Title:
#NLS “Princess
Nose And True Love” {Part 16}
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome
to my Imagination|
Hope you
like this guys ;)
~NLS~
_Author pov_
'ayo Niall, katakan yang sebenarnya bahwa kau cemburu
atas apa yang kau lihat tadi, dan katakan padaku apa yang terdapat
dalam surat itu, tulisan yang mengatakan bahwa kau berjanji akan
mengatakan bahwa kau mencintaiku secara langsung, tanpa perduli
apakah aku mencintai Taylor atau tidak. Mungkin aku bisa menghambat
kepulanganku jika kau mengatakan itu, Niall'. Batin Sherine
menggebu-gebu.
“kau marah padaku? Apa aku berbuat salah padamu?”.
Lanjut Sherine seolah ia tak menyadari kesalahan terbesarnya pada
Niall.
Sedangkan Niall berusaha tak perduli lagi akan ucapan
Sherine yang membuatnya semakin muak dan sakit, “tidak, lupakan.
Aku hanya lelah..”.
“Niall!”. Bentak Sherine diheningnya malam saat
Niall hendak membuka pintu rumahnya. Bentakan yang seketika membuat
Niall memaksa menghentikan langkahnya untuk masuk kedalam, karna ini
kali pertamanya Sherine membentaknya.
“dua hari lagi aku akan pulang ke Indonesia”. Lanjut
Sherine yang kini kembali melembut. Sherine ingin meminta sesuatu
padanya, sesuatu yang mungkin hanya sekali saja ia dapat sebelum
meninggalkan pria berbehel itu untuk selama-lamanya.
Sempat terkejut pria itu tentang apa yang didengarnya,
tapi Niall malah menduga bahwa kepulangan Sherine karena ingin
memperkenalkan Taylor pada orang tuanya. Berfikir bahwa Sherine hanya
pulang untuk sementara dan akan kembali lagi. Tak tau sama sekali
bahwa sebenarnya Sherine akan meninggalkannya dan tak akan pernah
kembali lagi. Mungkin untuk selama-lamanya...
“mengantar Taylor kepada orang tuamu? Oh ya, selamat,
Sher. Sepertinya kau bergerak cepat. Kau mengajak Taylor ke orang
tuamu untuk melamarmu? Selamat. Aku akan menyampaikan salammu untuk
teman-temanku. Okay, aku benar-benar lelah, Sher. Aku mengantuk.
Bye”. Tuduh Niall panjang lebar dan secepat kilat masuk kedalam
rumahnya. Namun saat Niall menutup pintunya, Sherine menahan pintu
itu dengan kaki kanannya yang terbungkus sneakers yang dipakainya
asal.
“would you go with me... ”. Niall mematung
menatapnya, mencerna apa yang dikatakan Sherine baru saja.
“..tomorrow? Just one day.”. Lanjut Sherine.
Niall sempat kembali bungkam, merasakan denyut
jantungnya yang menggebu saat Sherine mengatakan hal itu padanya.
Tentu didalam hatinya ia ingin, bahkan sangat ingin menghabiskan
waktunya bersama Sherine kembali seperti dulu. Namun sesuatu
mengurungkan keinginannya itu untuk meng-iyakannya. Ia sadar, kini
Sherine bukanlah kekasihnya lagi, ia tak pantas mencintai seorang
gadis yang sudah menjadi milik pria lain.
“aku tak bisa, Sher. Besok bagianku dan Zayn yang
menjaga Liam”. Jawab Niall jujur, memanfaatkan hal itu sebagai
alasan agar ia bisa menolaknya. Niall juga tak habis fikir, mengapa
Sherine ingin pergi bersamanya, kenapa ia tak meminta si Lautner itu
untuk pergi bersamanya.
“please, just one day”. Lirihan Sherine tersebut
mampu menyentuh hati Niall, ia melihat Sherine begitu memohon
padanya. Jangankan satu hari, didalam hati Niall, ia mau membagi
waktu seumur hidupnya untuk Sherine.
Niall memainkan bibirnya seraya mengangguk meng-iyakan,
dan disambut senyum sumringai gadis dihadapannya. Sherine sangat
bahagia sekali Niall mau meluangkan waktu untuknya, waktu yang
singkat untuknya menghabiskan waktu berdua dengan Niall, untuk
terakhir kalinya...
“thank you, besok siang kau jemput aku. Dan pulangnya
kau antar aku ketempat Liam, bagaimana? Atau kita ke mini market
dahulu sebelum menjenguk Liam, kita belikan buah-buahan segar
untuknya? Bagaimana menurutmu, Niall?”. Ucap Sherine antusias.
“terserah kau saja”. Akhir Niall sebelum menutu
pintunya.
“thank you Niall, good nite!”. Teriak Sherine yang
yakin bahwa Niall masih tak jauh dari pintunya.
Sherine tersenyum bahagia, ia sadar ini kali pertamanya
ia sebahagia ini pasca setelah tau bahwa penyakit itu menggerogoti
tubuhnya. Ia bahagia karena bisa menghabiskan waktunya bersama blonde
bearnya itu, walau hanya sehari dan untuk terakhir kalinya.
~NLS~
Selesai sudah si pirang itu menceritakan tentang Sherine
pada salah satu pasien The Princess Grace Hospital sekaligus
sahabatnya, Liam Payne. “aku turut menyesal, Niall. Harusnya kami
tak memaksamu untuk mengejarnya dan mendapatkannya kembali. Mungkin
kala itu Sherine benar, kau memang harus mencari cinta sejatimu yang
memang bukanlah dirinya. Sekarang, apa kau sudah mulai untuk
melupakannya?”. Liam sesekali menyantap isi sup yang disuapkan Zayn
untuknya. Dan tentu saja menggunakan garpu.
Niall bersama dengan sebuah gitar di pangkuannya,
terdiam sesaat seraya memetik senar pada gitar tersebut.
“entahlah. Semalam, ia memintaku untuk menemaninya
hari ini”. Ucap Niall masih dengan tatapan kosongnya.
Kini Zayn dan Liam sama-sama memandang pria irlandia itu
yang tengah duduk menikmati alunan gitar yang diciptakan
jari-jemarinya, “lalu, apa yang kau bilang?”. Tanya Liam yang
lagi-lagi dijawab dengan diam oleh Niall.
“kau bilang, 'ya'?”. Sahut Zayn tak percaya.
“ayolah, Niall. Bukankah kau janji akan melupaka..”.
“dia akan pulang ke Indonesia”. Potong Niall saat
Zayn belum menyelesaikan kalimatnya.
“apa? Apa dia tak akan kembali lagi?”. Sambung Liam,
yang membuat Zayn memilih untuk diam membiarkan Niall menjawabnya.
“aku tidak tau, ia tak mengatakan apa-apa tentang itu.
Aku malah menyimpulkan sendiri, bahwa tujuan kepulangannya adalah
untuk mengenalkan Taylor pada keluarganya”. Jelas Niall masih fokus
memetik gitarnya.
“bisa jadi, Niall. Ah, sudahlah. Anggap saja hari ini
adalah hari terakhirmu pergi dengannya, dan hari terakhirnya berada
di dalam fikiranmu, setelah itu terserah kau. Apa kau mau
melupakannya, atau melupakan perasaanmu saja”. Saran Liam yang di
sambut anggukan hebat Zayn, serta otak Niall yang menerima solisi
itu.
Niall meletakkan gitarnya lalu bangkit dari sofa
berwarna coklat tua dihadapan ranjang Liam, “ya, kau benar. Umm..
aku akan membeli minuman di luar, kalian mau ku belikan apa?”.
Tawar Niall siap melangkah keluar ruangan.
“ide bagus! Aku haus, Niall”. Seru liam
“no, Niall. Kau disini saja suapi Liam, aku lelah. Aku
yang akan membelikan minuman untuk kalian. Kau mau apa?”. Ucap Zayn
memberikan mangkuk putih sup itu ketangan Niall.
“belikan aku soda”. sahut Liam sebelum ditanya.
Zayn mentoyor kepala Liam, “Bodoh! Ginjalmu bermasalah
kau malah ingin minum soda lagi”.
“sudah ku bilang ini bukan karena ginjalku! Ayolah,
hanya sedik...”.
“tidak! Kau apa, Niall”. Potong Zayn tetap tak
menyetujui pesanan Liam tersebut.
“apa saja yang dingin”. Jawab Niall.
“okay”.
“Zayn! Soda, aku mohon sekali saja! Zayn!”. Teriak
Liam saat Zayn sudah keluar dari ruang inap Liam.
Niall menyuapi Liam, “sudah, Niall. Aku sendiri saja,
aku bukan bayi”. Ucap Liam yang memanyunkan bibirnya. Niall kembali
ke sofanya, memangku gitar dan memainkannya kembali, sesekali melihat
arloji di tangannya, 'tiga jam lagi'. Batinnya.
~NLS~
Pintu berlapis besi tebal dihadapannya kini terbuka,
mengartikan ia sudah sampai pada lantai dasar rumah sakit itu seperti
yang ia inginkan. Zayn keluar dari lift itu seorang diri, lalu
bertanya pada seseorang yang lewat dihadapannya dimana ia bisa
membeli minuman pesanan teman-temannya itu, “excuse me. Where's
cafe this hospital?”.
“kau tinggal kearah sana, lalu belok kanan”. Jelas
seorang suster rumah sakit tersebut.
“thank You”. Akhir Zayn, lalu berjalan ke arah yang
di beritahukan suster tadi padanya.
Ketika Zayn akan membelokkan dirinya ke kanan, yakni
cafe rumah sakit tersebut yang sunyi namun terdapat dua orang yang
tengah berbincang dan sepertinya salah satu darinya adalah seorang
dokter, karena pria berambut brunutte itu mengalungkan stetoskop di
lehernya.
Sebenarnya Zayn tak perduli apa yang mereka bicarakan
dan siapa mereka. Yang ia ingin, melewati mereka lalu cepat-cepat
membeli minumannya. Namun salah satu pria diantaranya itu seperti tak
asing bagi Zayn, hingga memaksanya untuk berbalik dan menepi di balik
dinding. Seorang pria berambut hitam sama dengannya, dengan polo
shirt dan jacket kulit hitam.
'pria itu..?'. Zayn mencoba mengingat siapa pria
berkulit sama dengannya itu, ia begitu tak asing baginya.
Hingga Zayn membuka lebar telinganya, mencoba mendengar
dengan jelas apa yang pria itu bicarakan.
“.. tapi kenapa? Kenapa kau menurutinya? Bukankah kau
tau sendiri kondisinya itu tak bisa dibilang baik sama sekali”.
Ucap dokter itu pada pria yang Zayn anggap tak asing baginya.
“i'm sorry, doctor. tapi aku hanya ingin membiarkannya
memilih. Tak akan memaksakannya lagi”.
“memilih? Memilih yang salah? Kau bukan dokter yang
baik dr.Lautner! Harusnya kau membantu Mrs.Arifa untuk sembuh dari
kankernya, bukan membiarkannya bertindak bodoh dengan pulang
kenegaranya dan melupakan penyakitnya. Kau ingin membiarkannya
mati?!”.
Seketika mata Zayn membulat sempurna atas perkataan
dokter itu. Kini ia tau siapa orang itu, pria itu Taylor Lautner,
yang selama ini ia dan teman-temannya anggap sebagai kekasih Sherine.
Pria yang Zayn anggap sebagai orang ketiga pecahnya hubungan Niall
dan Sherine itu ternyata seorang dokter.
Lain lagi dengan kata Kanker dan Mrs.Arifa yang keluar
dari mulut dokter itu. Apa yang mereka maksud Sherine Arifa? Apa yang
terjadi pada Sherine? Kanker apa? Pulang kenegaranya dan melupakan
penyakitnya? Mati? Pertanyaan-pertanyaan itu yang kini berusaha Zayn
proses dalam otaknya baik-baik.
“terserah padamu saja. Setidaknya aku sudah
memberitahumu. Jika ia tak ditangani dengan cepat, usianya tidak akan
lebih dari satu tahun, dr. Lautner. Dan satu lagi. jika dr. Burke
kekasihmu itu sudah datang, suruh dia keruanganku secepatnya”.
Merinding bulukuduk Zayn mendengar akhir dari perkataan dr. Cullen
sebelum meninggalkan Taylor seorang diri.
'dr. Burke? jadi? Pria itu? .. bukan kekasih Sherine?'.
Batin Zayn lemas. Ia di buat pusing kini akan kenyataan yang baru
saja ia ketahui.
Tiba-tiba Taylor lewat begitu saja bersamaan dengan Zayn
yang buru-buru menyembunyikan wajahnya ke bawah lantai. Zayn terdiam
lemas kini, dengkul-dengkulnya serasa nyeri. Ia mengingat kembali apa
yang telah ia lakukan pada Sherine, perlakuan buruknya yang ia
berikan pada Sherine, serta hujatan tuduhan yang ia lontarkan kepada
Sherine.
'Kanker? Sherine menderita kanker? Inikah alasannya
mengakhiri hubungan mereka?'. Batin Zayn. Ia memijat keningnya,
berbalik dan mengurungkan niatnya untuk membeli minuman di Cafe.
Zayn berjalan gontai menuju pintu keluar rumah sakit,
namun seseorang muncul dari dalam Lift dihadapannya kini. Niall
terkekeh melihat Zayn dengan tangannya yang kosong, “mana
minumannya? Kau tahu, Liam mengamuk karena kau terlalu lama”. Oceh
Niall, namun Zayn tak mengubris hal itu.
Zayn terus tertunduk melajutkan jalannya, terus
mengingat-ingat kesalahan yang ia buat pada Sherine, tuduhan yang
selama ini ia berikan pada Sherine, itu semua fitnah! Zayn tak bisa
memaafkan dirinya sendiri. Ia tau, dalam agamanya fitnah itu lebih
kejam dari pembunuhan, 'apa aku sama saja dengan membunuh?'. Batin
Zayn.
Ia tak menyadari sedari tadi Niall yang bingung akan
sikapnya kini memanggi-manggilnya sedari tadi, “Zayn? Ada apa
denganmu? Terjadi sesuatu padamu? Ada masalah dengan keluargamu? Zayn
katakan sesuatu! Kau membuatku takut jika kau terus berjalan mematung
seperti ini!”. Oceh Niall seraya mengiringi langkah Zayn yang kini
berhenti tiba-tiba.
Zayn mematung kini, tatapannya lurus kedepan hampir
membulat, “Zayn! Kenapa kau berhenti tiba-tib..”. Ucapan Niall
terhenti saat ia mengikuti arah pandangan Zayn dan menangkap sesuatu
yang membuatnya tak percaya apa yang kini dilihatnya.
Seorang pria berjacket kulit hitam berdiri di luar pintu
kaca rumah sakit yang tengah membalas kecupan lembut dari bibir gadis
di pelukannya, sampai membuat Niall berapi-api.
“kurang ajar!”. Desis Niall seraya berlari kearah
pintu tersebut.
“NIALL, NO!”.
_Author pov End_
~NLS~
_Niall pov_
Tepat pada dentingan terakhir aku memainkan kunci gitar
dari lagu as long as you yang ku mainkan secara akustik, Liam
memanggilku. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi, Zayn juga tak
kunjung kembali, padahal cafe rumah sakit ini begitu dekat, atau
jangan-jangan Zayn tersesat?
“kau tak apa jika ku tinggal sendiri?”. Tanyaku
padanya. Aku tak tega melihatnya kehausan, walaupun banyak air
mineral di meja samping ranjangnya, Liam tetap ingin meminum minuman
lain.
“sebaiknya cepat, Niall. Jika perlu, kau seret dia”.
Jawab Liam mengusirku.
Aku membuka pintu, namun seorang suster menahan ku
keluar. Ia memberikanku sebuh map yang ia bilang ini untuk Liam.
Tanpa terpaksa aku kembali lagi dan berniat menyerahkan map itu pada
Liam.
“apa itu?”. Tanya Liam. Namun aku hanya terdiam,
diam melihat sebuah lebel biru pada sudut kiri map yang ku pegang
ini.
Lebel yang seketika mengingatkanku pada hari itu. Hari
dimana aku mengantar Irish Stew kerumah Sherine, juga hari dimana aku
dan Sherine pergi ke pesta pertunangan teman kami. Lebel yang sama,
persis.
Kemudian
ku ingat hari itu, 'itu
map apa?'. Tanyaku saat aku mengantar Irish Stew kerumahnya waktu
itu, namun Sherine malah menyembunyikan map itu dibalik tubuhnya lalu
mengatakan bahwa map itu bukan apa-apa, hanya map biasa. Ia juga
berusaha menyembunyikannya lagi dari hadapanku saat ku temukan di
mobilnya beberapa bulan yang lalu, 'eh,
yang ini biar kusiampan di tas'.
Serunya saat itu, tiba-tiba merebut sebuah map putih di tanganku yang
ku ambil dari atas dashboard mobilnya, yang kemudian berusaha ia
lipat map itu sekecil mungkin agar dapat masuk kedalam tas kecilnya
saat itu.
Sebenarnya apa map itu? Apa Sherine pernah menjadi
pasien tetap rumah sakit ini?
“.. Niall! Kau dengar aku? Bisa kau berikan map itu
padaku?”. Rupanya Liam memanggilku sedari tadi, namun aku tak
menghiraukannya, terhanyut mengingat kejadian-kejadian kecil itu. Ku
serahkan map itu padanya, menunggunya agar ia membuka isi pada map
yang kini di tangannya.
“ha! Sudah ku bilang, aku hanya sakit perut biasa,
bukan karena ginjalku! Lagi pula ginjal itu di belakang bukan di
depan kan, Niall? Bodoh sekali si Zayn, percaya begitu saja dengan
gurauan Louis”. Serunya setelah membaca sebuah kertas di dalamnya.
“kau lihat ini, Niall? Ini ginjalku”. Pekik Liam
tertawa kecil seraya menunjukkan hasil rontgennya padaku yang diambil
dari dalam map yang sama.
“ hey, Niall? Kau baik-baik saja? Kenapa kau
mematung?”. Tegur Liam.
“ umm.. tidak, baiklah kususul Zayn sekarang”.
Akhirku berbalik dan langsung keluar dari ruangan itu.
Muncul kini firasat buruk tentang Sherine, aku takut ia
tengah menyembunyikan sesuatu dariku. Tidak, tepatnya aku takut
terjadi sesuatu padanya. Map itu, map yang sama dengan milik Liam.
Apa Sherine pernah menjadi pasien rumah sakit ini lalu menerima map
yang sama? Lalu kenapa ia menerima map itu lebih dari satu kali? Kini
aku takut, takut terjadi hal yang serius padamu, Sher. Karena kau
menyembunyikan ini dariku. Apa yang terjadi padamu?
Tanpa kusadari, ternyata aku sudah berada di dalam lift
dan pintu lift kini baru saja terbuka, bersamaan dengan munculnya si
lelaki pakistan itu saat aku keluar dari lift. Tunggu? Bukankah ia
akan membeli minuman? Tapi kenapa ia tak memegang apapun di
tangannya? Terkekeh aku menatapnya.
“mana minumannya? Kau tahu, Liam mengamuk karena kau
terlalu lama”. Tanyaku, namun Zayn tak mengubris hal itu.
Tatapannya kosong menghadap lantai yang akan di pijakinya, ia
terlihat seperti orang frustasi, kenapa ia?
_Niall pov End_
~NLS~
|To Be
Continued|
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo
ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing
banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO,
jangan cuma baca aja yawh :) If
you want respect, then respect others!
Don't forget to
send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad
and @FathimHaddad501
for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 17 ;)




0 comments:
Post a Comment