Monday, May 13, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 18}

Posted by Unknown at 10:34:00 PM

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 18}

Author: 
@Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato



|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Author pov_


Niall menggigit kuat bibirnya agar ia tak terdengar seperti bayi yang berteriak meminta botol susunya. Matanya sudah memerah, pundak Christie pun sudah basah akan banjirnya air mata si blonde bermata biru itu.

Lama ia terisak, tapi Christie tetap membiarkan pundaknya basah. Sampai nyeri di kakinya pun tak di perdulikannya. “maafkan aku, Niall. Karena aku juga ikut menutupinya dari mu. Aku tak memberitahukan keberadaanmu pada Taylor, karena aku menjaga persahabatanku dengan Sherine”. Ucap Christie menyesal.

Niall bangkit kini, mengusap sisa air matanya. Mencoba terlihat kuat sekuat Sherine yang selama ini menahan itu semua seorang diri.

Christie melanjutkan penuturannya kembali, “saat di pesta pertunangan itu, aku melihatmu. Dan aku baru tau ternyata Billy temanmu juga.”. Ucap Christie tersenyum, seraya membersihkan luka yang terdapat di sudut bibir Niall. Niall mengingat saat ia pergi ke pesta pertunangan temannya itu dan ia melihat pria yang kini duduk di meja kerja di sampingnya mengelus lembut hidung Sherine.

Aku membawa Taylor untuk mengantarku saat itu, aku bisa melihatmu menatap tajam kekasihku yang saat itu sedang menjelaskan kerja virus kanker dalam rongga hidung Sherine. Aku bisa melihatmu begitu cemburu melihat Taylor yang mengelus lembut hidung Sherine. Begitu juga denganku yang sama cemburunya denganmu...”. Gadis itu palingkan tatapannya ke mata Taylor yang memperhatikannya menjelaskan kebenarannya. Ingin rasanya Taylor mengatakan bahwa ia juga cemburu saat gadisnya itu meminjamkan bahunya pada pria blonde ini dan memilih membersihkan luka pria itu ketimbang kekasihnya sendiri.

.. Tapi aku mengenal Taylor. Aku tau benar ia, ia begitu menyayangi pasiennya, terlebih saat ia tau bahwa Sherine adalah sahabatku,..”. Lanjut Christie. Ya, dan Taylor mengenal Christie, bahwa cinta gadis itu hanya untuk dirinya.

.. jadi, jangan kau salahkan dirinya atas semua rahasia ini. Termasuk cincin ini..”. Christie menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya. Niall mengenal cincin itu. Lain lagi dengan Taylor yang tak mengerti maksudnya.

.. akulah yang sebenarnya Taylor tunangkan. Bukan Sherine”. Taylor kini yang terkejut, ia baru mengetahui hal itu. Jadi selama ini, Niall menganggapnya kekasih Sherine, 'pantas saja ia memukulku begitu keras tadi'. Batin Taylor seraya menahan nyeri di sudut bibirnya.

Dalam hati Niall mengutuk dirinya sendiri. Kenapa ia begitu bodoh sampai tak menyadari hal itu. Merasa bersalah ia akan semua hujatan yang ia tancapkan kepada Sherine belakangan ini, menyesal telah mengatakan bahwa Sherine telah mempermainkannya. Niall berjanji tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri sampai ia tau bahwa Sherine terluka akan sikapnya. Terlebih saat terakhir ia bertemu dengan gadis itu. Niall menyesal telah bersikap dingin padanya, dan hampir menolak ajakannya untuk menghabiskan waktu sehari bersamanya yang jatuh pada hari ini. Hari ini!

Niall melihat arlojinya. Jarum sudah menunjukkan pukul setengah sebelas lewat dan ia hampir terlambat! Niall bangkit, “hari ini, aku berjanji akan menghabiskan seharian bersamanya. Dan aku hampir terlambat”. Ucap Niall pada kedua dokter dihadapannya.

pasti untuk pamit yang terakhir kalinya padamu”. Seru Taylor.

apa?”. Kaget luar biasa Niall akan ucapan Tay itu.

ya. Kau tau? Sherine akan pulang ke Indonesia lusa. Awalnya Sherine pulang karena kakaknya kecelakaan, namun Sherine memilih untuk pulang dan tak akan kembali lagi”. Jelas Christie, membuat Niall terpejam menahan sakit dan air matanya. Ia sungguh lelaki yang tak berguna, hal sekecil itu saja ia tak tau, padahal ia orang terdekat Sherine, bertetangga, dan saat ini ia sahabat Sherine. Namun nyatanya Niall merasa bahwa dirinya bukanlah sahabat yang baik, apa lagi kekasih yang baik?

okay, Niall. Sebaiknya kau cepat. Belakangan ini Sherine terlalu sensitif, ia tak suka menunggu lama”. Lanjut Christie memberikan senyum simpulnya. Niall mengangguk dan berbalik untuk membuka pintu. Namun sebelumnya ia memutuskan untuk bertanya satu hal lagi pada mereka, satu hal yang ia harap mendapatkan jawaban yang pasti.

Niall memalingkan wajahnya kembali kepada Taylor, “benarkah yang kau bilang? Tentang perasaan Sherine padaku.”. Terbata-bata ia menanyakan hal itu. Takut yang tadi ia dengar dari mulut Taylor itu salah.

Taylor berdiri menghampiri Christie lalu meraih pinggang gadis itu, “satu hal yang lupa ku katakan padamu, Chris.”. Christie nampak mengkerutkan alisnya.

Diary hijau bergambar burung hantu itu pemberianku untuk Sherine”. Lanjut Taylor.

Tay. Terserah apapun yang lupa kau katakan, tapi jangan pernah kau lupa mengatakan kau mencintaiku setiap hari. Dan apa hubungannya dengan pertanyaan Niall tadi?”. Ucap Christie.

Taylor memalingkan wajahnya kembali menatap Niall, “jika kau menemukan Diary itu, kau akan tau segalanya tentang perasaan Sherine padamu. Dan kau tau? Namamu ada di setiap lembar diary hijau itu. Karena ia menulis seakan ia bicara padamu.”. Jelas Taylor yang kini membuat senyum Niall kembali. Dengan cepat ia keluar dari ruangan itu, namun suara dalam ruangan itu masih terdengar olehnya samar-samar.

kau bahkan juga membaca isi Diary itu? Ha! Sekarang katakan semua yang lupa kau katakan padaku, Taylor Lautner?!”.


_Author pov End_


~NLS~


_Niall pov_


Aku sudah menelfon Liam untuk meminta maaf karena tak bisa mengantarnya pulang. Dan Liam juga mengatakan bahwa ia, Louis dan Harry sudah tau semuanya dari Zayn, tentang penyakit yang Sherine derita selama ini. Mereka menintipkan salamnya pada Sherine dan akan menemuinya setelah urusanku dengan Sherine selesai.

Aku keluar dari mobilku yang ku parkir tepat didepan rumah gadis yang amat ku cintai. Gadis yang selama ini menutup rahasianya rapat-rapat agar tak membebaniku yang sesungguhnya justru membuatku terbebani. Gadis bodoh yang menahan perihnya air mata agar tak terjatuh dihadapanku. Kenapa Sher? Kenapa kau menutupi semua itu dariku dan tak mau membaginya padaku?

Aku mengetuk pintunya berkali-kali, namun ia tak kunjung membukakannya. Padahal di arlojiku sudah menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh menit. Aku kembali mengingat kondisinya yang Taylor ceritakan tadi bahwa ia mudah lemah. Aku melompat dari samping tak melewati tangga, terburu-buru ingin menghampiri jendela kamarnya. Mengintip sesuatu yang ku harap ia tengah bersiap-siap akan membukakan pintu untukku.

Untung saja tirainya terbuka dan aku bisa melihat dia, “Sherine!”. Teriakku setelah mendapatinya tertidur pulas di bibir ranjang dengan sisa darah yang keluar dari hidungnya.




Berlari kembali aku menuju pintunya, berniat untuk mendobrak pintu itu yang aku tak yakin apa aku bisa atau akan merintih kesakitan. Tapi Sherine tak berdaya didalam, sendirian, dan banyak darah yang keluar dari dalam hidungnya. Itu semua membuatku melupakan rasa sakit di tubuhku saat aku mencoba berkali-kali mendobrak pintu hitam kayu itu.

Entah sudah keberapa kalinya aku menubrukkan tubuhku ke pintu itu dan menahan rasa sakit di tangan ku juga perutku yang kembali nyeri. Aku mundur menuruni tangga lalu berlari sekuat tenaga untuk kembali menubruk pintu itu yang ku harap ini terakhir.

'BRUUGGGG!!'.

Berhasil! Namun aku terpelanting dan jatuh kelantai, membuat dengkulku sama nyerinya dengan perutku. Tak ku perdulikan itu, secepat kilat aku kembali bangkit dan berlari kekamarnya. Ku lihat isi kamarnya berantakan dengan beberapa koper yang isinya berceceran dimana-mana. Aku langsung meraih tubuh Sherine. Ku angkat tubuh ringannya agar berbaring di atas ranjangnya. Ku buka kaosku dan menggunakan kaos itu untuk membersihkan darah yang membanjiri hidung sampai ke pipi kanannya.

Kini aku panik. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Aku mencari sesuatu, entah apa. Aku harap aku menemukan sesuatu yang dapat menolongnya. Aku melihat iPhonenya di atas meja, kuraih itu dan mencari nomor Taylor Lautner. Mungkin pria itu bisa membantuku. Harus!

Gemetar tanganku menggenggam iPhone itu ke telingaku, tak bisa mengatur nafas yang tersengal-sengal ini sekarang. Aku keringat dingin, sesekali menatap Sherine yang nampak cantik dan berharap ia menunjukkan tanda-tanda kesadarannya.

'halo, Sher?'.

Taylor! Ini aku.. aku.. aku tak tau harus melakukan apa, Sherine terpejam dan mengeluarkan darah”. Ucapku yang mungkin terdengar oleh Taylor seperti di kejar-kejar buldozer.

'okay okay, Niall. Kuminta kau tenang, ia akan baik-baik saja. Sekarang ku minta kau atur nafasmu, lalu kau ambil botol infus di laci samping ranjangnya yang tersisa. Cepat sekarang!'. Perintahnya, dan buru buru ku buka laci itu sampai terlepas. Ku lihat hanya ada sebotol infus dan beberapa obat-obatan disana. Aku menangis kini melihatnya. Aku tak tau sampai separah ini Sherine, tapi aku tak sedikitpun tau keadaaannya.

'Niall! Apa kau sudah menemukannya?'.

ya, ya aku menemukannya.”. Jawabku yang diselingi isakanku.

'tenanglah, Niall. Baiklah, cairan infus itu berisi obat untuk Sherine jika ia berada dalam keadaan pingsan. Sekarang aku butuh konsentrasimu. Aku tak bisa kesana dalam waktu cepat. Jadi ku harap kau yang melakukannya, dan aku yakin kau bisa'.

kau ingin aku melakukan apa? Cepatlah!”.

'pergilah untuk mencuci tanganmu sebersih mungkin, Niall. Lalu kau lihat tiang besi disamping ranjang Sherine? Kau ambil selang yang menggantung disana. Lalu di bawah ranjang Sherine juga terdapat kotak obat yang berisi alkohol untuk disinfeksi dan plaster. Kau keluarkan itu semua dihadapanmu. Ingat! Jangan terburu-buru. Kau harus tenag, jika tidak ini bisa fatal. Karena kau bukan ahlinya'. Ku ikuti sarannya itu. Ku letakkan iPhone Sherine diatas meja setelah ku sentuh tombol loudspeaker.

Aku mengatur nafasku yang seperti pelari marathon kini, mencoba tenang dan percaya pada Taylor bahwa aku bisa melakukannya. Aku menghampiri washtaffle dapurnya, mencuci tanganku sebersih mungkin, lalu kembali ke kamar dan menemukan selang infus serta kotak di bawah ranjang itu.

Taylor, aku sudah menemukan semuanya”. Ucapku tanpa menggenggam iphone yang terletak di meja belakangku. Seraya memastikan semua yang di katakan Taylor sudah berada di hadapanku.

'kau siapkan dan gunting plasternya lebih dulu. Jika sudah, kau buka penutup botol infus tadi dan hubungkan pada selang, alirkan cairan dalam selang kemudian kau gantungkan di tiang tadi. Sudah?'. Dengan tenang ku ikuti langkah-langkahnya itu seiring dengan penjelasannya, agar aku tak tertinggal dan memintnya untuk mengulang. lalu ku gantungkan cairan infus itu.




sudah”.

'sekarang, gunakan Handscoon yang ada di dalam box itu, lalu kau ambil kapas dan bersihkan tangan Sherine yang akan di infus degan cairan disinfeksi. Setelah itu kau ambil jarumnya. Dengar Niall, yang ini kau tidak boleh salah, kau harus menusuknya dengan benar'. Terbelalak mataku mendengar kalimat terakhirnya.

Menusuk? Maksudnya, aku yang menusukkan jarum ke tangan Sherine? Apa aku bisa?, “apa?! Tapi aku tak bisa”. Ucapku menghentikan tanganku yang tengah membersihkan tangan Sherine.

'Niall! Jika tak di tusuk bagaimana cairan obatnya bisa terhubung ke tubuh Sherine? Cepatlah tak ada waktu lagi!'.

Aku memejamkan mataku, menenangkan pikiranku. Aku tau ini kali pertama aku melakukannya, bahkan tak pernah terbersit dalam hidupku bahwa aku akan melakukan hali ini. Tapi, aku tak bisa tinggal diam menunggu Taylor datang hingga akhirnya terjadi hal yang lebih buruk pada Sherine nantinya.

'Niall, ini aku Christie. Aku akan menjelaskannya padamu'. Muncul suara lain dari telfon itu.

baiklah. Aku sudah membersihkannya. Teruskan penjelasanmu secara perlahan dan aku akan mengikutinya.”. Pintaku. Kini aku sudah bisa setenang mungkin, siap untuk melakukannya, memasang telinga ini lebar-lebar agar aku tak salah mendengarkan penjelasannya.

'Niall, ini mudah. Kau tak perlu mencari letak pembuluh darah pada tangannya, karena kau bisa melihat bekasnya.'. Ucap Christie yang menurut padaku dengan mengatakannya secara perlahan. Ku perhatikan lebih jelas tangannya yang telah ku bersihkan tadi, dan benar saja. Teriris kembali aku melihatnya. Inikah bekas tusukan jarumnya? Sudah berapa kali kau menahan sakit tusukan jarum, Sher?

'Niall? Kau masih disana?'. Panggil Christie, mengalihkan tatapanku dari bekas suntikan jarum di tangan Sherine tersebut.

.. ya. Ya, Christ. Lanjutkan”.

'jangan melamun! okay. Yang menjadi tantanganmu adalah, tusukkan jarum itu ke tangannya. Ingat kau tusukkan tepat pada bekas tersebut, genggam tangannya dan kau akan menemukannya lebih jelas,..'. Jelas Christie. Jarum sudah siap di tangan kananku, sedangkan tangan kiriku menggenggam dingin tangan kanannya, dingin yang membuatku ingin menangis merasakannya.

'.. sekarang, lakukan penusukan pada vena tersebut dengan..'.

sebentar! Apa itu vena?”. Potongku karena tak mengerti kata yang di keluarkannya itu.

' sorry, Niall. Maksudku pembuluh darahnya.'. Jawabnya. Dan kemudian, mulailah sebuah tanatanganku ini yang tak hanya sekedar tanatangan, namun pertolongan untuk gadis ini, gadis yang ku cintai.

Kemudian Christie melanjutkan penjelasannya, dan aku mengikuti setiap langkahnya, 'baiklah, sekarang, Niall. Kau tusukkan dengan meletakkan ibu jarimu di bagian bawah vena'.

' ... Posisi abocath menga.. maksudku jarumnya mengarah ke atas'.

' ... Perhatikan keluarnya darah melalui jarum, maka tarik keluar bagian dalam jarum sambil meneruskan tusukkan ke dalam vena'.

' .... Setelah jarum infus bagian dalam di lepaskan atau di keluarkan, tahan bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tanganmu, agar darah Sherine tak keluar'.

' .......... Niall? Kau mendengarkanku? Apa kau berhasil?'.

' ...... Niall cepat katakan padaku, jangan membuatku takut!'.

hyaa, aku berhasil”. Ucapku, mematung menatap apa yang sudah ku kerjakan.

'aaaaah!! sudah kuduga, pasti kau bisa melakukannya, Niall! Cepat! Sekarang bagian infus itu kau hubungkan dengan selang infus yang sudah kau siapkan tadi, sudah?'.

ya, Christ, sedang kulakukan”. Ku hubungkan selang infus itu ke infus yang masuk ke tangan Sherine tadi.

'Niall, aku akan memaksa rumah sakit ini untuk memberikan penghargaan padamu jika kau berhasil melakukannya'.

sudah, Christ. Lalu apa selanjutnya?”.

'maaf, Niall. Aku terlalu antusias. Buka pengatur tetesannya, kau bisa lihat? Jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lamban tetesan itu keluar, mengerti?'. Aku mengikutinya, memperhatikan setiap tetes yang turun dari botol infus itu seperti yang dikatakan Christie tadi.

ya, sudah. Lalu apa lagi?”. Tanyaku lagi, mengangkat iPhone Sherine kembali ke telingaku.

'kau sudah menyelamatkan Sherine, Niall'. Seru Christie, membuatku bernafas lega. Aku bisa melakukannya? Yang benar saja.

'Niall kami sudah di jalan, sebentar lagi kami sampai. Pastikan ia hangat dengan selimutnya. Jangan tinggalkan ia sampai kami sampai, bye'.

bye, Christ”. Akhirku setelah selesai menyelimutinya. Tentu saja aku tak akan meninggalkannya, tak akan pernah lagi.

Ku sentuh layar merah pada iPhone itu, lalu terjatuh duduk di samping meja menyandar dinding. Mengatur nafas ini agar normal kembali. Entah aku harus bahagia karena berhasil melakukannya, atau menangis karena kondisinya yang tak tahu setelah ini bisa sembuh dari kanker itu atau tidak.

Aku melihat sebuah bingkai di lantai yang kacanya retak, ku ambil bingkai itu. Aku ingat foto didalamnya, namun foto itu terhalang oleh tetesan darah. Apa Sherine sedang memandangi foto ini sebelum darahnya itu keluar dari dalam hidungnya? Apa ia merindukan saat-saat seperti yang terdapat dalam foto ini? Atau ia merindukanku? Apa ia mencintaiku? Tidak, apa ia masih mencintaiku?

Lalu teringat kembali perkataan Taylor tentang Diary itu. Apa pria itu juga benar soal diary yang di katakannya? Aku bangkit dan mencari diary itu, dan tepat saat aku berdiri, aku langsung menemukan sebuah buku kecil bersampul bludru berwarna hijau dengan gambar seekor burung hantu di depannya.








Inikah diary itu?


_Niall pov End_


~NLS~



|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 19 ;)

0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea