Saturday, May 18, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 23}

Posted by Unknown at 11:32:00 PM

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 23}

Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato



|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Author pov_


Sherine melihat sudut bibir Niall yang terluka, lalu ia menyentuhnya dengan lembut dan membuat Niall meringis menahan perih, “luka ini, kau dapatkan dari pukulan Taylor yang membalas pukulanmu?”. Tanya Sherine.

hanya luka kecil”. Jawab Niall menyingkirkan ibu jari Sherine perlahan dari lukanya seraya tersenyum singkat. Tak sampai disitu, Niall memperhatikan Sherine yang terus melihat lukanya itu. Menyeret Niall membalas tatapan itu dengan memperhatikan bibir tipis Sherine kini.

Sherine menyadari hal itu saat Niall mencoba mendekati wajahnya perlahan, entah Sherine terus membiarkan posisinya seperti itu, tak bergerak sedikitpun sampai hidung Niall sudah menyentuh hidungnya.

 


Hingga Sherine terkejut akan sentuhan yang belum sempurna itu, memaksanya memalingkan wajahnya dan menjauh dari wajah lelaki Ireland disampingnya.

Itu membuat suasana diruang tamu Niall menjadi sunyi dan sedikit canggung. Lain lagi dengan Niall yang menyesali first kissnya itu dengan Sherine telah gagal. Niall menggigit-gigit bibirnya sendiri, seraya menatap kosong seisi ruang tamunya. Serta Sherine yang masih menunduk melihat buku-buku jarinya yang memutih akibat cengkramannya sendiri, seraya mencari topik pembicaraan lain agar mengusir jauh suasana awkward ini.

Christie bilang, Tay juga memukul perutmu. Apa kau tak apa-apa?”. Tanya Sherine buru-buru yang akhirnya menemukan topik pembicaraan lainnya.

aku masih bisa makan, Sher. Aku tidak apa-apa. Sekarang kau pulang, bersihkan wajahmu dan kita pergi. Aku akan mengajakmu kesuatu tempat”. Ucap Niall yang membantu Sherine bangkit dari sofanya dan mengantarnya keluar. Ia tak mau membuat gadis itu terlalu khawatir padanya, walaupun ia senang atas perhatiannya tersebut, tapi Niall tetap ingin Sherine untuk fokus dengan penyakitnya saja, tak perlu memikirkannya.

Niall?”. Sapa Sherine berbalik setelah menuruni anak tangga rumah Niall.

apa? Kau mau minta maaf lagi? Berikan aku satu truk Chips dan aku akan memaafkanmu. Cepat pulanglah”. Canda Niall yang berhasil menciptakan senyum lebar Sherine.

itu yang ingin kulihat dari wajahmu setiap hari, Sher. Senyum diatas kebahagiaan, bukan kesedihan”. Ucap Niall saat Sherine telah memasuki rumahnya.


_Author pov End_


~NLS~


_Sherine pov_


Kini aku sampai di suatu tempat, sebuah gedung yang cukup besar. Aku bersama Niall, tepatnya pria ini yang mengajakku ke tempat ini. Aku sangat bahagia, hari ini aku bisa pergi bersamanya, tanpa ada beban yang ku topang seperti biasanya. Beban itu sudah berkurang, hampir tak ada tepatnya. Aku begitu lega telah mengatakan semuanya pada pria blonde itu, mengakui semua kebohonganku, rahasiaku yang kututpi darinya, semuanya.

Taylor benar, harusnya aku tak perlu melakukan hal itu padanya, aku lebih menikmati sisa hidupku jika aku terus seperti ini, tanpa ada beban, tanpa ada perasaan bersalah, tanpa harus membohonginya.

Hanya satu yang belum sempurna kurasakan saat ini. Ia belum mengatakannya, mengatakan bahwa ia mencintaiku, masih mencintaiku. Tapi aku masih takut, aku masih takut Niall mencintaiku yang tak bisa sempurna mencintainya. Karena penyakit ini, aku akan memiliki sedikit sekali waktu untuknya. Apa aku harus membiarkan perasaan ini tak sempurna? Apa aku harus tak membalas perasaannya? Dengan begitu, aku bisa tenang meninggalkannya suatu saat nanti, tanpa adanya beban karena merasa tak sempurna untuk mencintainya.

Kukira kami akan menghabiskan waktu di taman bermain, jalan-jalan di taman dan berakhir dengan makan malam. Namun nyatanya tidak. Seorang gadis kecil dengan tudung kepala hitam bulunya meraih tanganku,




aku menatap Niall, ia mengangguk membiarkan aku mengikutinya. Dan aku di bawa gadis itu pergi masuk ke subuah ruangan yang cukup besar dengan dipenuhi anak-anak seusianya. Aku terkejut di antara mereka ada seorang gadis yang tengah berdiri dihadapan cermin, gadis itu tengah mengambar sesuatu pada cermin dihadapannya. Rambut, karna gadis itu tak tertutup sehelai rambutpun di kepalanya.



Menyadari kedatangnku ia berbalik dan menghampiriku, meraih tangan kananku, ia ikut menuntunku seperti gadis bertudung disamping kiriku. Mereka mengajakku duduk disalah satu ranjang, lalu aku memperhatikan disetiap sudut ruangan itu. Mereka yang ada di ruangan itu, mereka semua sama denganku.

Aku baru menyadari Niall membawaku ke tempat ini, tempat dimana semua anak-anak ini adalah anak-anak pilihan, anak-anak yang terlihat tegar diatas penderitaan mereka. Yang mereka tau hanya bermain, karena hanya itu yang bisa mengusir semua penderitaan mereka. Dengan bermain, mereka bisa melupakan rasa sakit di tubuhnya.

Gadis bertudung hitam tadi berdiri dihadapanku, “bisakah kau bernyanyi untuk kami?”. Pintanya seraya menggenggam lembut tanganku, “bernyanyi? Aku tak bisa bernyanyi”. Ucapku.

tapi, kekasihmu itu seorang penyanyi bukan”. Sahut gadis yang duduk di samping kiriku, gadis yang kehilangan rambut indahnya.

kekasih?”.

ya, dia”. Gadis itu menunjuk ke arah pintu, rupanya Niall bersama sebuah gitarnya yang tergantung di belakang tubuhnya memperhatikanku sedari tadi. Niall tersenyum padaku.

ada yang mau ikut denganku bermain diluar?”. Seru Niall hampir berteriak berlebihan. Dan anak-anak itupun antusias mengikuti Niall dari belakang.

Kami sampai di sebuah taman yang cukup luas, taman yang beralaskan rerumputan hijau segar, serta beberapa pohon palem juga kicauan burung yang sesekali hadir meneduhkan suasana taman ini. Dan yang lebih menakjubkan lagi, taman ini di penuhi bunga di setiap tepinya, yang membuat kupu-kupu cantik tak bisa pergi darinya.

Di tengah taman, anak-anak itu mengelilingi Niall yang sudah mengambil posisi yang tepat untuknya bermain gitar bersama mereka, “heyyuup! Kemarilaah, kalian mau aku bernyanyi apa?”. Ucap Niall yang tak hanya gitar di pangkuannya kini, tapi juga seorang anak laki-laki yang memiliki kekurangan yang sama dengan yang lainnya.

live while were young!!”. Sahut salah satu gadis dari mereka.

tidaaak! Kalau yang itu aku tak hafal!”.

memangnya aku menyuruhmu bernyanyi?”.

wohooo, sudah, kita akan bernyanyi bersama-sama. Sekarang lagu apa yang kalian semua bisa?”. Sahut Niall yang menengah perseteruan keduan anak tadi.

baby!”.

Justin Bieber? Aku juga suka itu! Ayo mulai bernyanyi!”. Uca Niall begitu antusias seperti anak-anak yang mengelilinganya.

yyyeeeeey!”.


~NLS~


Ku lepaskan penutup mata ini, lalu menyerahkannya pada anak laki-laki yang bermain bersamaku. Setelah lelah berlari aku memilih duduk menyendiri di sebuah gazebo yang tak terlalu besar, aku masih mengatur nafasku, aku berhasil melupakan tentang penyakit itu selama aku bermain bersama mereka. Bahkan aku bisa mendengar kembali suara tawa terbahak-bahakku. Aku tersenyum sendiri kini.

Aku melihat sisi kiriku. Niall masih sibuk dengan beberapa anak gadis yang berusaha menangkap kupu-kupu namun tetap tak dapat juga. Namun tatapanku itu seperti pengait pada pancingan, Niall tau saja aku tengah memperhatikannya. Ia menghampiriku, lalu duduk disampingku.

maaf, aku telah membuatmu kelelahan”. Ucapnya, namun dengan cepat aku menggeleng meyakinkannya bahwa aku menikmati kelelahanku ini.

aku bahagia disini. Thank You, Niall”. Ucapku.

dia yang menuntunmu tadi..”. Seru Niall yang mengarahkan pandangannya pada seorang gadis kecil bertudung hitam yang tadi menuntunku. Aku menunggu Niall meneruskan kalimatnya.

.. dia terkena AIDS”. Membelalak mataku kini. Aku menatap Niall tak percaya. Anak sekecil itu, kenapa bisa tertular virus mematikan itu?

penyakit itu di tularkan ibunya sendiri, dan ibunya baru meninggal dua hari yang lalu”. Aku hanya terus memandangi gadis kecil itu seraya mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Niall. Aku tak mengerti gadis kecil itu bisa setegar apa yang ku lihat kini. Ia bisa tertawa seperti yang lainnya, bahkan seperti seorang gadis kecil yang hidupnya sempurna tanpa penyakit yang menggrogoti tubuhnya.

cukup tegar bukan?”. Lanjut Niall menilainya. Aku mengangguk memperhatikan candanya gadis kecil itu.

same with you”. Seru Niall kembali, yang kini menatapku. Aku membalas tatapannya, raut wajahnya berubah, tak bisa dibilang ceria lagi, yang ada kesedihan yang menyeruak dalam hatinya. Ini yang tak ingin kulihat dari wajahnya. Aku hanya ingin melihatnya selalu tersenyum, bukan menangis di dalam hati.

kau tau satu perbedaan antara gadis itu denganmu?”. Lanjut Niall. Aku terdiam, menunggunya menjawab pertanyaannya sendiri.

Love”. Sepasang bibirku yang sedari tadi mengatup terbuka sedikit kini. Aku lebih memilih mengalihkan pandanganku kedepan ketimbang menatap mata biru itu lebih lama lagi. Aku takut ia mengatakan sesuatu yang tak ingin ku dengar, mengatakan apa yang terdapat dalam suratnya kala itu, bahwa ia mencintaiku.

gadis itu memiliki banyak cinta di sekitarnya, teman-temannya yang sangat mencintainya, hingga mampu membuatnya bangkit dari kegelapan yang menghantuinya, kesendirian yang merasukinya, dan kesedihan yang mengisakkannya. Tapi tidak denganmu, Sher”. Aku kembali menatapnya, mencerna setiap kalimatnya, membuat barisan gambar dalam kepala ini yang membantuku berfikir bahwa selama ini aku memang terlihat bahagia namun aku tak menikmati sama sekali kabahagiannku seperti halnya gadis kecil ini.

kenapa kau malah meninggalkan cintamu disaat seharusnya kau membutuhkan cinta?”. Tanyanya melembut, semakin lekat menatapku yang mencoba mengalihkan pandangan darinya.

Kini Niall bangkit dan pindah kehadapanku. Ia bertekuk lutut, membuatku seribu kali menahan degup jantung yang terus bergemuru.

hari ini tanggal sepuluh. Kau tau? Hari ini tepat satu tahun berakhirnya hubungan itu. Hari dimana kau menyuruhku untuk menemukan cinta sejatiku”. Ucap Niall, tak menyangka aku, ia mengingat detilnya hari itu. Tanggal sepuluh februari, hari dimana rasa pahit yang kurasakan karena pertama kalinya aku membohonginya.

Ditengah teriknya matahari di siang ini, masih ada angin yang menyejukkan bumi. Seketika tiupan angin itu meniup kami, membuat helai rambut palsuku ini dan rambut Niall mengikuti arus kencangnya angin itu. Mataku terganggu akan helai rambut palsu ini yang masih tertiup semilir angin. Niall, tiba-tiba membantuku menyelipkan rambut ini ke telinga, “Sher, aku tak akan membiarkan tahun-tahun berikutnya ku hitung sebagai tepat dua tahun, tiga tahun, empat tahun, dan seterusnya pisahnya hubungan kita”. Lanjut Niall, aku menelan ludah, aku mengerti apa maksudnya ia mengatakan hal itu.

tapi sebagai tepat hubungan kita”. Membeku kini aku dibuatnya. Ia memegangi tangan kananku, memasukkan sebuah cincin yang terbuat dari tangkai bunga yang lunak dan ditengahnya terdapat bunga merah kecil. Cincin yang sepertinya buatannya sendiri.

Sherine, I love you, will you marry me?”. Jantungku semakin berdegup tak terkontrol lagi, gematar bibirku tak bisa mengatakan apapun. Aku benar-benar tak terfikir bahwa ia akan mengatakan hal itu saat ini juga. Aku bingung, apa aku harus menangis atau tersenyum bahagia?

Apa yang harus ku jawab? Aku benar-benar tak bisa mengatakan apapun, aku bingung. Di lain sisi, aku, aku begitu bahagianya ia mengatakan bahwa ia masih mencintaiku, dan ia melamarku! Tapi, apa jadinya jika aku menjawab 'I will'? Apa aku siap untuk selalu melihatnya menangisiku setiap hari? Ikut menahan perih saat sebuah jarum menusuk kulitku? Menghabisakan waktu setiap hari di rumah sakit dan tak bisa jauh dengan obat-obatan? Lalu kapan ia ada waktu untuk bahagia?

Aku tak ingin ia merasakan hal yang sama denganku, yang hanya termenung menghabiskan waktu didalam rumah, di larang keluar rumah terlalu lama. Aku tak bisa, aku tak bisa membiarkan ia tetap mencintaiku atau bahkan menikahiku.

Sherine? Katakan sesuatu. Maukah kau menikah denganku?”. Ulangnya lagi. Aku menarik nafas, perlahan ku gelengkan kepalaku, seraya menggigit lidah ini agar bisa menahan tangis lagi.

Niall menundukkan kepalanya, aku melihatnya memijat keningnya, lalu tak lama ia mengangkat kepalanya lagi, “kenapa, Sher? aku sudah tau semuanya, tapi kenapa kau tak mau memberiku kesempatan untuk mencintaimu kembali?”. Ucapnya yang disertai satu tetes air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Bibirnya bergetar menahan air mata yang ingin keluar sejadi-jadinya, namun ia tak sekuat aku, ia tak bisa menahannya hingga derasnya air mata itu keluar juga.

kau tak ingin aku direpotkan olehmu? Dengar, Sher. Aku mencintaimu, apapun akan kulakukan untuk menjagamu, dan aku tak merasa dibebani olehmu, bahkan tak pernah terbersit dalam fikiranku. Itu karena aku mencintaimu, aku tak perduli tentang kondisimu, yang ku inginkan adalah terus bersamamu. Sher, you're my true love!”. Lirih suaranya ku dengar. Merinding aku mendengar setiap perkataannya.

Aku yang melihat wajahnya memerah karna tangisan itupun ikut menangis juga kini. Pertama kalinya kulihat ia menangis seperti ini, “diam! Jangan menangis! Wajahmu jelek jika kau menangis seperti ini, Niall”. Ucapku begitu saja, aku benar-benar tak ingin melihat air matanya membanjiri pipinya.

so, will you marry me?”. Tanyanya lagi. Aku masih diam tak menjawab, aku bingung, aku benar-benar bingung apa aku harus membalas cintanya?

jawab, Sher”. Pintanya, semakin menggenggam erat tanganku. Aku menelan ludah, dan begitu saja air mata ini menetes lebih banyak.

Sherine, aku mohon jangan menangis, aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak akan membuatmu menagis”. Secepat kilat Niall menangkap tubuhku dan memelukku erat, aku membalas pelukannya. Kami menangis bersama, bahkan kami saling meninggikan suara tangisan kami. Ingin sekali ku hentikan tangisan ini karena semua anak-anak yang tadi sibuk bermain kini memperhatikan kami yang menangis seperti anak kecil. Aku terus mencoba menahannya dengan memeras kerah Niall, tapi tetap tak bisa, Niall yang membuatku tak bisa menghentikannya, punggungnya yang ku rengkuh ini terus bergetar.

ini alasanku menutupinya darimu, bodoh! Aku juga tak ingin melihatmu menangis layaknya bayi seperti ini”. Ucapku memukul-mukul punggungnya. Ia melepaskan pelukannya, lalu membersihkan air matanya.

tapi kenapa kau harus memutuskan untuk mengakhiri hubungan? Kau fikir aku suka dengan keputusanmu itu? Hah”. Protes Niall, menatapku tak suka.

lalu kenapa kau tak menolaknya? Kenapa kau malah diam dan pergi, seolah kau benar-benar hanya menyukaiku?”. Balasku.

itu yang ku sesalkan”. Niall kembali menundukkan kepalanya, “aku terlalu bodoh untuk mempercayaimu, dan aku begitu bodoh untuk bisa merasakan perasaanku sendiri yang sebenarnya, maafkan aku”. Niall menangis kembali, wajanya ia tutup rapat dengan tangannya lalu meletakkan kepalanya di atas dengkulku.

No! Berhenti mengatakan hal itu, aku yang memulainya, Niall. Aku yang salah, maafkan aku”. Aku mengangkat kepalanya, matanya memerah, hidungnya pun juga. Aku juga melihat tanganku kini, jemariku memerah, aku baru sadar tubuhku memerah sekarang.

Sherine? Tanganmu?”. Niall juga baru menyadari hal itu, ia juga memperhatikan wajahku, entah apa yang dilihatnya tapi sepertinya aku mengerti, wajahku merah pasti bukan karna menangis, tapi ini karana aku melupakan sesuatu.

aku lupa, menggunakan sunblockku”.


_Sherine pov End_


~NLS~



|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 24 ;)

0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea