,
dengan begitu aku lebih tenang menghadapi kematianku kelak.
Pagi ini aku juga baru saja mendapat kabar dari ibuku.
Kakakku, akhirnya ia sadarkan diri dari tidur panjangnya, namun satu
hal yang masih mengganjalku tentang keadaannya. Kakakku, dia amnesia.
Apa ia akan lupa denganku juga?
“no, kau pasti tak akan lupa denganku”. Ucapku
tersenyum dihadapan cermin seraya menyisir lembut rambut palsu ini.
“who's?”. Tanya Niall, yang tengah memasukkan
beberapa obat-obatanku ke dalam Tas kecil.
“kakakku”.
“ia pasti baik-baik saja, dan kau juga”. Ucapnya
yang kini bersandar di tepi pintu kamarku, melipat kedua tangannya
seraya memberikan senyumnya. Aku telah selesai mengikat rambut palsu
ini, kini aku menatapnya memberinya senyum terakhir sebelum aku
berangkat.
“boleh aku memelukmu?”. Tanyaku, dengan cepat Niall
memelukku erat lalu mengecup kepalaku.
“berjanjilah padaku untuk tidak menangis lagi”.
Bisik Niall tepat di telingaku. Aku mengangguk, dan aku berjanji tak
akan membiarkanmu menangis sepertiku, Niall.
“dan aku berjanji bahwa ini bukan pelukan terakhirku
untukmu”. Sambung Niall, kemudian ia melepaskan pelukannya.
“Sher, aku ingin kau tau satu hal. I love you,
Sherine”. Ucapnya meremas jari-jemariku di kedua tanganku.
Akhirnya, kalimat itu keluar lagi dari mulutnya. Dan itu, untukku.
“I love you too, Niall”. Balasku sebelum aku
memeluknya kembali.
“sudah siap, Princess Nose?”. Sahut Taylor yang baru
saja datang kekamarku.
“yup, Docter Nose”. Aku meraih ranselku dan tas
kecil berisi obat-obatan.
“Taylor, bisakah aku saja yang memanggilnya Princess
Nose? Dan kau sher, berhenti memanggilnya Docter Nose. Kau tau? Aku
cemburu!”. Oceh Niall yang mengambil alih ranselku dan membawanya
sampai ke taksi yang telah siap mengantarku ke bandara.
“terserah kau saja, Prince Nose”. Sahut Taylor yang
lebih dulu masuk ke dalam Taksi, dan itu membuat Niall tersenyum
dalam diamnya.
Ya, Taylor ikut denganku sampai ke Indonesia. Awalnya
aku menolak, tapi ia hanya ingin memastikan bahwa aku selamat sampai
tujuan katanya. Dan Niall, aku tau ia ingin sekali berada di posisi
Taylor saat ini yang mengantarku ke Indonesia, tapi ia tak bisa,
banyak tour untuk album barunya. Aku lebih baik pergi bersama Taylor
ketimbang Niall yang mengorbankan pekerjaannya, aku tak akan
membiarkan hal itu terjadi.
Ku buka kaca pintu taksi ini saat Niall mengetuknya,
“Sherine, cepat kembali. Jangan pergi jauh lagi dariku”. Ucap
Niall.
“ya, jaga dirimu, Niall. Jangan terlalu banyak makan
cemilan”. Pesanku yang membuatnya mendengus tertawa.
“Taylor, pastikan ia baik-baik saja sampai disana”.
Pesan Niall pada Taylor, sebelum kaca ini kututup dan taksi ini
melaju.
Aku melihatnya dibelakang, memberikan lambaian yang
tentu saja bukan lambaian perpisahan. Aku akan kembali lagi padamu,
Niall. Karena kau, cinta sejatiku.
_ Sherine pov
End_
~NLS~
_Author pov_
Pria itu menyesal
tak memeluk gadis itu lebih lama lagi tadi, sebelum akhirnya gadis
itu meninggalkannya entah untuk berapa lama. Yang ia tau itu lebih
dari tiga bulan, artinya ia tak akan bisa melihatnya lagi, ia sudah
tak bersamanya lagi. Namun Niall begitu yakin, kepergian Sherine
bukanlah untuk selamanya, ia yakin gadis itu akan kembali
kepelukannya dalam keadaan sehat dan penyakit itu hilang dari
tubuhnya.
Niall kembali
kerumahnya. Sebelum ia masuk, ia memandangi sebuah rumah yang mulai
hari ini akan terlihat sangat sunyi, kosong, dan hampa. Tak ada lagi
suara bersinnya yang mengganggu telinga Niall.
Ia membuka tirai
panjangnya, memandang sebuah jendela kecil yang kini tak akan
memunculkan sosok bayangan gadis itu lagi. Ini baru sepuluh menit,
tapi Niall begitu rindunya dengan gadis itu. Entahlah, saat kalimat
cinta itu terucap juga dibibir Sherine, seketika Niall takut sesuatu
terjadi padanya, ia takut kalimat itu adalah kalimat terakhirnya.
Tidak, Niall
menggeleng kuat. Ia tanamkan didalam hatinya sebuah keyakinan, bahwa
Sherine pasti akan kembali padanya, dan gadis yang dicintainya itu
pasti akan sembuh total.
Tapi, walaupun
keyakinan itu selalu tertanamkan, tetap saja rasa was-was terus
menghantuinya. Ia takut pertemuannya tadi dengan Sherine, adalah
pertemuan terakhirnya. Kata cinta yang keluar dari mulut Sherine
adalah kata cinta terakhirnya. Dan senyumnya, adalah senyuman
terakhir untuknya..
~NLS~
'as long as you
love me, i'll be your platinum, i'll be your silver, i'll be your
gold. As long as you lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo lo
lo lo lo love me love me..'.
“Niall!
Handphonemu bernyanyiiiii!”. Teriak Zayn yang tengah duduk di sofa
mengikat tali sepatunya.
“bisakah kau
saja yang angkat? Aku belum selesai”. Pinta Niall yang berteriak
dari ruang ganti backstage.
Zayn pun meraih
iPhone itu yang berada disampingnya, “siapa?”. Tanya Harry yang
sibuk memasukkan kancing terakhir kemejanya.
“Taylor”.
Jawab Zayn singkat lalu mengangkatnya, dan nyatanya bukanlah Taylor
yang menelfon Niall.
'Niall? Kenapa
kau tak bilang padaku Taylor membawaku ke China? Dan kenapa kau harus
mengeluarkan banyak biaya untuk pengobatanku? Aku tak mau Niall, aku
tak bisa'. Ucap seseorang diseberang sana, bicara terus tanpa
hentinya.
“Sherine? Ini
aku, Zayn. Maaf, Niall masih di ruang ganti”. Kata Zayn. Harry
langsung duduk disamping Zayn dan menguping pembicaraan itu.
'oh, Zayn. Apa
ia masih lama? Aku tak punya banyak waktu, aku di China, pulsa
telfonnya tak banyak, dan aku menggunakan telfon Taylor karna
handphoneku tertinggal di toilet bandara kemarin'. Ucap Sherine.
Kemudian Zayn menghampiri ruang ganti yang didalamnya masih dihuni
Niall.
“Niall, ini
Sherine”. Seru Zayn mengetuk pintu ruang ganti tersebut.
“apa?”. Niall
yang belum selesai mengenakan pakaiannya langsung membuaka lebar
pintu itu dan meraih benda itu dari tangan Zayn.
“halo, Sher?”.
Niall kini bersandar di sofa seraya susah payah memakai celana
bahannya.
'kenapa kalian
tak bilang padaku akan membawaku ke China untuk berobat? Dan kenapa
harus kau yang mengeluarkan biaya pengobatanku?'. Sambar Sherine
dengan nada kecewa.
Niall telah selesai memakai celananya serta topi hijau
senada dengan t-shirtnya, ia mengatur nafasnya sebelum menjawab,
“Sher, kau harus sembuh! Pelase, demi aku Sher”. Ucap Niall
melembut. Kini Harry dan Zayn berada disamping Niall yang tak
mengubris keduanya tengah memasang telinga mereka lebar-lebar.
'Niall, aku tak mempermasalahkan hal itu denganmu,
tapi soal biaya yang kau keluarkan untukku. Kenapa kau lancang
mengeluarkan uangmu untukku begitu saja tanpa memberitahuku?'.
