Saturday, May 11, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 17}

Posted by Unknown at 6:34:00 PM

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 17}

Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato



|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Niall pov_


Sebenarnya apa map itu? Apa Sherine pernah menjadi pasien tetap rumah sakit ini?

.. Niall! Kau dengar aku? Bisa kau berikan map itu padaku?”. Rupanya Liam memanggilku sedari tadi, namun aku tak menghiraukannya, terhanyut mengingat kejadian-kejadian kecil itu. Ku serahkan map itu padanya, menunggunya agar ia membuka isi pada map yang kini di tangannya.

ha! Sudah ku bilang, aku hanya sakit perut biasa, bukan karena ginjalku! Lagi pula ginjal itu di belakang bukan di depan kan, Niall? Bodoh sekali si Zayn, percaya begitu saja dengan gurauan Louis”. Serunya setelah membaca sebuah kertas di dalamnya.

kau lihat ini, Niall? Ini ginjalku”. Pekik Liam tertawa kecil seraya menunjukkan hasil rontgennya padaku yang diambil dari dalam map yang sama.

hey, Niall? Kau baik-baik saja? Kenapa kau mematung?”. Tegur Liam.

umm.. tidak, baiklah kususul Zayn sekarang”. Akhirku berbalik dan langsung keluar dari ruangan itu.

Muncul kini firasat buruk tentang Sherine, aku takut ia tengah menyembunyikan sesuatu dariku. Tidak, tepatnya aku takut terjadi sesuatu padanya. Map itu, map yang sama dengan milik Liam. Apa Sherine pernah menjadi pasien rumah sakit ini lalu menerima map yang sama? Lalu kenapa ia menerima map itu lebih dari satu kali? Kini aku takut, takut terjadi hal yang serius padamu, Sher. Karena kau menyembunyikan ini dariku. Apa yang terjadi padamu?

Tanpa kusadari, ternyata aku sudah berada di dalam lift dan pintu lift kini baru saja terbuka, bersamaan dengan munculnya si lelaki pakistan itu saat aku keluar dari lift. Tunggu? Bukankah ia akan membeli minuman? Tapi kenapa ia tak memegang apapun di tangannya? Terkekeh aku menatapnya.

mana minumannya? Kau tahu, Liam mengamuk karena kau terlalu lama”. Tanyaku, namun Zayn tak mengubris hal itu. Tatapannya kosong menghadap lantai yang akan di pijakinya, ia terlihat seperti orang frustasi, kenapa ia?

Aku terus mengikuti langkahnya, takut terjadi sesuatu padanya, takut seseorang yang jahat tengah menghipnotisnya. Aku terus memanggilnya, namun Zayn seolah tengah asyik mendengar alunan musik yang keras di telinganya, namun nyatanya tak ada sesuatu yang menyumbat telinganya, termasuk headset.

Zayn? Ada apa denganmu? Terjadi sesuatu padamu? Ada masalah dengan keluargamu? Zayn katakan sesuatu! Kau membuatku takut jika kau terus berjalan mematung seperti ini!”. Tanyaku panik seraya mengiringi langkahnya yang kini tiba-tiba saja berhenti. Memaksaku mengerem langkahku agar tak menubruknya.

Zayn mematung, tatapannya lurus kedepan hampir membulat, “Zayn! Kenapa kau berhenti tiba-tib..”. Ucapanku ikut terhenti kini, saat aku mengikuti lurus tatapan bulatnya, yang seolah ia melihat sekelompok monster yang akan membunuhnya. Yaa, monster.. aku juga merasakan hal itu kini, namun justru aku yang ingin membunuh monster menjjikan itu.

Aku sungguh tak percaya apa yang kini kulihat. Pria itu, kini tengah menikmati lembutnya bibir gadis bertank top hitam dihadapannya.
 



Aku mengenal pria itu, sangat bahkan. Sangat mengenalnya sampai aku ingin menghancurkannya saat ini juga dalam kepalaku. Tapi kini aku akan menghancurkannya langsung, seperti apa yang ia lakukan pada orang yang ku cintai. Taylor lautner, akan ku bunuh kau!

Aku tau aku tak bisa sama sekali berkelahi, tapi entah kenapa aku ingin sekali menghajar pria itu sekarang juga, tak perduli aku akan di tinjunya balik atau tidak, yang ada dikepalaku hanyalah Sherine. Tak boleh ada seorang pun yang berani menyakiti Sherine!

kurang ajar!”. Ucapku geram, seraya berlari kearah pintu tersebut siap melayangkan tinju ini tepat di wajahnya.

NIALL, NO!”. Tak perduli siapapun yang akan menghalangiku memberinya pelajaran ini. Termasuk Zayn yang mencoba menghalangiku.

'BUUGG!'.

Hantaman tangan ku ini tepat mengenai sasaran setelah aku menjauhkan seorang gadis dari dekapannya, tak perduli akan teriakan gadis itu yang terjatuh juga atau tidak seperti pria bajingan ini. Geram aku melihat wajahnya, gemlutuk gigiku terdengar jelas oleh telingaku, mataku memanas menatap tajam matanya.

Bisa kulihat sudut bibir kanannya yang mengeluarkan darah, puas aku melakukannya. Ia terheran-heran kini memandangku. Tak suka akan pandangannya, ku layangkan kembai tinju ini pada pelipis kirinya, “Niall! Stop!”. Zayn menarik tubuhku saat aku berencana akan melayangkan tinju ketigaku ini.





Niall! Kau tak boleh memukulnya!”. Teriak Zayn membuatku nanar menatapnya. Apa maksudnya tak boleh? Bukankah ia lihat sendiri pria itu tengah mencium gadis lain? Pria brengsek itu mengkhianati Sherine! Sebenarnya Zayn berpihak pada siapa?

Pria itu telah bangkit tanpa ku sadari dan melayangkan tinjunya saat aku lengah. Tinju yang mendarat tepat di pipi kiriku.

Aku terjatuh akan pukulan kerasnya itu, namun Zayn sergap menangkapku. Pukulannya tak sebanding dengan yang ku berikan padanya, tubuhnya lebih kekar dariku, tentu saja pukulannya lebih keras dari yang ku berikan, hingga sudut bibirku mengeluarkan darah lebih banyak darinya.

Ia meremas kerahku, memaksaku untuk bangkit, “hah! Jadi ini wujud aslimu, Niall Horan? Kenapa? Kenapa kau baru keluar sekarang!”. Ucapnya kembali melayangkan tinjunya yang kini keperutku.

Perutku kesakitan dan serasa keram sekarang. Mencoba menahannya namun tak bisa. Disisi lain aku mencerna ucapannya tadi yang tak ku mengerti maksudnya.

Taylor! Sudah! Kenapa kau memukulnya? Jika Carlisle Cullen lihat, kau akan dikeluarkan!”. Ucap gadis itu yang membantuku bangkit. Namun aku tak butuh akan bantuan itu, ia juga termasuk orang yang menyakiti Sherine walaupun aku tak tau hubungan gadis itu dengan Sherine. Aku melepaskan pegangannya kasar, dan mencoba bangkit sendiri dan siap menghajarnya lagi.

hhh.. kau lihat, Chris? Ia suka pukulanku”. Ucap si brengsek itu meremas kedua tangannya seolah ia tak sabar ingin melayangkan pukulannya kembai ke wajahku atau bahkan perutku lagi.




stop!”. Aku kenal suara itu, paul mendorong si brengsek itu sampai terjatuh saat Taylor akan melayangkan pukulannya lagi. Namun lagi-lagi Zayn memihak pria itu, ia meminta paul agar mengusir semua orang yang memperhatikan aksi kami saat ini, yang baru membuatku sadar bahwa telah banyak sekali orang-orang dan media yang memperhatikan kami.

Zayn! Apa yang kau lakukan? Biarkan saja Paul menghabisinya. Bukankah kau lihat sendiri perbuatannya tadi?”. Ucapku seraya meringis menahan sakit di perutku ini.

Zayn malah pergi membantu pria itu bangkit dan bertanya sesuatu yang sama sekali tak ku mengerti, “kanker apa?”.

Si pria brengsek itu langsung mejawabnya, “Nasofaring”.

Aku semakin terlihat seperti orang bodoh yang tak tau apa-apa sekarang, “Zayn! Ada apa?!”. Teriakku, agar ia pergi jauh dari pria itu agar tak tertular keberengsekannya itu.

aku sudah tau semuanya, Niall”. Ucap Zayn yang memberikan tatapan kosong itu lagi padaku. Zayn menepuk pundakku sebelum menatap Taylor juga gadis disampingku, lalu kembali masuk ke lobby rumah sakit. Aku tak mengerti kenapa ia jadi sinting begitu.

Niall. Kami ingin bicara padamu”. Seru gadis disampingku yang sekarang mengenakan blazer putih, membuatnya terlihat sama seperti dokter-dokter rumah sakit ini.

bicara apa? Memintaku untuk menutupi kebusukan kalian?”. Ucapku yang masih terbakar api kemarahan. Namun malah disambut dengus senyuman gadis ini.

aku menunggumu, bung. Kenapa kau baru muncul dihadapanku sekarang?”. Tiba-tiba si brengsek itu merubah sikapnya, bertolak belakang dengan sikap saat ia memukuliku. Ia memelukku, dan ucapannya tadi membuatku terperangkap akan jutaan tanda tanya di dalam otakku.

Sherine masih mencintaimu, Niall”. Lanjutnya, membuatku hampir menganga dan membulatkan mataku. Sedangkan gadis di hadapanku tersenyum simpul padaku seraya mengelus lembut punggung pria yang kini memelukku.


_Niall pov End_


~NLS~


_Author pov_





'Princess Nose's Diary

9 February. 9:56 am.


Sekitar satu jam lagi.

Aku menunggu lama hari ini datang, hari dimana aku bisa bersamamu lagi, walau hanya sehari. Hari dimana membuatku tak terjaga pada hari sebelumnya, karena tak sabar menunggu hari ini tiba. Hari dimana aku bisa menghabiskan waktu bersamamu seharian untuk terakhir kalinya, Niall.

Dari sekian lembar dalam Diary ini, hanya lembaran ini yang kutulis dalam keadaan benar-benar bahagia, benar-benar merasakan nikmatnya sebuah hari, dan untuk pertama kalinya aku benar-benar bisa melupakan penyakit ini.

Kau tau, Niall. Kau pasti akan mentertawakanku jika kau melihatku satu jam lebih di hadapan cermin, hanya untuk memoleskan peralatan make upku di atas wajah pucat ini, agar terlihat sedemikian cantik di hadapanmu. Kini aku tertawa Niall, sungguh.

Aku sadar kini. Apa yang Taylor katakan selama ini, itu semua benar. Dengan cinta, aku bisa bangkit. Dengan cinta, aku bisa melupakan hal terburuk sekalipun yang menimpaku. Dan dengan cinta, untuk pertama kalinya aku bisa merasakan kesehatan yang begitu nikmat diatas kesakitan ini. Maka dari itu, akan ku manfaatkan hari ini sebaik mungkin, ku buat hari ini seolah aku milikmu, hingga membuatku benar-benar lupa akan penyakit ini. Dan setelah itu, setelah hari ini berakhir, jika aku kembali terpuruk meratapi penyakit ini, aku bisa mengingat hari ini dan tersenyum kembali.

Aku mencintaimu Niall.'


Tangan halusnya menutup Diary book hijau muda itu. Matanya berbinar bagaikan mutiara. Setiap detiknya, tak pernah ia tinggalkan seyuman itu di bibirnya. Dan setiap menitnya, tak pernah ia palingkan wajahnya di hadapan cermin kecil yang pagi tadi ia bersihkan dari debu-debu lotengnya.

Hari ini, Sherine nampak sangat cantik. Sejak pagi-pagi sekali ia begitu berusaha mengatur make upnya agar tampak natural. Rambut palsunya yang ia sisir dengan rapih seolah itu rambutnya sendiri. Bola mata yang terhalang kontak lensa dengan warna yang sama dengan asli warna bola matanya. Serta dress putih brukat yang ditutupi blazer biru muda.

Kini ia memandangi sekitar kamarnya, memastikan tak ada satu pun yang tertinggal. Ia sudah mengepak barang-barangnya semua, tinggal Diary dihadapannya ini, juga sebuah bingkai foto tepat disamping diarynya. Fotonya bersama Niall di taman.

Sherine mengangkat bingkai itu. Ia sudah membayangkan jalan-jalannya hari ini bersama Niall, ia akan meminta Niall untuk memanggil seseorang disana dan memotret kami. Seperti yang ia lakukan pada seorang pria tua di Regant's Park beberapa tahun lalu.

'tuk..tuk..'. Sesuatu terjatuh diatas kaca pada bingkai foto itu. Sherine tau benar dari mana itu berasal. Buru-buru ia letakkan bingkai itu kembali, lalu menyeka hidungnya. Benar saja, hidung Sherine mengeluarkan darahnya lagi.

Tergesa-gesa Sherine bangkit dari kursinya, membuat bingkai itu terjatuh kelantai dari atas meja yang tertubruk oleh tubuhnya. Sherine berlari ke arah kamar mandinya dan menghampiri washtaffle, mencuci habis hidungnya agar darah itu tak membasahi sampai ke bajunya.

Kini nafasnya tersengal-sengal. Di tekannya hidung itu, lalu kembali kekamarnya. Sherine tau, ini karena ia lupa meminum obatnya, ia terlalu antusias akan jalan-jalannya ini bersama Niall, hingga membuatnya lupa apa kewajibannya. Masih menekan hidungnya, Sherine mencari obat itu. Membuka kembali koper-kopernya satu persatu, sesekali menahan sakit di rongga hidungnya yang membuat nafasnya tak beraturan.

Sherine membongkar habis kopernya namun tetap tak menemukan obatnya itu, ia lupa telah meletakkannya dilaci meja ranjangnya. Ia lupa malamnya ia sengaja tak membiarkan obat tersebut masuk kedalam kopernya agar ia mudah untuk mengkonsumsinya. Namun itu sudah terlambat, belum sempat Sherine menyadari hal itu, kepalanya sudah mulai pening.

Kini tangannya tak lagi menekan hidung yang masih mengeluarkan darah. Ia mencengkram hebat kepalanya, lalu terjatuh tepat dibibir ranjangnya. Dalam keadaan kepala yang terbaring diatas ranjang, remang-remang ia memandang apa yang dihadapannya. Sebuah laci meja yang kini ia ingat telah meletakkan obat-obatan itu di dalamnya. Berusaha mengangkat tangannya untuk meraih gagang laci tersebut, namun itu terlalu sulit untuknya. Ia begitu lemah, sampai akhirnya ia terpejam dan tak membuka matanya kembali.




~NLS~





Kini pria itu terduduk lemas di sebuah ruangan. Ia tak memberontak lagi seperti apa yang dilakukannya di halaman rumah sakit ini. Kini mulai menggenang air di pelupuk matanya, air mata yang ia peroleh setelah mendengar sedikit kebenaran. Berdiri bulukuduk Niall akan penjelasan singkat Taylor baru saja.

minumlah”. Sahut seorang gadis yang ia baru ketahiu ternyata memang seorang dokter dan juga sahabat Sherine.

Niall meminum air putih itu, namun rasanya berbeda, terasa begitu sakit ia menelannya. Tak kuat lagi ia menahan perihnya air mata yang menggenag, ia keluarkan sejadi-jadinya. Christie yang berdeku dihadapan Niall, meminjamkan pundaknya yang tentu saja setelah mendapatkan izin dari kekasihnya. Gadis itu mengelus lembut pundak Niall yang bergetar akan isakan tangisnya.

Niall menggigit kuat bibirnya agar ia tak terdengar seperti bayi yang berteriak meminta botol susunya. Matanya sudah memerah, pundak Christie pun sudah basah akan banjirnya air mata si blonde bermata biru itu.

Lama ia terisak, tapi Christie tetap membiarkan pundaknya basah. Sampai nyeri di kakinya pun tak di perdulikannya. “maafkan aku, Niall. Karena aku juga ikut menutupinya dari mu. Aku tak memberitahukan keberadaanmu pada Taylor, karena aku menjaga persahabatanku dengan Sherine”. Ucap Christie menyesal.

Niall bangkit kini, mengusap sisa air matanya. Mencoba terlihat kuat sekuat Sherine yang selama ini menahan itu semua seorang diri.

Christie melanjutkan penuturannya kembali, “saat di pesta pertunangan itu, aku melihatmu. Dan aku baru tau ternyata Billy temanmu juga.”. Ucap Christie tersenyum, seraya membersihkan luka yang terdapat di sudut bibir Niall. Niall mengingat saat ia pergi ke pesta pertunangan temannya itu dan ia melihat pria yang kini duduk di meja kerja di sampingnya mengelus lembut hidung Sherine.

Aku membawa Taylor untuk mengantarku saat itu, aku bisa melihatmu menatap tajam kekasihku yang saat itu sedang menjelaskan kerja virus kanker dalam rongga hidung Sherine. Aku bisa melihatmu begitu cemburu melihat Taylor yang mengelus lembut hidung Sherine. Begitu juga denganku yang sama cemburunya denganmu...”. Gadis itu palingkan tatapannya ke mata Taylor yang memperhatikannya menjelaskan kebenarannya. Ingin rasanya Taylor mengatakan bahwa ia juga cemburu saat gadisnya itu meminjamkan bahunya pada pria blonde ini dan memilih membersihkan luka pria itu ketimbang kekasihnya sendiri.

.. Tapi aku mengenal Taylor. Aku tau benar ia, ia begitu menyayangi pasiennya, terlebih saat ia tau bahwa Sherine adalah sahabatku,..”. Lanjut Christie. Ya, dan Taylor mengenal Christie, bahwa cinta gadis itu hanya untuk dirinya.

.. jadi, jangan kau salahkan dirinya atas semua rahasia ini. Termasuk cincin ini..”. Christie menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya. Niall mengenal cincin itu. Lain lagi dengan Taylor yang tak mengerti maksudnya.

.. akulah yang sebenarnya Taylor tunangkan. Bukan Sherine”.


_Author pov End_


~NLS~



|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 18 ;)

0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea