Title:
#NLS “Princess
Nose And True Love” {Part 17}
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome
to my Imagination|
Hope you
like this guys ;)
~NLS~
_Niall pov_
Sebenarnya apa map itu? Apa Sherine pernah menjadi
pasien tetap rumah sakit ini?
“.. Niall! Kau dengar aku? Bisa kau berikan map itu
padaku?”. Rupanya Liam memanggilku sedari tadi, namun aku tak
menghiraukannya, terhanyut mengingat kejadian-kejadian kecil itu. Ku
serahkan map itu padanya, menunggunya agar ia membuka isi pada map
yang kini di tangannya.
“ha! Sudah ku bilang, aku hanya sakit perut biasa,
bukan karena ginjalku! Lagi pula ginjal itu di belakang bukan di
depan kan, Niall? Bodoh sekali si Zayn, percaya begitu saja dengan
gurauan Louis”. Serunya setelah membaca sebuah kertas di dalamnya.
“kau lihat ini, Niall? Ini ginjalku”. Pekik Liam
tertawa kecil seraya menunjukkan hasil rontgennya padaku yang diambil
dari dalam map yang sama.
“ hey, Niall? Kau baik-baik saja? Kenapa kau
mematung?”. Tegur Liam.
“ umm.. tidak, baiklah kususul Zayn sekarang”.
Akhirku berbalik dan langsung keluar dari ruangan itu.
Muncul kini firasat buruk tentang Sherine, aku takut ia
tengah menyembunyikan sesuatu dariku. Tidak, tepatnya aku takut
terjadi sesuatu padanya. Map itu, map yang sama dengan milik Liam.
Apa Sherine pernah menjadi pasien rumah sakit ini lalu menerima map
yang sama? Lalu kenapa ia menerima map itu lebih dari satu kali? Kini
aku takut, takut terjadi hal yang serius padamu, Sher. Karena kau
menyembunyikan ini dariku. Apa yang terjadi padamu?
Tanpa kusadari, ternyata aku sudah berada di dalam lift
dan pintu lift kini baru saja terbuka, bersamaan dengan munculnya si
lelaki pakistan itu saat aku keluar dari lift. Tunggu? Bukankah ia
akan membeli minuman? Tapi kenapa ia tak memegang apapun di
tangannya? Terkekeh aku menatapnya.
“mana minumannya? Kau tahu, Liam mengamuk karena kau
terlalu lama”. Tanyaku, namun Zayn tak mengubris hal itu.
Tatapannya kosong menghadap lantai yang akan di pijakinya, ia
terlihat seperti orang frustasi, kenapa ia?
Aku terus mengikuti langkahnya, takut terjadi sesuatu
padanya, takut seseorang yang jahat tengah menghipnotisnya. Aku terus
memanggilnya, namun Zayn seolah tengah asyik mendengar alunan musik
yang keras di telinganya, namun nyatanya tak ada sesuatu yang
menyumbat telinganya, termasuk headset.
“Zayn? Ada apa denganmu? Terjadi sesuatu padamu? Ada
masalah dengan keluargamu? Zayn katakan sesuatu! Kau membuatku takut
jika kau terus berjalan mematung seperti ini!”. Tanyaku panik
seraya mengiringi langkahnya yang kini tiba-tiba saja berhenti.
Memaksaku mengerem langkahku agar tak menubruknya.
Zayn mematung, tatapannya lurus kedepan hampir membulat,
“Zayn! Kenapa kau berhenti tiba-tib..”. Ucapanku ikut terhenti
kini, saat aku mengikuti lurus tatapan bulatnya, yang seolah ia
melihat sekelompok monster yang akan membunuhnya. Yaa, monster.. aku
juga merasakan hal itu kini, namun justru aku yang ingin membunuh
monster menjjikan itu.
Aku sungguh tak percaya apa yang kini kulihat. Pria itu,
kini tengah menikmati lembutnya bibir gadis bertank top hitam
dihadapannya.
