Sunday, May 5, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 11}

Posted by Unknown at 9:51:00 PM

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 11}

Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato


|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Sherine pov_


Taylor seketika mendongak melihat lampion putih yang menyala di atasnya, dan kemudian kembali menatapku, “okay, mungkin aku akan mengatakannya nanti..”.

no Tay, no.”. Potongku. Aku meraih tangan kirinya, menggenggamnya erat seolah memintanya untuk diam sejenak.

dengar, okay aku akan berusaha untuk sembuh dari penyakit ini. Tapi kau harus berjanji padaku tak akan melakukan hal sebodoh ini lagi, dan jangan pernah mengatakan padanya tentang kanker ini. Aku tak akan segan-segan untuk meninjumu jika kau berani menemuinya lagi”. Lanjutku, menekan setiap kata demi katanya.

Namun Tay malah menggeleng pasti. Ia melepaskan genggamanku, “tidak, aku tidak mau, Sher. Aku harus memberitahunya bahwa kau.. “.

aku yang akan mengatakannya sendiri, Taylor. Aku akan mengatakan itu jika aku sembuh, aku pasti mengatakannya”. Potongku lagi dengan Suara yang hampir melengking karena begitu berusahanya aku untuk mengusir serak ini.

Taylor terdiam lama, entah apa yang ia pikirkan, mungkin mencari kejujuran dari raut wajahku, “kau berjanji?”.

aku akan berjanji jika kau juga berjanji”. Dan akhirnya ia mengangguk lembut.

Aku berkutat pada fikiranku sendiri, menyadari bahwa aku baru saja berjanji yang entah aku bisa menepatinya atau tidak, hanya kata maaf yang aku yakin tak bisa kukatakan langsung pada Taylor. Mungkin aku akan berusaha untuk sembuh, tapi tidak untuk mengatakan persaanku pada Niall, juga alasanku memutuskannya dahulu. Karena tak mungkin aku menghancurkan kebahagiannya lagi untuk kedua kalinya hingga berdampak negative pada hubungan Niall dengan Demi nantinya. Maafkan aku Tay.

okay, sekarang ayo kembali kerumah sakit, Mrs.Arifa”. Ia memberikan senyuman untuk pertama kalinya setelah beberapa hari kami berseteru.





Aku membalas senyumnya, ia menggandengku menuju motornya yang terparkir tepat di depan rumahku.

Sejenak aku merasakan kerinduan pada rumahku sendiri, rumah yang berdiri tegak tepat disamping sebuah rumah yang penghuninya juga tak kalah kurindukan. Aku tersenyum sesaat, setelah akhirnya kudapati sesuatu yang ganjil tepat berada di bawah pintu rumahku. Aku mengernyitkan mataku, “sebentar, Tay. Boleh aku pulang? Aku ingin mengambil sesuatu didalam”. Pintaku.

okay, kuantar”.

tidak, kau tunggu disini saja, aku hanya sebentar”. Larangku.

Taylor menaiki motornya dan menyalakan mesinnya, bersamaan dengan langkah kakiku yang berjalan mendekati benda itu. Aku menunduk setelah sampai dihadapan pintu, kuambil benda berwarna hijau itu yang ternyata sebuah amplop yang berisi surat. Sudah hampir lima tahun aku tinggal di London, baru kali ini aku menerima surat yang diletakkan di bawah pintu. Surat dari.. “Niall?”. Desisku setelah membalik amplop itu dan menemukan sebuah goresan nama.

Namun saat aku mulai membuka lipatan surat itu, Taylor mengklaksonkan motornya “ada apa, Sher?”. Panggil Taylor yang mungkin bingung karena sedari tadi aku hanya berdiri di depan pintu. Buru-buru kumasukkan amplop itu kedalam sakuku, kemudian menggeleng pasti padanya.

Mungkin akan kubaca nanti setelah menjalani semua 'ritual' itu, butuh tempat yang tak ada Taylor disana. Karena kebiasaannya yang datang tiba-tiba lalu membaca diaryku begitu saja itu membuatku agak trauma.