Niall harusnya tau ini akan terjadi karena mulut Taylor yang tak bisa
dijaga untuk memegang rahasia.
Niall bangkit dan bersandar didinding, Harry dan Zayn
pun masih mengikutinya tanpa Niall sadari. Namun kini bertambah Liam
yang baru saja menyelesaikan makan malamnya, ia ikut mendekat dan
menguping, “Sher, itu karena aku ingin kau sembuh, apapun caranya
kau harus kembali padaku tanpa harus menangis lagi”. Ungkap Niall
jujur.
Dan diseberang sana Sherine hanya terdiam akan jawaban
pria itu, ia tau Niall begitu mencintainya, Sherine pun demikian.
Mungkin jika posisi mereka berbalik, mungkin Sherine akan melakukan
hal yang sama dengan Niall. Ia tak bisa membiarkan yang dicintainya
terus menangis merasakan penyakit itu.
“Sher?”.
Panggil Niall yang sudah tak mendengar lagi suara gadis disana karena
terdiam lama.
'aku hanya tak
ingin membebanimu. Aku tak bisa hidupku malah menjadi beban untukmu'.
Ungkap Sherine akan fikirannya saat ini.
“sekali lagi
kukatakan padamu, aku tak merasa terbebani, Sher. Oh ayolah, apa kau
masih tak paham? Aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Aku ingin
menolongmu, karena aku.. aku, aku tak ingin kehilanganmu lagi, Sher”.
Jelas Niall yang membuat Sherine ingin menangis.
“dengar, jika
kau tetap tak mau aku memberikannya untukmu. Okay, ini akan ku
pinjamkan dan kau boleh mengembalikan uangku itu kapanpun kau bisa,
asal! Kau harus sembuh, jika tidak kau berhutang selamanya padaku,
mengerti?”. Lanjut pria blonde itu memberikan solusi agar gadis itu
mau menerima bantuannya yang bukan sekedar bantuan. Melainkan
kewajiban.
Sherine hanya bisa
sedikit menangis kini, ia berusaha agar Niall tak mendengar isakan
tangisan kecilnya.
“Sherine,
bicaralah. Kau sudah berjanji padaku tak akan menangis lagi”. Ucap
Niall yang mendengar jelas isakan gadis itu.
'maafkan aku,
Niall. Aku sudah merepotka..'.
“Diam! Jika
tidak, aku akan marah padamu selamanya”. Ancam Niall bergurau. Itu
berhasil membuat Sherine berhenti menangis dan kini tertawa kecil.
'memangnya kau
bisa marah padaku?'. Ucap Sherine yang masih mengatur tangisannya
agar berhenti. Niall tersenyum mendengarnya,
lalu ia melihat disekitarnya sekarang saat beberapa dengusan tawa juga terdengar dikupingnya. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi Zayn, Harry, Liam, dan Louis mengelilinginya untuk menguping pembicaraannya.
lalu ia melihat disekitarnya sekarang saat beberapa dengusan tawa juga terdengar dikupingnya. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi Zayn, Harry, Liam, dan Louis mengelilinginya untuk menguping pembicaraannya.
“apa yang kalian
lakukan disini?”. Protes Niall yang menutup iPhone itu dengan
tangannya, kemudia mencari tempat lain yang tak ada kawan-kawannya
itu.
'Niall. Kau
juga berhutang padaku'. Mulai Sherine setelah mengusap sisa air
matanya.
“apa?”.
'jika aku
kembali nanti, kau harus membuatkan Irish Stew lagi untukku, janji?'.
“itu artinya kau
akan sembuh, kan? Baiklah, aku berjanji, Princess Nose”.
'aku mencintaimu,
Prince Nose'.
“aku juga”.
Akhir Niall sebelum Sherine mematikan sambungan telfon
itu.
“Princess Nose? Hhahaha.. kenapa kau tak menggantinya dengan Princess Red Nose, Niall? Haha..”. Celetuk Louis yang disambung tawa Harry, Zayn dan Liam.
“Princess Nose? Hhahaha.. kenapa kau tak menggantinya dengan Princess Red Nose, Niall? Haha..”. Celetuk Louis yang disambung tawa Harry, Zayn dan Liam.
Karena tak terima
atas guyolan Lou tersebut, Niall mengejarnya dan memukul habis mereka
yang ikut mentertawakannya.
_Author pov
End_
~NLS~
_Niall pov_
Selesai sudah tour
album ke tiga kami, ini sudah tour ke dua kalinya kujalani setelah
Sherine pergi. Ya, sudah lebih dari satu tahun. Bisa kalian
bayangkan? Satu tahun lamanya aku ditinggalnya pergi, lebih parahnya,
kami lose contact. Andai Sherine tak meninggalkan Handphonenya di
bandara, aku pasti akan menelfonnya setiap hari, dan kami tak akan
lose contact.
Aku juga
kehilangan kontak dengan Taylor. Empat bulan terakhir ini, aku tak
bisa menghubunginya lagi, terakhir ia mengatakan padaku bahwa kondisi
Sherine belum bisa dipastikan sembuh. Itu membuatku hampir kehilangan
harapan. Rasa kekhawatiranku kembali lagi, ketakutanku juga kembali
menghantui pikiranku selama setahun terkhir ini, terlebih saat aku
tak bisa menghubungi Taylor lagi, juga kekasihnya. Christie yang
bekerja dirumah sakit Princess Grace tak terlihat lagi batang
hidungnya. Ada apa dengan mereka?
Akhir-akhir ini
aku juga kehilangan kebahagiaanku, aku tak seperti Niall yang dulu
yang dengan mudahnya tertawa bersama Louis, Zayn, Liam, dan Harry.
Bahkan kefanatikanku terhadap makanan pun berkurang kini. Jika kalian
kerumahku, kalian tak akan lagi menemukan tumpukan cemilan dan
minuman. Aku seperti kehilangan separuh hidupku. Sherine, bagaimana
keadaanmu sekarang?
Ku keluarkan sikat
gigi ini dari mulutku, membuang semua busa dimulut ini sampai tak
tersisa, memasukkan mouthwash lalu berkumur dan membuangnya kembali.
Ku pandangi cermin yang memantulkan wujud diriku. Benar yang Zayn
bilang, aku terlihat lebih kurus. Aku mendengus tersenyum,
bisa-bisanya aku seperti ini hanya karena cinta.
Menggosok rambut
pirang ini dengan handuk ditanganku, seraya mencari remote tv dan
memasang televisi. Breaking News, aku teringat Sherine lagi,
terbayang bahwa reporter itu adalah dirinya. Mungkin sekarang juga
aku akan ke lokasi untuk memeluknya.
Tidaak, lagi-lagi
aku hanya membayangkannya.
'drrtt.. drrt..'.
Kuraih iPhoneku
yang tergeletak diatas meja. Pesan dari Liam.
'kami
sudah sampai, kau dimana? Kita jadi kesana kan?'.
Ku balas pesannya.
'aku
baru selesai mandi, tunggulah sebentar'. Sending!
Ku letakkan
kembali iPhone itu diatas meja, dan masuk kekamarku untuk
bersiap-siap. Setelah beres merapihkan rambutku, aku membuka ranselku
yang sudah siap kubawa, ku masukkan buku itu kedalamnya, buku
bercover seekor burung hantu yang bertengger diranting pohon yang
gugur. Ya, Diary milik Princess Noseku.
Kuletakkan ransel
itu di punggungku dan kembali keruang tengah, mengambil sneakersku
dan memakainya. Ku lihat iPhoneku berkelip, mungkin balasan pesan
dari Liam tadi. Kuselesaikan terlebih dahulu dengan mengikat tali
sneakers ini.
Aku sudah siap, ku
ambil benda di atas meja itu dan membuka dua pesan dari pengirim yang
berbeda.
'kau
fikir pesawat ini punya nenek moyangmu yang seenaknya kau tunda
penerbangannya?'. Pesan dari Zayn.
'Niall!
Dua puluh menit lagi pesawat menuju China akan lepas landas,
cepatlah!'. Pesan dari Harry. Kedua pesan itu tak ku balas,
aku memilih untuk langsung berangkat ke bandara.
Ya, aku akan ke
China hari ini, aku akan menjemputnya, aku tak bisa menunggu lama
lagi. Aku ingin mengusir semua kekhawatiranku ini dengan memastikan
sendiri kondisinya saat ini, lagi pula aku juga membawa Zayn yang tau
persis letak Fuda Cancer Hospital Guangzhou itu, jadi aku tak perlu
repot mencari gadis itu.
Jika aku bertemu
dengannya nanti, aku tak perduli sel kanker itu sudah menghilang dari
tubuhnya atau belum aku tetap ingin bersamanya, aku ingin menunjukkan
padanya bahwa aku mencintai gadis itu apa adanya. Aku tak perduli
lagi dengan penyakitnya, yang aku inginkan aku bersamanya sekarang
juga dan tak ku biarkan ia pergi jauh lagi dariku untuk yang ketiga
kalinya.
~NLS~
“kau ini,
bukankah kau ingin menjemput kekasihmu? Harusnya kau yang lebih
bersemangat dari kami”. Oceh Louis menjitak kepalaku yang baru saja
sampai dan duduk di kursi penunggu. Dan ternyata ia juga memboyong
Eleanor.
“ya, malah
tadinya kufikir kau menginap disini sejak pulang tour kemarin”.
Sambung Harry yang kini duduk disampingku.
“Zayn, kau tak
ikut memboyong istri dan anakmu seperti Louis?”. Ledekku pada Louis
dan aku langsung mendapatkan toyoran di belakang kepalaku dari Louis
juga Ele.
“Niall! Cepat
kesini! Bukankah itu Taylor?”. Ucap Liam tiba-tiba yang membuat
detak jantungku tak karuan. Aku buru-buru bangkit meninggalkan
ranselku dan menghampirinya yang tak tengah memperhatikan eskalator
yang membawa orang-orang turun ke lantai tempat aku bediri saat ini.
Tak berkedip lagi,
aku berlari menghampiri pria itu yang ku lihat ia sedang menggandeng
seorang gadis. Aku tak melepaskan pandanganku darinya, takut
kehilangan jejaknya. Selama berlari mengejar mereka, tak ku
tinggalkan senyuman ini diwajahku. Aku sudah begitu merindukannya.
Aku sampai diujung
eskalator tersebut tepat saat Taylor melangkahkan kakinya ke lantai
dasar ini. Membelalak ku lihat matanya, mungkin ia tak percaya aku
bisa ada disini dan seolah tau ia akan pulang sekarang.
Ku peluk dirinya
seolah rindu karna sudah hampir dua tahun tak melihatnya. Namun aku
baru sadar, gadis yang di genggam tangannya oleh Taylor adalah,
Cristie Burke. Bukan Sherine.
Aku tetap
melebarkan senyumku pada mereka, “dimana Sherine? Ia sudah sembuh,
kan?”. Tanyaku tak sabar seraya mencari sosok gadis itu yang
mungkin terlewat dari pandanganku.
“dia tak disini,
Niall”. Seru Christie sedikit terbata, membuat jantungku tak lagi
berderu, namun melemah.
Aku masih
mempertahankan senyumanku pada mereka, aku tau gadisku itu pasti
baik-baik saja, “okay, jadi ia masih di China? Haha, kau tau, aku
kesini untuk pergi ke negeri sakura itu. Kau lihat, mereka juga ikut
bersamaku, mereka juga merindukan Sherine sepertiku”. Ucapku
antusias menunjuk teman-temanku yang menyusulku.
“Niall, ia sudah
tak di China juga”. Sahut Christie lagi. Aku baru menyadari wajah
keduanya terlihat murung dan tak bersemangat. Apa artinya ini?
“lalu dimana?”.
Tanyaku datar, yang kutujukan kepada Taylor yang sedari tadi membisu
dan menunduk tak bicara, dengan tujuan agar ia yang membuka suaranya
sekarang. Menjelaskan apa maksud kekasihnya yang bicara sangat
melantur itu.
Taylor mendekat
padaku, ia mencengkram pundakku lalu memelukku erat, “aku sudah
membawanya kembali ke Indonesia. Maafkan aku, Niall”. Ucapnya,
ucapan yang bagaikan tikaman pisau yang menembus tepat dijantungku.
“apa maksudmu?
Dia.. dia sudah, meninggal?”. Ucap Zayn memperjelas. Taylor
melepaskan pelukannya, lalu menatap Christie sejenak, entah apa arti
tatapan itu aku hanya menunduk menata sepatuku kini, “maaf, Niall.
Maaf”. Akhirnya sebelum Christie menariknya dan pergi dari hadapan
kami.
Aku berusaha keras
mengatur nafas ini, mulutku masih terbuka tak percaya, tatapanku
kosong, bibirku bergetar, menandakan air mata ini akan keluar cukup
deras. Liam memelukku erat, membuat tangisanku semakin pecah.
Ini tak mungkin.
Kami sudah banyak membuat janji, dan ia.. ia, ia pergi? Selamanya
dariku?
“Sherine”.
Ucapku lemas, aku terjatuh. Aku benar-benar tak bisa menerima
kenyataan ini. Mana keyakinanku yang begitu kuat bahwa ia masih
baik-baik saja? Kenapa aku tak bisa seyakin sebelumnya bahwa ia pasti
baik-baik saja?
Mereka membantuku
bangkit. Aku bisa mendengar tangisan Harry yang sembunyi-sembunyi,
aku melihat Zayn yang matanya memerah mulai membantuku melangkah
karna dengkul ini yang lemas seketika, Eleanour yang menangis di
pundak Louis. Mereka menangisi siapa? Sherine? Ia baik-baik saja. Ya,
Sherine sedang menungguku disuatu tempat.
“tidak, aku
harus mencarinya. Ia pasti ada disekitar sini. Ia pasti sedang
memperhatikanku saat ini dan tertawa terbahak-bahak karena guyolannya
berhasil”. Ucapku melapaskan rangkulan mereka yang membantuku
berjalan.
Aku berbalik, aku
mulai mencarinya, entah aku begitu yakin bahwa Sherine ada disini, ia
masih bernafas, bahkan nafasnya terasa ditelingaku. Aku yakin, ia tak
meninggalkanku begitu saja. Ia pasti tak akan mengulangi kesalahannya
lagi untuk kedua kalinya. Ia pasti akan kembali lagi padaku.
“Sherine! Kau
dimana?”. Ucapku disela pencarianku.
“Niall!”.
Seseorang menarikku dari belakang. Zayn menahanku, ia mengoyak-oyakan
tubuhku.
“Niall! Ini
tidak lucu! Kau harus menerimanya! Semua yang hidup pasti akan mati”.
Bentak Zayn.
“tidak, aku
yakin ia masih didunia ini Zayn, aku yakin”. Ucapku melepas paksa
cengkramannya.
“Niall!
Dengarkan aku, dengarkan!”. Zayn kembali menarikku dan mencengkram
kuat pundakku.
“mungkin Sherine
pergi, tapi hatinya masih disini, bersamamu”. Ucap Zayn seraya
meletakkan telunjukknya didadaku.
“dan di
kehidupan lain, aku yakin kalian akan menyatu kembali”. Sambung
Zayn membuat air mataku jatuh kembali dan suara tangisanku ini pecah.
“tapi, Zayn. Ia
pergi tanpa pamit denganku, ia meninggalkanku. Lebih dari satu tahun
aku menunggunya, berharap Taylor menuntunya kerumah ku dan berkata
'Niall, aku sudah sembuh. Dan aku mau menikah denganmu', tapi.. tapi
kenapa ia melakukannya lagi? Kenapa Zayn? Kenapa ia meninggalkanku
lagi? Kenapa aku tak boleh mencintainya lagi, Zayn kenapa?!”.
Ucapku hampir melengkingkan suara ini.
Fikiranku
benar-benar kacau saat ini, Sherine pergi meninggalkanku lagi, dan
ini untuk selamanya? Oh Tuhaan, kenapa aku tak boleh mencintainya
lagi? Kenapa kau tak memberiku kesempatan untuk mencintainya lagi?
Kenapa kau mengambilnya begitu cepat? Tanpa sedikitpun meninggalkan
pesan untukku? Kenapa kau tak memberiku kesempatan melihatnya untuk
yang terakhir kalinya? Kenapa?!!
_Niall pov End_
~NLS~
|To Be
Continued|
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo
ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing
banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO,
jangan cuma baca aja yawh :) If
you want respect, then respect others!
Don't
forget to send ur feedback! Or visit my twitter account
@Fathimah_Haddad
and @FathimHaddad501
for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 26 and maybe
that's LAST PART!!! ;)


0 comments:
Post a Comment