Title:
#NLS “Princess
Nose And True Love” {Part 22}
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome
to my Imagination|
Hope you
like this guys ;)
~NLS~
_Author pov_
Christie membaringkan tubuh Sherine di atas ranjangnya,
kemudian ia membuka plaster yang menutup bekas jarum yang menembus
kulit Sherine. Christie mengambil cairan disinfeksi untuk
membersihkan tangan Sherine, sambil menjawab semua pertanyaan gadis
yang berbaring disampingnya ini, semua pertanyaan yang tak dapat
Sherine keluarkan dari mulutnya karena bingung harus memulainya dari
mana.
“luka ini, dari jarum infus yang masuk kedalam tubuhmu
tadi pagi”. Mulai Christie, namun Sherine merasa bahwa ia sudah tau
hal itu, jadi Christie tak perlu menceritakannya.
“kau tau siapa yang melakukannya?”. Tanya Christie
yang berhasil menciptakan kerutan di dahi Sherine.
“kau bilang Taylor menungguku di rumah sakit, dan jika
aku telat aku tak akan mendapatkan ciuman darinya. Kau tau? Tadi pagi
aku telat, mobilku mogok dan demi mendapatkan ciuman darinya itu, aku
berlari sampai kerumah sakit..”. Christie menghentikan ceritanya
itu sebelum ia tertawa sendiri, Sherine juga ikut tertawa karena ia
tau sahabatnya itu sangat bodoh, terlalu menganggap serius ucapan
Taylor.
“sampai dirumah sakit, aku melihatnya di ambang pintu,
aku langsung berlari padanya dan menciumnya”. Lanjut Christie.
“astaga kau melakukannya?”. Tanya Sherine tak
percaya, ia tau bahwa Christie dan Taylor tak pernah melakukan hal
itu,dan itu menjadi first kiss mereka.
“ya, dan ia membalasnya setelah ia sempat
melepaskannya karena terkejut”. Sherine tertawa mendengarnya.
“namun, first kiss itu tak berjalan sempurna.
Seseorang memisahkan kami begitu saja, mendorongku sampai terjatuh,
lalu memukul Taylor sampai sudut bibirnya mengeluarkan darah”. Kini
membulat mata Sherine, ia bangkit dari rebahnya, memilih duduk dan
mendengarkan Christie lebih jelas. Ia memang melihat sudut bibir
Taylor yang terluka tadi.
Sherine terus memperhatikan Christie, meminta gadis
dihadapannya itu melanjutkan ceritanya tanpa memintanya langsung.
“Niall Horan yang melakukannya”. Lanjut Christie
seraya menatap sepasang bola mata coklat gelap disampingnya. Kini
Sherine tak hanya membulatkan matanya, mulutnya terbuka hampir
menganga.
Ia tau kini asal muasal pria blonde itu tau hubungannya
dengan Taylor hanya kedustaan belaka. Dan itu terjadi saat mereka
tengah dirumah sakit. 'Jadi.. apa Niall sudah..'. Batin Sherine
menduga-duga, hingga akhirnya Christie langsung membenarkannya.
Christie kembali meraih tangan kanan Sherine yang tadi
terlepas dari genggamannya, “luka ini, ia yang melakukannya. Niall
Horan”. Ucap Christie menekan setiap katanya. Dan ia mulai
menceritakan semua yang dilakukan Niall pagi ini pada gadis
dihadapannya saat ini.
Sherine susah payah mengatur nafasnya, ia begitu
terkejut atas penuturan Christie tadi. Kini matanya mulai memanas,
kembali ia mengeluarkan air matanya lagi, namun kali ini tanpa adanya
isakan tangis, air mata itu jatuh begitu saja tanpa Sherine sadari.
Sherine tak menyangka bahwa Niall bisa melakukannya, bisa melakukan
pertolongan pertama padanya, bisa memasang botol infus itu untuknya.
Kini ia tahu, Niall tahu segalanya tentang kebohongannya
selama ini. Yang membuatnya begitu merasakan sakit dalam dadanya
adalah, mengapa lelaki itu tak marah padanya? Mengapa lelaki itu
hanya diam seolah tak merasa telah dibodohi seseorang yang
dicintainya, kenapa?
~NLS~
Sherine telah selesai menyisir rambut
palsunya, namun ia tak memakainya. Ia akan kenakan itu saat ia pergi
dengan Niall jam sebelas peagi nanti. Sherine memakai kacamatanya
juga Hoodienya, dan menutupi kepalanya yang tak terbungkus wig itu
dengan tudung Hoodie tersebut, setelah itu ia akan meninggalakan
rumahnya untuk sementara, lalu pergi ke rumah sebelah, rumah Niall.
Christie sudah berangkat bekerja
pagi-pagi sekali, awalnya ia ragu untuk meninggalkan Sherine, namun
Sherine meyakinkannya bahwa ia sudah baik-baik saja. Dan hari ini, ia
akan pergi bersama Niall, enatah blonde pandanya itu akan mengajaknya
pergi kemana. Namun, Sherine memilih untuk kerumah Niall pagi ini,
sebelum mereka pergi untuk menghabiskan satu hari bersama.
Sherine ingin mengatakan semua pada
pria itu, apa yang telah Niall tau dari orang lain, Sherine ingin
mengatakannya langsung. Meminta maaf, itu pasti ia lakukan pertama
kali memulai pembicaraan, namun ia hanya pasrah jika Niall tak mau
memaafkannya, Sherine merasa bahwa ia pantas untuk tidak dimaafkan
karena ia pembohong besar.
Niall mengacak rambutnya yang memang
sudah berantakan dan mengusap kedua matanya setelah ia membuka pintu
yang Sherine ketuk sedari tadi. Ia masih setengah tidur, ia belum
menyadari betul-betul siapa dihadapannya kini.
“boleh aku masuk?”. Ucap Sherine,
dan kini mata Niall membulat. Ia cukup terkejut yang nyatanya
Sherinelah tamunya. Ia membuka lebar pintunya tanpa bicara lagi,
mempersilahkan Sherine masuk kedalam dan duduk disofa ruang tamunya.
Ia kembali masuk kekamarnya, meminta
Sherine untuk menunggunya sebentar, memberikannya waktu untuk
membersihkan wajahnya.
Sudah lama sekali Sherine tak menikmati
sofa yang ia duduki ini, ia memperhatikan seluruh ruangan ini, dan
menangkap sebuah bingkai yang sama dengan yang ia miliki. Fotonya
dengan Niall ditaman beberapa tahun yang lalu. Bingkai ini juga sama
lamanya Niall letakkan di meja samping sofanya, tak pernah ia
pindahkan.
Hampir lima belas menit Sherine
menunggu Niall dan akhirnya ia kembali dengan rambut yang sudah ia atur dengan rapih,
kemudian memilih duduk dihadapan Sherine.
“kukira kita akan pergi jam sebelas
pagi”. Mulai Niall seraya melihat jam yang menempel didinding tepat
dibelakang Sherine, yang menunjukkan pukul sembilan pagi.
“ya, kita memang akan pergi jam
sebelas nanti”. Jawab Sherine, ia masih bingung harus memulai
pembicaraan dari mana untuk meminta maaf.
“so?”. Niall menyudutkan
pandangannya ke arah mata Sherine.
Tanpa Niall ketahui Sherine menarik
nafas panjang, dan siap untuk mengatakannya pada Niall, mengatakan
apa yang telah Niall ketahui.
“bisakah kau duduk disampingku?”.
Pinta Sherine, agar tak perlu berjauhan seperti ini saat ia bicara.
Sedikit canggung Niall pindah kesamping
Sherine, lalu diam memandang wajahnya yang begitu dekat kini,
membiarkan gadis ini yang bicara sekarang.
“aku minta maaf”. Ucap Sherine
seraya menatap dalam mata Niall. Niall menyadari arti tatapan gadis
itu, ia mengerti kemana arah pembicaraan ini.
“sudahlah, Sher. Aku mengerti, kau
tak perlu meminta..”.
“kenapa? Kenapa aku tak perlu meminta
maaf padamu? Bukankah aku sudah membohongimu? Tak hanya sekali Niall,
berkali-kali aku telah membohongimu”. Potong Sherine yang suaranya
parau kini.
Niall ingin sekali menggenggam tangan
gadis itu, memintanya agar tak menangis, memintanya agar tak
melanjutkan kalimatnya lagi, karena Niall tak ingin marah padanya,
tepatnya tak bisa, karena ia begitu marah pada dirinya sendiri. Ia
lebih memilih membenci dirinya sendiri karena kebodohannya yang tak
menyadari keadaan Sherine selama ini.
Sherine membuka perlahan tudung
Hoodienya, membuat Niall membulatkan matanya atas apa yang ia lihat
saat ini. Sherine nampak begitu berbeda, tak ada sehelai pun yang
melindungi kepala putih bersihnya, “maafkan aku karena telah
menyembunyikan penyakit ini darimu”. Kini suara Sherine sudah
disertai oleh isakannya. Menunduk, berusaha menyembinyikan isakannya
itu dari pria dihadapannya.
“sshhsht”. Niall tak bisa melihat
air mata itu keluar dari pelupuk mata Sherine, ia merasakan sakit
tersendiri jika ia melihatnya. Niall menopang dagu Sherine, mengusap
lembut pipi Sherine yang sudah basah, dan kini ia sudah bisa
menggengam tangan kurus itu.
“aku sudah memaafkanmu, sudahlah
Sher. Jangan biarkan air matamu itu keluar”. Pintanya, padahal
Niall menahan dirinya sendiri agar tidak menangis, membantu gadis ini
agar bisa tegar kembali.
“tidak. Bukan ini maksudku, aku ingin
kau marah padaku, Niall! Kenapa? Kenapa kau tak marah padaku? Kau tak
bisa?”. Ucap Sherine yang terus mencari tatapan amarah yang
nyatanya tak keluar-keluar juga dari mata Niall.
“kau tau? Aku lebih suka kau marah
padaku atas semua yang ku perbuat, ketimbang kau hanya memaafkanku
dan melupakan itu semua!”. Lanjut Sherine yang meninggikan
suaranya.
Kini Niall mengatup bibirnya, ia mulai
mengeluarkan raut wajah geramnya. Ia menatap tajam mata Sherine,
hingga membuat gadis itu membisu dan menunduk kembali. Gadis itu
berhasil membuat pria ini marah sepertinya.
“kau ingin aku marah? Aku sudah marah
Sher, aku sudah mersakan amarah itu selama kau membohngiku. Aku marah
kau dekat denga Taylor, aku marah kau bertunangan dengan Taylor, aku
marah kau menyembunyikan penyakitmu itu dariku, aku marah atas semua
yang kau sembunyikan padaku selama ini!”. Ucap Niall panjang lebar
dengan tatapan geramnya. Sementara Sherine tetap menunduk
menyembunyikan air matanya yang terus terjatuh.
“tapi untuk apa Sher? Untuk apa aku
marah padamu yang nyatanya aku tau kau lakukan itu demi aku. Demi
karirku. Demi mendapatkan cinta sejatiku. Kau tak mau aku terbebani
olehmu. Kau tak mau karirku hancur hanya karena aku sibuk menjagamu”.
Lanjut Niall yang kini melembutkan suaranya.
“kau tau Sher? Kini aku merasa pria
tebodoh dihidupmu, karena aku tak memberikan sedikitpun perhatianku
padamu, aku bahkan tak menyadari penyakit itu. Kau yang harusnya
marah padaku, Sher. Kau!”. Seru Niall kembali, sedikit lebih erat
menggenggam tangan Sherine.
Kini Sherine sudah menangis
sejadi-jadinya, ia menggelengkan kepalanya menatap Niall seraya
menahan isakan ini agar tak keluar berlebihan. Ia juga menghapus
beberapa tetes air mata yang membasahi pipi Niall. Kemudian Niall
perlahan mencoba memeluknya, memberikan pelukan ketenangan agar
tangisan gadis itu meredah.
Niall mengusap lembut punggung Sherine
yang bergetar, mendegarkan setiap isakan yang Sherine tahan namun
tetap keluar juga. Didalam hatinya Niall berjanji, ini adalah
tangisan terakhir yang Sherine keluarkan, ia ingin melihat gadis ini
bahagia. Sudah cukup ia memendam kesedihannya seorang diri. Niall tak
ingin membiarkan gadis dipelukannya kini terus menangis, karena
setiap tetesan yang keluar dari matanya, adalah sebuah sayatan yang
menyayat hatinya.
Tangisan Sherine sudah mulai meredah, Niall melepaskan
pelukannya, kemudian memakaikan tudung Hoodie yang dibuka Sherine
tadi perlahan, menutup kepalanya yang tak dilindungi halus rambutnya
dulu.
“berjanjilah padaku tak akan membuatku marah lagi. Ini
yang terakhir, Sher”. Pinta Niall diikuti dengus senyumnya. Sherine
mengangguk ikut tersenyum pada Niall.
Sherine melihat sudut bibir Niall yang terluka, lalu ia
menyentuhnya dengan lembut dan membuat Niall meringis menahan perih,
“luka ini, kau dapatkan dari pukulan Taylor yang membalas
pukulanmu?”. Tanya Sherine.
“hanya luka kecil”. Jawab Niall menyingkirkan ibu
jari Sherine perlahan dari lukanya seraya tersenyum singkat. Tak
sampai disitu, Niall memperhatikan Sherine yang terus melihat lukanya
itu. Menyeret Niall membalas tatapan itu dengan memperhatikan bibir
tipis Sherine kini.
Sherine menyadari hal itu saat Niall mencoba mendekati
wajahnya perlahan, entah Sherine terus membiarkan posisinya seperti
itu, tak bergerak sedikitpun sampai hidung Niall sudah menyentuh
hidungnya.
Hingga Sherine terkejut akan nafas dan sentuhan yang
belum sempurna itu, memaksanya memalingkan wajahnya dan menjauh dari
wajah lelaki Ireland disampingnya.
Itu membuat suasana diruang tamu Niall menjadi sunyi dan
sedikit canggung. Lain lagi dengan Niall yang menyesali first kissnya
itu dengan Sherine telah gagal. Niall menggigit-gigit bibirnya
sendiri, seraya menatap kosong seisi ruang tamunya. Serta Sherine
yang masih menunduk melihat buku-buku jarinya yang memutih akibat
cengkramannya sendiri, seraya mencari topik pembicaraan lain agar
mengusir jauh suasana awkward ini.
“Christie bilang, Tay juga memukul perutmu. Apa kau
tak apa-apa?”. Tanya Sherine buru-buru yang akhirnya menemukan
topik pembicaraan lainnya.
“aku masih bisa makan, Sher. Aku tidak apa-apa.
Sekarang kau pulang, bersihkan wajahmu dan kita pergi. Aku akan
mengajakmu kesuatu tempat”. Ucap Niall yang membantu Sherine
bangkit dari sofanya dan mengantarnya keluar. Ia tak mau membuat
gadis itu terlalu khawatir padanya, walaupun ia senang atas
perhatiannya tersebut, tapi Niall tetap ingin Sherine untuk fokus
dengan penyakitnya saja, tak perlu memikirkannya.
“Niall?”. Sapa Sherine berbalik setelah menuruni
anak tangga rumah Niall.
“apa? Kau mau minta maaf lagi? Berikan aku satu truk
Chips dan aku akan memaafkanmu. Cepat pulanglah”. Canda Niall yang
berhasil menciptakan senyum lebar Sherine.
“itu yang ingin kulihat dari wajahmu setiap hari,
Sher. Senyum diatas kebahagiaan, bukan kesedihan”. Ucap Niall saat
Sherine telah memasuki rumahnya.
_Author pov End_
~NLS~
|To Be
Continued|
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo
ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing
banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO,
jangan cuma baca aja yawh :) If
you want respect, then respect others!
Don't forget to
send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad
and @FathimHaddad501
for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 23 ;)



0 comments:
Post a Comment