Aku mengenal pria itu, sangat bahkan. Sangat mengenalnya
sampai aku ingin menghancurkannya saat ini juga dalam kepalaku. Tapi
kini aku akan menghancurkannya langsung, seperti apa yang ia lakukan
pada orang yang ku cintai. Taylor lautner, akan ku bunuh kau!
Aku tau aku tak bisa sama sekali berkelahi, tapi entah
kenapa aku ingin sekali menghajar pria itu sekarang juga, tak perduli
aku akan di tinjunya balik atau tidak, yang ada dikepalaku hanyalah
Sherine. Tak boleh ada seorang pun yang berani menyakiti Sherine!
“kurang ajar!”. Ucapku geram, seraya berlari kearah
pintu tersebut siap melayangkan tinju ini tepat di wajahnya.
“NIALL, NO!”. Tak perduli siapapun yang akan
menghalangiku memberinya pelajaran ini. Termasuk Zayn yang mencoba
menghalangiku.
'BUUGG!'.
Hantaman tangan ku ini tepat mengenai sasaran setelah
aku menjauhkan seorang gadis dari dekapannya, tak perduli akan
teriakan gadis itu yang terjatuh juga atau tidak seperti pria
bajingan ini. Geram aku melihat wajahnya, gemlutuk gigiku terdengar
jelas oleh telingaku, mataku memanas menatap tajam matanya.
Bisa kulihat sudut bibir kanannya yang mengeluarkan
darah, puas aku melakukannya. Ia terheran-heran kini memandangku. Tak
suka akan pandangannya, ku layangkan kembai tinju ini pada pelipis
kirinya, “Niall! Stop!”. Zayn menarik tubuhku saat aku berencana
akan melayangkan tinju ketigaku ini.
“Niall! Kau tak boleh memukulnya!”. Teriak Zayn
membuatku nanar menatapnya. Apa maksudnya tak boleh? Bukankah ia
lihat sendiri pria itu tengah mencium gadis lain? Pria brengsek itu
mengkhianati Sherine! Sebenarnya Zayn berpihak pada siapa?
Pria itu telah bangkit tanpa ku sadari dan melayangkan
tinjunya saat aku lengah. Tinju yang mendarat tepat di pipi kiriku.
Aku terjatuh akan pukulan kerasnya itu, namun Zayn
sergap menangkapku. Pukulannya tak sebanding dengan yang ku berikan
padanya, tubuhnya lebih kekar dariku, tentu saja pukulannya lebih
keras dari yang ku berikan, hingga sudut bibirku mengeluarkan darah
lebih banyak darinya.
Ia meremas kerahku, memaksaku untuk bangkit, “hah!
Jadi ini wujud aslimu, Niall Horan? Kenapa? Kenapa kau baru keluar
sekarang!”. Ucapnya kembali melayangkan tinjunya yang kini
keperutku.
Perutku kesakitan dan serasa keram sekarang. Mencoba
menahannya namun tak bisa. Disisi lain aku mencerna ucapannya tadi
yang tak ku mengerti maksudnya.
“Taylor! Sudah! Kenapa kau memukulnya? Jika Carlisle
Cullen lihat, kau akan dikeluarkan!”. Ucap gadis itu yang
membantuku bangkit. Namun aku tak butuh akan bantuan itu, ia juga
termasuk orang yang menyakiti Sherine walaupun aku tak tau hubungan
gadis itu dengan Sherine. Aku melepaskan pegangannya kasar, dan
mencoba bangkit sendiri dan siap menghajarnya lagi.
“hhh.. kau lihat, Chris? Ia suka pukulanku”. Ucap si
brengsek itu meremas kedua tangannya seolah ia tak sabar ingin
melayangkan pukulannya kembai ke wajahku atau bahkan perutku lagi.
“stop!”. Aku kenal suara itu, paul mendorong si
brengsek itu sampai terjatuh saat Taylor akan melayangkan pukulannya
lagi. Namun lagi-lagi Zayn memihak pria itu, ia meminta paul agar
mengusir semua orang yang memperhatikan aksi kami saat ini, yang baru
membuatku sadar bahwa telah banyak sekali orang-orang dan media yang
memperhatikan kami.
“Zayn! Apa yang kau lakukan? Biarkan saja Paul
menghabisinya. Bukankah kau lihat sendiri perbuatannya tadi?”.
Ucapku seraya meringis menahan sakit di perutku ini.
Zayn malah pergi membantu pria itu bangkit dan bertanya
sesuatu yang sama sekali tak ku mengerti, “kanker apa?”.
Si pria brengsek itu langsung mejawabnya, “Nasofaring”.
Aku semakin terlihat seperti orang bodoh yang tak tau
apa-apa sekarang, “Zayn! Ada apa?!”. Teriakku, agar ia pergi jauh
dari pria itu agar tak tertular keberengsekannya itu.
“aku sudah tau semuanya, Niall”. Ucap Zayn yang
memberikan tatapan kosong itu lagi padaku. Zayn menepuk pundakku
sebelum menatap Taylor juga gadis disampingku, lalu kembali masuk ke
lobby rumah sakit. Aku tak mengerti kenapa ia jadi sinting begitu.
“Niall. Kami ingin bicara padamu”. Seru gadis
disampingku yang sekarang mengenakan blazer putih, membuatnya
terlihat sama seperti dokter-dokter rumah sakit ini.
“bicara apa? Memintaku untuk menutupi kebusukan
kalian?”. Ucapku yang masih terbakar api kemarahan. Namun malah
disambut dengus senyuman gadis ini.
“aku menunggumu, bung. Kenapa kau baru muncul
dihadapanku sekarang?”. Tiba-tiba si brengsek itu merubah sikapnya,
bertolak belakang dengan sikap saat ia memukuliku. Ia memelukku, dan
ucapannya tadi membuatku terperangkap akan jutaan tanda tanya di
dalam otakku.
“Sherine masih mencintaimu, Niall”. Lanjutnya,
membuatku hampir menganga dan membulatkan mataku. Sedangkan gadis di
hadapanku tersenyum simpul padaku seraya mengelus lembut punggung
pria yang kini memelukku.
_Niall pov End_
~NLS~
_Author pov_
'Princess Nose's Diary
9 February. 9:56 am.
Sekitar satu jam lagi.
Aku menunggu lama hari ini datang, hari dimana aku
bisa bersamamu lagi, walau hanya sehari. Hari dimana membuatku tak
terjaga pada hari sebelumnya, karena tak sabar menunggu hari ini
tiba. Hari dimana aku bisa menghabiskan waktu bersamamu seharian
untuk terakhir kalinya, Niall.
Dari sekian lembar dalam Diary ini, hanya lembaran
ini yang kutulis dalam keadaan benar-benar bahagia, benar-benar
merasakan nikmatnya sebuah hari, dan untuk pertama kalinya aku
benar-benar bisa melupakan penyakit ini.
Kau tau, Niall. Kau pasti akan mentertawakanku jika
kau melihatku satu jam lebih di hadapan cermin, hanya untuk
memoleskan peralatan make upku di atas wajah pucat ini, agar terlihat
sedemikian cantik di hadapanmu. Kini aku tertawa Niall, sungguh.
Aku sadar kini. Apa yang Taylor katakan selama ini,
itu semua benar. Dengan cinta, aku bisa bangkit. Dengan cinta, aku
bisa melupakan hal terburuk sekalipun yang menimpaku. Dan dengan
cinta, untuk pertama kalinya aku bisa merasakan kesehatan yang begitu
nikmat diatas kesakitan ini. Maka dari itu, akan ku manfaatkan hari
ini sebaik mungkin, ku buat hari ini seolah aku milikmu, hingga
membuatku benar-benar lupa akan penyakit ini. Dan setelah itu,
setelah hari ini berakhir, jika aku kembali terpuruk meratapi
penyakit ini, aku bisa mengingat hari ini dan tersenyum kembali.
Aku mencintaimu Niall.'
Tangan halusnya menutup Diary book hijau muda itu.
Matanya berbinar bagaikan mutiara. Setiap detiknya, tak pernah ia
tinggalkan seyuman itu di bibirnya. Dan setiap menitnya, tak pernah
ia palingkan wajahnya di hadapan cermin kecil yang pagi tadi ia
bersihkan dari debu-debu lotengnya.
Hari ini, Sherine nampak sangat cantik. Sejak pagi-pagi
sekali ia begitu berusaha mengatur make upnya agar tampak natural.
Rambut palsunya yang ia sisir dengan rapih seolah itu rambutnya
sendiri. Bola mata yang terhalang kontak lensa dengan warna yang sama
dengan asli warna bola matanya. Serta dress putih brukat yang
ditutupi blazer biru muda.
Kini ia memandangi sekitar kamarnya, memastikan tak ada
satu pun yang tertinggal. Ia sudah mengepak barang-barangnya semua,
tinggal Diary dihadapannya ini, juga sebuah bingkai foto tepat
disamping diarynya. Fotonya bersama Niall di taman.
Sherine mengangkat bingkai itu. Ia sudah membayangkan
jalan-jalannya hari ini bersama Niall, ia akan meminta Niall untuk
memanggil seseorang disana dan memotret kami. Seperti yang ia lakukan
pada seorang pria tua di Regant's Park beberapa tahun lalu.
'tuk..tuk..'. Sesuatu terjatuh diatas kaca pada bingkai
foto itu. Sherine tau benar dari mana itu berasal. Buru-buru ia
letakkan bingkai itu kembali, lalu menyeka hidungnya. Benar saja,
hidung Sherine mengeluarkan darahnya lagi.
Tergesa-gesa Sherine bangkit dari kursinya, membuat
bingkai itu terjatuh kelantai dari atas meja yang tertubruk oleh
tubuhnya. Sherine berlari ke arah kamar mandinya dan menghampiri
washtaffle, mencuci habis hidungnya agar darah itu tak membasahi
sampai ke bajunya.
Kini nafasnya tersengal-sengal. Di tekannya hidung itu,
lalu kembali kekamarnya. Sherine tau, ini karena ia lupa meminum
obatnya, ia terlalu antusias akan jalan-jalannya ini bersama Niall,
hingga membuatnya lupa apa kewajibannya. Masih menekan hidungnya,
Sherine mencari obat itu. Membuka kembali koper-kopernya satu
persatu, sesekali menahan sakit di rongga hidungnya yang membuat
nafasnya tak beraturan.
Sherine membongkar habis kopernya namun tetap tak
menemukan obatnya itu, ia lupa telah meletakkannya dilaci meja
ranjangnya. Ia lupa malamnya ia sengaja tak membiarkan obat tersebut
masuk kedalam kopernya agar ia mudah untuk mengkonsumsinya. Namun itu
sudah terlambat, belum sempat Sherine menyadari hal itu, kepalanya
sudah mulai pening.
Kini tangannya tak lagi menekan hidung yang masih
mengeluarkan darah. Ia mencengkram hebat kepalanya, lalu terjatuh
tepat dibibir ranjangnya. Dalam keadaan kepala yang terbaring diatas
ranjang, remang-remang ia memandang apa yang dihadapannya. Sebuah
laci meja yang kini ia ingat telah meletakkan obat-obatan itu di
dalamnya. Berusaha mengangkat tangannya untuk meraih gagang laci
tersebut, namun itu terlalu sulit untuknya. Ia begitu lemah, sampai
akhirnya ia terpejam dan tak membuka matanya kembali.
~NLS~
Kini pria itu terduduk lemas di sebuah ruangan. Ia tak
memberontak lagi seperti apa yang dilakukannya di halaman rumah sakit
ini. Kini mulai menggenang air di pelupuk matanya, air mata yang ia
peroleh setelah mendengar sedikit kebenaran. Berdiri bulukuduk Niall
akan penjelasan singkat Taylor baru saja.
“minumlah”. Sahut seorang gadis yang ia baru ketahiu
ternyata memang seorang dokter dan juga sahabat Sherine.
Niall meminum air putih itu, namun rasanya berbeda,
terasa begitu sakit ia menelannya. Tak kuat lagi ia menahan perihnya
air mata yang menggenag, ia keluarkan sejadi-jadinya. Christie yang
berdeku dihadapan Niall, meminjamkan pundaknya yang tentu saja
setelah mendapatkan izin dari kekasihnya. Gadis itu mengelus lembut
pundak Niall yang bergetar akan isakan tangisnya.
Niall menggigit kuat bibirnya agar ia tak terdengar
seperti bayi yang berteriak meminta botol susunya. Matanya sudah
memerah, pundak Christie pun sudah basah akan banjirnya air mata si
blonde bermata biru itu.
Lama ia terisak, tapi Christie tetap membiarkan
pundaknya basah. Sampai nyeri di kakinya pun tak di perdulikannya.
“maafkan aku, Niall. Karena aku juga ikut menutupinya dari mu. Aku
tak memberitahukan keberadaanmu pada Taylor, karena aku menjaga
persahabatanku dengan Sherine”. Ucap Christie menyesal.
Niall bangkit kini, mengusap sisa air matanya. Mencoba
terlihat kuat sekuat Sherine yang selama ini menahan itu semua
seorang diri.
Christie melanjutkan penuturannya kembali, “saat di
pesta pertunangan itu, aku melihatmu. Dan aku baru tau ternyata Billy
temanmu juga.”. Ucap Christie tersenyum, seraya membersihkan luka
yang terdapat di sudut bibir Niall. Niall mengingat saat ia pergi ke
pesta pertunangan temannya itu dan ia melihat pria yang kini duduk di
meja kerja di sampingnya mengelus lembut hidung Sherine.
“Aku membawa Taylor untuk mengantarku saat itu, aku
bisa melihatmu menatap tajam kekasihku yang saat itu sedang
menjelaskan kerja virus kanker dalam rongga hidung Sherine. Aku bisa
melihatmu begitu cemburu melihat Taylor yang mengelus lembut hidung
Sherine. Begitu juga denganku yang sama cemburunya denganmu...”.
Gadis itu palingkan tatapannya ke mata Taylor yang memperhatikannya
menjelaskan kebenarannya. Ingin rasanya Taylor mengatakan bahwa ia
juga cemburu saat gadisnya itu meminjamkan bahunya pada pria blonde
ini dan memilih membersihkan luka pria itu ketimbang kekasihnya
sendiri.
“.. Tapi aku mengenal Taylor. Aku tau benar ia, ia
begitu menyayangi pasiennya, terlebih saat ia tau bahwa Sherine
adalah sahabatku,..”. Lanjut Christie. Ya, dan Taylor mengenal
Christie, bahwa cinta gadis itu hanya untuk dirinya.
“.. jadi, jangan kau salahkan dirinya atas semua
rahasia ini. Termasuk cincin ini..”. Christie menunjukkan cincin
yang melingkar di jari manisnya. Niall mengenal cincin itu. Lain lagi
dengan Taylor yang tak mengerti maksudnya.
“.. akulah yang sebenarnya Taylor tunangkan. Bukan
Sherine”.
_Author pov End_
~NLS~
|To Be
Continued|
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo
ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing
banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO,
jangan cuma baca aja yawh :) If
you want respect, then respect others!
Don't forget to
send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad
and @FathimHaddad501
for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 18 ;)





0 comments:
Post a Comment