_Sherine pov End_


~NLS~


|Three Month Later|


_Niall pov_


Percaya atau tidak, sejak aku menyadari siapakah cinta sejati ku itu, tiba-tiba ia menghilang bagai tertelan Black Hole. Sudah lebih dari dua bulan aku tak pernah melihat Sherine dirumahnya, entah aku yang jarang pulang kerumah dan saat aku dirumah ia tak ada, atau ia yang memang tak pernah pulang sejak kejadian itu. Bahkan live report yang sering memunculkan wajahnya di breaking news televisi itu kini tak menampakkan wajahnya lagi.

Tapi setidaknya, aku sudah memberitahukan kesibukanku ini padanya dalam surat yang kutinggalkan yang kini sudah tak berada di bawah pintunya lagi. Tak sabar aku ingin bertemu dengannya dan melihat ekspresinya setelah membaca surat pertamaku untuknya itu. Apa ia akan memberikan ekspresi yang aku harapkan? Entahlah.

Ingin sekali untuk menelfon dan menanyakan kabarnya, tapi selalu ku tahan. Aku tak bisa, aku takut menerima kenyataan bahwa Sherine kini bersama Taylor, menghilangnya ia selama ini karena untuk menghabiskan sebagian waktunya mengurus pria itu.

Sakit, ya aku bisa meraskan rasa sakit yang teramat sangat disini, di hati ini. Apa ini tak cukup untuk membuktikan bahwa aku benar-benar mencintainya? Penyesalan memang harus datang belakangan kah? Ingin rasanya kuputar waktu untuk menolaknya memutuskan kesepakatan anehnya itu. Bodoh sekali aku menuruti perkataanya saat itu, harusnya aku tak boleh melepaskannya, memang seharusnya tak boleh!


~NLS~




Landed , dari Tokyo, Jepang. bersama teman-temanku untuk show juga project video clip kami. Hanya lima hari, selanjutnya ke singapore lalu kembali ke london. Dan sekarang, kuharap sesampainya aku dirumah, aku bisa melihatnya lagi, menanyakan pendapatnya tentang isi surat yang kutinggalkan di bawah pintu rumahnya waktu itu. Berharap ia akan merasakan hal yang sama dengan apa yang kutulis saat itu.

Kuturunkan ransel dan tasku dari dalam bus yang menjemputku juga the boys dibandara tadi, “apa ia dirumahnya?”. Tanya Harry yang kepalanya muncul dari jendela bus di ikuti Louis, sedangkan Zayn dan Liam sudah diantar lebih dulu kerumahnya.

maybe no, lampunya menyala”. Ucapku menunjuk lampu depannya yang menyala pada terangnya siang ini.

Aku langsung masuk ke dalam rumah setelah bus tersebut meninggalkan pekarangan rumahku, menggantung mantelku lalu mencari pintu kamarku yang sudah ku tau letaknya, membukanya, menghampiri kasur empuk yang sudah menanti kedatanganku ini, menjatuhkan diriku diatasnya, “hhhaaahh..”. Desahku, melepaskan penat dan letih. Merasakan dinginnya udara karena musim salju yang hampir berakhir ini.

Aku bangkit lagi, berjalan ke ruang tengah menuju perapian untuk membakar tumpukan kayu agar membantu menghangatkan tubuhku. Membuat hot choclate agar menambah rasa hangatnya sampai kedalam tubuh.

Bersandar di sofa sambil menikmati secangkir hot choclate dan beberapa snack yang ku beli di bandara tadi. Tak sengaja mataku beralih ke jendela dinding bening ruang tengahku yang menghadap ke jendela kecil kamar Sherine, kuperhatikan lagi jendela tersebut, menangkap siluet hitam dari balik tirai kamarnya berlalu lalang, “Sherine?”.

Kuletakkan cangkir itu di atas meja dan meninggalkan snack yang belum kuhabiskan di sofa untuk mengambil mantelku dan mengenakannya kembali. Karena Sherinelah aku bisa melakukan itu, jika tidak aku akan mengutamakan snack ku ketimbang apapun itu.

Lampunya masih tetap menyala, tumben sekali ia nyalakan lampunya saat ia dirumah. Aku sudah berdiri tegak di depan pintu. Jangan fikir aku hanya berdiri saja sedari tadi, aku sudah mengetuk pintunya berkali-kali, namun tetap tak ada respon dari si pemilik rumah ini. Padahal aku yakin aku melihat siluetnya di jendela tadi.

Fikiran buruk pun masuk ke dalam otakku, takut terjadi sesuatu padanya aku berjalan kesamping rumahnya, bertujuan untuk mengahampiri jendela kamarnya. Melalui jalan kecil yang menjadi jarak pemisah antara rumahku dengan rumah Sherine.

Ku ketuk pelan kaca jendelanya, agar tak menimbulkan retakkan atau bahkan pecah. Dan tak perlu menunggu lama siluet hitam itu mendekat ke jendela, mengibas tirai hijau bercorak daun-daun ganja, dan muncullah sosok gadis yang selama hampir tiga bulan terakhir ini tak nampak dalam pandanganku.

Tapi, ia sedikit berbeda. Tidak, tidak sedikit, bola mata coklat gelapnya sudah terhalang oleh sebuah kacamata berframe sama dengan tirainya, tubuhnya semakin kurus. Bukan hanya itu, jenis rambutnya pun tak seperti dulu, Hitam Lurus. Melainkan, Black curly?

Disambut dengan senyum yang tak mampu menutup rapat giginya, ia menyapaku, “hey, Niall? Kenapa tak lewat depan? Kau mau mencuri ya!”. Tanyanya membuatku meninggikan alis kiriku.

aku sudah mengetuknya berkali-kali, tapi..”. Jawabku, menggeleng setelah menyelesaikan kalimat itu, “hah? ohh, sorry Niall. Mungkin kau mengetuk saat headset ku masih menempel”. Jelasnya, sedikit gugup, “noproblem”.

ada apa kau kerumahku?”. Tanyanya.

ada yang ingin ku bicarakan padamu, apa kau sibuk?”.

umm.. tidak, masuklah, akan kubukakan pintunya”. Akhirnya, sebelum ia menutup jendelanya kembali. Namun cukup lama ia membukakan pintunya untukku, tapi aku tetap menunggu. Sedang sibuk mungkin ia dengan pekerjaannya.

Masuklah kini aku kedalam rumahnya setelah ia membuka pintunya. Cukup terkejut aku memandangi postur tubuhnya sekarang. Yang kulihat di jendelanya tadi tak seburuk apa yang kulihat saat ini. Tubuhnya menciut, maksudku, ia terlalu kurus untuk gadis seusianya. Sedikit khawatir aku padanya, apa ia sedang sakit?

Aku menggantung mantelku,“kau mau bicara apa, blonde panda?”. Tanyanya bergerak menuju dapur untuk membuatkan ku minuman, sedangkan aku menunggunya di sofa ruang tamu, sangat hangat. Kulihat perapiannya membakar begitu banyak kayu-kayu didalamnya, ya cuaca memang sedang begitu dinginnya, “kau baru pulang? Kulihat tadi lampumu masih menyala”. Tanyaku.

Ia kembali dengan secangkir Hot Mocachino untuk ia berikan padaku, “benarkah? Yatuhan, pasti anak itu lupa mematikannya”. Serunya menghampiri saklar pada dinding dan menekannya. Sempat terkekeh saat ia mengatakan bahwa ia tak sendiri dirumah ini, apa ia bersama pria itu?

anak itu?”. Tanyaku.

oh, she's my friend. Dia menginap sejak dua hari yang lalu, tapi sekarang ia sedang pergi untuk berbelanja perlengkapan dapur”. Jelasnya santai, dan aku mengangguk mengerti. Wanita rupanya.

rambut yang bagus”. Pujiku saat ia sudah kembali duduk dihadapanku. Ada dua sofa berhadapan ia lebih memilih untuk duduk dihadapanku, wajah yang nampak tetap terlihat segar, dan masih dengan sweatter Hitam yang ia kenakan juga syal dengan warna senada, namun tak mampu menutupi ukuran tubuhnya yang benar-benar terlihat sangat kurus.

ah? Benarkah? Aku hanya mencobanya saja, bosan dengan yang lama”. Ucapnya seraya membenarkan helai demi helai rambut yang menutupi kedua telinganya.

Belum sempat aku bertanya kembali tentang tubuhnya yang seketika menciut ini, ia lebih dulu memberikan topik pembicaraan lain, “kalian dari Jepang? Bagaimana disana? Kau menikmatinya?”.

Kuhirup Mocachino itu yang masih mengepul, “ya, tapi banyak makanan yang tak cocok padaku dan mereka. Kau tau? Zayn sempat muntah setelah mencoba sushi, hingga membuat perutnya sakit semalaman”. Ceritaku padanya, mencoba membuat suasana tak kaku karena kami telah beberapa bulan tak saling pandang seperti ini.

hhahaha.. benarkah?”. Tawanya begitu lepas, rindu akan tawa ini, tawa yang ia keluarkan karena ku.

ya.. tapi kami menikmati itu. ..... bagaimana denganmu? Kemana kau selama ini? Tiba-tiba kau menghilang, dan kau tak terlihat di live reportmu lagi”. Tanyaku mulai serius, membenarkan posisi dudukku agar lebih dekat padanya.

umm.. aku, aku dibelakang layar. Kami bergilir”. Jawabnya.

dan kenapa kau jarang pulang?”. Tanyaku lagi, seraya menatap tajam matanya hingga membuatnya terlihat sedikit kikuk untuk menjawab.

aku, aku sering lembur dan tak sempat untuk pulang kerumah, jadi aku menginap dirumah rekan kerjaku. Ya”. Jawabnya diakhiri senyum simpulnya.

itu sebabnya kau terlihat begitu kurus sekarang, kau sering lembur bekerja?”. Tebakku.

ya, kau benar. Kenapa? Kau merindukanku, ya?”. Ucapnya mencoba mencairkan suasana yang kubuat dingin tadi. Sengaja kubuat agar aku bisa dengan mudah membuka pembicaraan untuk membahas suratku yang sudah pasti telah dibacanya.

ya”. Jawabku membuatnya terdiam, namun hanya sesaat.

ah, kau bilang kau ingin membicarakan sesuatu padaku. Apa, Niall?”. Akhirnya, ia yang membuka pembicaraan ini, jadi dengan mudah aku bisa memulainya.

apa kau sudah membacanya?”. Tanyaku.

membaca?”. Sherine balik bertanya. Apa? Apa ia tak mengerti maksudku? Kukira, kekikukan ia tadi karena ekspresinya yang ia keluarkan setelah membaca surat itu. Tapi..

membaca surat yang ku tinggalkan dibawah pintu rumahmu”. Jelasku, berharap ia akan mengingatnya dan memberikan balasan dari suratku itu, balasan yang berisi jawaban yang aku harapkan.

surat? Ohh.. i'm sorry, Niall. Aku tak menerima surat apapun dari mu”. Aku terkekeh menatapnya tak percaya. Jadi? Sherine belum membaca surat itu? Lalu, kemana perginya surat itu? Apa mungkin surat itu tertiup angin? Tapi, bagaimana bisa? Bodoh, seharusnya aku tak menyelipkannya dibawah pintu itu, harusnya aku masukkan saja surat itu kedalam.

Tapi, bukankah didalam surat itu aku berjanji untuk mengatakan langsung padanya? Ya, aku akan menepati janji itu, walaupun ia tak membaca isi surat itu, aku yang akan membacakan surat itu untuknya.

Belum sempat mengatur kata demi kata agar menjadi sebuah kalimat pembuka, memutar otak mengingat apa yang kutulis dalam suratku untuknya waktu itu, sekilat cahaya mengganggu mataku. Aku mencari asal kilatan itu yang ternyata berasal dari hadapanku, di tangan Sherine.




Tepat melingkar di jari manis kirinya. Sebuah cincin perak berlian?

kau, cincin?”. Sambarku begitu saja setelah melihat benda yang berhasil mencuri pandanganku dari Sherine, berhasil membuyarkan fikiranku akan surat dan janji yang kubuat untuk Sherine. Aku tau Sherine jarang, bahkan tak pernah memakai cincin di jarinya. Hingga muncullah sesuatu yang kutakutkan selama ini dalam fikiranku. Sesuatu yang kuharap tak akan pernah terjadi. Namun....

astaga, Niall. Aku hampir lupa. Maaf, aku tak mengabarimu tentang ini. Habis, kau menghilang tanpa pamit denganku, jadi aku tak mengundangmu waktu itu ke pesta pertunanganku”. Apa? Tadi dia bilang apa?

apa? Pertunanganmu?”.


~NLS~





|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 12 ;)

0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea