Saturday, May 18, 2013

#NLS Princess Nose And True Love {Part 24}

Posted by Unknown at 11:38:00 PM

Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 24}

Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad

Genre: Romantic

Rating: G (General)

Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
          - @SherineCArifa as Sherine Arifa
          - @OfficialTL as Taylor Lautner
          - @christiemburke as Christie burke
          - And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}

Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato



|Welcome to my Imagination|

Hope you like this guys ;)


~NLS~


_Sherine pov_


so, will you marry me?”. Tanyanya lagi. Aku masih diam tak menjawab, aku bingung, aku benar-benar bingung apa aku harus membalas cintanya?

jawab, Sher”. Pintanya, semakin menggenggam erat tanganku. Aku menelan ludah, dan begitu saja air mata ini menetes lebih banyak.

Sherine, aku mohon jangan menangis, aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak akan membuatmu menagis”. Secepat kilat Niall menangkap tubuhku dan memelukku erat, aku membalas pelukannya. Kami menangis bersama, bahkan kami saling meninggikan suara tangisan kami. Ingin sekali ku hentikan tangisan ini karena semua anak-anak yang tadi sibuk bermain kini memperhatikan kami yang menangis seperti anak kecil. Aku terus mencoba menahannya dengan memeras kerah Niall, tapi tetap tak bisa, Niall yang membuatku tak bisa menghentikannya, punggungnya yang ku rengkuh ini terus bergetar.

ini alasanku menutupinya darimu, bodoh! Aku juga tak ingin melihatmu menangis layaknya bayi seperti ini”. Ucapku memukul-mukul punggungnya. Ia melepaskan pelukannya, lalu membersihkan air matanya.

tapi kenapa kau harus memutuskan untuk mengakhiri hubungan? Kau fikir aku suka dengan keputusanmu itu? Hah”. Protes Niall, menatapku tak suka.

lalu kenapa kau tak menolaknya? Kenapa kau malah diam dan pergi, seolah kau benar-benar hanya menyukaiku?”. Balasku.

itu yang ku sesalkan”. Niall kembali menundukkan kepalanya, “aku terlalu bodoh untuk mempercayaimu, dan aku begitu bodoh untuk bisa merasakan perasaanku sendiri yang sebenarnya, maafkan aku”. Niall menangis kembali, wajanya ia tutup rapat dengan tangannya lalu meletakkan kepalanya di atas dengkulku.

No! Berhenti mengatakan hal itu, aku yang memulainya, Niall. Aku yang salah, maafkan aku”. Aku mengangkat kepalanya, matanya memerah, hidungnya pun juga. Aku juga melihat tanganku kini, jemariku memerah, aku baru sadar tubuhku memerah sekarang.

Sherine? Tanganmu?”. Niall juga baru menyadari hal itu, ia juga memperhatikan wajahku, entah apa yang dilihatnya tapi sepertinya aku mengerti, wajahku merah pasti bukan karna menangis, tapi ini karana aku melupakan sesuatu.

aku lupa, menggunakan sunblockku”. Ucapku lemas, lemas bukan karena kebodohanku, tapi tubuhku yang tiba-tiba terasa tak bertenaga.

Niall langsung mengangkatku, ia menggendongku, dan membawaku entah kemana. Aku menyembunyikan wajahku di dadanya, agar matahari yang menyengat tepat diatasku itu tidak membuat wajahku semakin memerah lagi.


_Sherine pov End_


~NLS~


_Niall pov_


Rasa pegal tak kurasakan sama sekali, bukan karena kutahan, tapi memeng tubuhnya yang bisa di bilang lebih ringan dari tumpukan ransel tourku, Zayn, Liam, Harry, dan Louis jika digabungkan. Baru sampai di muka halaman rumah sakit, Taylor sudah membuka pintu dan sudah siap bersama ranjang troli untuk membawa Sherine ke ruangannya.

Aku sudah menelfon pria itu tadi dijalan, ia sudah puas memarahiku di telfon tadi, dan sekarang ia memintaku agar tidak ikut masuk keruangan Sherine. Aku memungut sesuatu tepat di depan pintu ruangannya, cincin yang kubuat dari tangkai bunga tadi terlepas dari jarinya, kusimpan di sakuku baik-baik.

Aku duduk disalah satu bangku disamping pintunya, memijat kepalaku, dan memaki diriku sendiri di dalam hati. Sherine sudah terpejam saat dimobilku tadi, namun seluruh tubuhnya masih memerah seperti terkena iritasi. Bahkan menggendongnya saja aku pastikan di tubuhku tak ada yang menggesek pada kulitnya, agar ia tak memar atau bahkan berdarah.

Sudah tiga jam Sherine di rawat, ia sudah sadar sejak dua jam yang lalu, tapi Taylor masih melarangku dan siapapun untuk menemuinya. Aku hanya melihat kondisinya lewat kaca pintu, saling memberikan seutas senyuman, mungkin bisa membantu membangkitkan semangatnya bahwa ia pasti akan baik baik saja.

Andai ini bukan larangan yang demi kesehatannya, sudah ku dobrak pintu ini lalu memeluknya dan mencium keningnya, menggenggam tangannya, memberikan kekuatan yang berasal dari hati ini.

hey, Niall. Kau sudah bisa menemuinya, jangan dengarkan Taylor, dia berlebihan. Masuklah, aku sudah selesai”. Ucap Christie yang keluar dari ruangan Sherine.

Ku buka pintunya yang sedikit berdecit itu, membuatnya berpaling menatap pintu ini yang memunculkan sosokku. Ia terseyum menyambutku, begitu tenang kulihat senyumnya yang sedekat ini. Wajah dan tangannya masih memerah, namun tak semerah tadi saat aku membawanya kesini, “bagaimana keadaanmu?”. Tanyaku yang bukan sama sekali basa-basi.

Ia bangkit dan bersandar, “kau tau? Jika selang infus ini tak menempel ditanganku, aku sudah melompat-lompat diatas ranjang ini”. Guraunya, mungkin untuk membuatku tak terlalrut dalam kecemasan melihat kondisinya saat ini. Maka dari itu aku memberikannya dengus tawa agar ia juga tak larut dalam kekhwatirannya sendiri.

Sher, i'm sorry. Karena aku kau seperti ini”. Ucapku seraya menundukkan kepalaku karena begitu menyesalnya aku tak menjaganya dengan baik.

tidak, ini salahku sendiri, Niall. Aku lupa menggunakan sunblockku, jadi kulitku terbakar seperti ini”. Jelasnya, tapi tetap saja aku merasa bahwa aku yang salah. Padahal di taman tadi, tak sedetikpun aku melepaskan pandanganku darinya, mengawasinya, takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Tapi ia malah terjatuh dihadapanku dan atas kesalahanku karena membawanynya dibawah teriknya matahari.

aku tidak apa-apa, Niall. Ini bukan yang pertama kalinya. Aku mohon jangan kau fikirkan”. Lanjutnya yang menyadari aku tertegun sendiri. Mungkin ini alasannya ia tak mau memberitahuku tentang kanker itu, ia tak mau aku terus menyalahkan diriku sendiri atas kondisinya saat terjadi sesuatu yang buruk padanya.

Aku mengangguk padanya, kemudian meraih tangan kanannya. Aku ingin meneruskan apa yang tertunda tadi di taman. Ya, aku ingin melamarnya, aku ingin mendengar ia menjawabnya, menerima, bukan menolaknya.

Aku ingin ia menjadi pendamping hidupku agar aku bisa lebih sering untuk merawatnya, namun bukan itu alasan utama aku ingin menikahinya. Aku sudah benar-benar yakin akan hati ini, bahwa Sherine lah cinta sejatiku yang sebenarnya, maka dari itu aku tak ingin membiarkannya lepas dari tanganku lagi, aku ingin mengikatnya dengan ikatan yang sah. Aku ingin menikahinya.

Sherine, will you marry me?”. Lagi-lagi Sherine memberikan tatapan yang sama dengan yang di taman, ia membisu, ia terlihat berfikir sendiri. Aku tau mungkin pertanyaanku salah, harusnya aku lebih dulu menanyakan padanya, apa ia masih mencintaiku?

Aku tau ia masih memikirkan penyakitnya, pasti ia mengkhawatirkanku, pasti ia berfikir seperti apa yang ditulisnya didalam buku diary itu. Ia tak ingin aku repot mengurusinya sepanjang hari, menghabiskan waktuku bukan untuk bersenang-senang tapi sibuk mengurusnya yang katanya sudah tak menjamin kebahagiaanku. Kau tau Sher, kebahagiaanku adalah bersamamu.

'knock..knock..'.

Suara itu berasal dari pintu ruangan Sherine, ketukan itu menyelamatkan Sherine mungkin yang gugup harus menjawab pertanyaanku yang begitu pentingnya tadi.

Pintu itu terbuka setelah ketukan terakhir, “aku mengganggu kalian?”. Amat sangat mengganggu, Zayn Javadd Malik.

tidak, Zayn. Masuklah”. Jawab Sherine. Pria itu masuk, ia sendiri bersama totebag di tangannya yang tak ku tahu isinya.

Zayn meletakkan totebag tersebut diatas meja dekat ranjang Sherine, “apa itu?”. Tanyaku. Namun Zayn tak mengubrisnya, membuatku semakin jengkel padanya.

Sherine, sebelumnya.. aku minta maaf padamu atas sikapku belakangan ini padamu, aku sudah menuduhmu yang bukan-bukan dan bahkan menghasut Niall untuuk...”.

sudahlah, Zayn. Lupakan, aku tak memikirkan hal itu, aku mengerti posisimu dan aku sama sekali tak marah padamu, jadi apa yang harus ku maafkan?”. Potong Sherine membuatnya bernafas lega. Kemudian ia mengambil totebag disampingnya itu.

ini untukku?”. Tanyanya yang mengeluarkan sebuah kotak panjang yang entah apa lagi isinya aku juga tak tau.

ya, itu Propolis. Sebagai permintaan maafku dan semacam info yang kudapat untuk membantumu”. Jawab Zayn.

obat herbal?”. Seru Sherine.

ya, dan itu sangat membantumu, karena dapat membantu detoxifikasi jaringan darah dan menstimulasi system kekebalan tubuh untuk bersama-sama memberantas sel kanker yang ada pada tubuhmu”. Jelasnya, mungkin rasa jengkelku seikit berkurang. Ia begitu merasa bersalah atas tuduhannya. Saat ia mematung kemarin, aku bisa mencerna sekarang bahwa ia merasa bersalah atas perlakuannya terhadap Sherine.

Thank you, Zayn. Harusnya kau tak perlu melakukan ini”.

bagaimana bisa aku tau satu hal yang dapat membantu penyembuhanmu, tapi aku hanya diam saja?.. umm.. Niall, aku ingin bicara sebentar denganmu”. Dengan senang hati, Zayn. Diluar nanti, akan ku pukul kau habis-habisan. Beraninya kau memotong saat-saat terpenting dalam hidupku.

aku keluar sebentar”. Pamitku pada Sherine.

Aku sudah menutup kembali pintu disampingku, “apa?”. Sambarku tak sabar.

antar aku keruangan pria itu”. Pinta Zayn, aku sedikit tak mengerti siapa yang Zayn maksud dengan 'pria itu'.

Taylor Lautner”.


~NLS~


Aku sudah duduk dihadapan meja dokter itu, “aku tau satu rumah sakit yang bisa mengatasi Kanker Nasofaring. Pamanku juga pernah mengidap penyakit itu ternyata, dan ia berobat di Fuda Cancer Hospital Guangzhou”. Jelas Zayn yang duduk disampingku.

China! Bodoh! Kenapa aku sampai lupa tentang rumah sakit itu”. Taylor menggembrak mejanya sendiri sebelum bangkit dari bangkunya, membuatku dan Zayn hampir terkejut.

Thank You, dudes. Kalian tau? Rumah sakit itu sudah menyembuhkan lebih dari ratusan pasien yang terkena Kanker Nasofaring”. Seolah mendapatkan jutaan peti harta karun, aku begitu bahagia mendengar singkat biograpy rumah sakit tersebut dari mulut Taylor. Tapi, itu di China? Jika Sherine kesana, aku sudah pasti tak bisa ikut dengannya, mengingat dua minggu lagi akan ada Tour album terbaru kami.

berapa lama jika Sherine berobat disana?”. Tanyaku, yang berharap itu tak akan lama, aku tak bisa lagi menjauh dari gadis itu. Sudah cukup gadis itu pergi jauh dariku, jangan biarkan ia lepas lagi dari tanganku.

tergantung, Niall. Seberapa parahnya kanker yang menjalar ditubuhnya. Pamanku hampir satu tahun disana dan saat ia kembali, ia masih melanjutkan pengobatannya sampai dinyatakan benar-benar hilang sel mematikan itu”. Jelas Zayn, yang sudah seperti seorang dokter. Sepertinya si pakistan itu benar-benar menebus dosanya pada Sherine, ia mencari tau segalanya tentang kanker itu.

ya, benar. Kita harus memastikannya sedetail mungkin bahwa tak ada sedikitpun sel kanker yang tersisa”. Sambung Taylor.

jadi, kapan kau akan membawa Sherine kesana?”. Tanyaku.

secepatnya, tapi yang jadi kendala adalah, apakah Sherine mau kesana?”. Ucap Taylor yang kembali duduk di hadapanku.

memangnya kenapa? Bukankah ia mau sembuh?”. Tanya Zayn bingung. Aku mengerti maksud Taylor, ini pasti ada hubungannya dengan kakak Sherine yang kecelakaan.

ini tentang kakaknya. Kakak Sherine kecelakaan dan sekarang koma, ia ingin pulang ke Indonesia secepatnya”. Jawabku.

tidak, Niall. Tidak hanya itu”. Potong Taylor. Membuatku sama bingungnya dengan Zayn.

belakangan ini, Sherine kembali pasrah akan penyakitnya. Ia juga sudah memutuskan untuk berhenti melakukan kemoterapi dan radioterapi karena efeknya yang mengganggunya, juga tabungannya yang sudah menipis”. Jelas Taylor.

kalo soal efek dari terapi itu, kan Niall bisa membujuk juga mendukungnya. Dan kita bisa membantunya membiayai semua pengobatan itu”. Sahut Zayn, aku sudah memikirkan hal itu jauh sebelum ia mengeluarkan kalimat itu, tapi tidak dengan kata 'kita'.

tidak, Zayn. Cukup aku saja yang membiayainya”. Ucapku.

tidaak, yang membuatku khawatir adalah, Sherine tipikal orang yang tak mudah diberikan bantuan, seperti saat aku menawarinya pekerjaan di sebuah stasiun televisi milik pamanku. Ia bersikeras tak mau masuk jika aku memaksa pamanku untuk menerimanya, ia ingin berusaha sendiri. Dan saat ia tahu aku memberitahu pamanku bahwa ia temanku, ia marah besar padaku dan hampir menolak untuk bekerja di tempat itu. Tapi pamanku cepat mencegahnya, ia bilang bahwa Sherine di terima karena memang bakatnya yang bagus dan ia pekerja keras”. Ungkap Taylor.

Sekarang otakku mulai mencari jalan keluar, Sherine harus sembuh. Walaupun ia tak bisa bersamaku selama itu, tapi aku akan menunggunya disini, aku yakin ia pasti mau dengan cara ini. Demi aku, Sher. Kau harus mau dan sembuh, “aku ada ide”.


~NLS~


Taylor sepakat denganku, ia akan membawa Sherine ke China setelah kondisinya membaik, dan itu tanpa memberitahu Sherine sendiri, dengan alasan pria itu akan mengantarnya sampai ke Indonesia. Ya, tapi apa itu sama dengan membohinginya?

Sebenarnya aku tak ingin melakukan hal itu, tapi ini demi kesembuhannya. Dengan begini, Sherine bisa sampai ke China tanpa harus bersi tegang untuk menolaknya, menolak aku yang membiayai pengobatannya.

Mungkin sampai disana Taylor akan bilang tujuan mereka yang sebenarnya ke negeri sakura itu kepada Sherine adalah untuk pengobatannya. Tapi tentang biaya itu, aku tetap meminta Taylor untuk menyembunyikan hal itu darinya, aku tak ingin ia merasa berhutang padaku.


_Niall pov End_


~NLS~


_Sherine pov_


Sejak hari itu, saat ia mencoba melamarku. Entahlah, aku seperti menemukan semangat baruku untuk sembuh. Selama dirumah sakit, ia selalu menemaniku. Setelah pekerjaannya selesai, ia selalu menjengukku.

Taylor benar, tak seharusnya aku menyembunyikan ini semua darinya, kulihat ia merasa tak terbebani dengan selalu bersamaku. Bahkan ia terlihat lebih bahagia dariku saat kami bersama. Hanya, saat terakhir ia mencoba melamarku hingga kini ia tak mencobanya lagi untuk menanyakannya padaku, mungkin masih belum tepat waktunya.

Akupun juga berfikir demikian, bukannya aku tak ingin menikah dengannya, aku sangat amat ingin menjadi pendamping hidupnya, ditambah kini kami saling mengetahui perasaan kami yang sebenarnya masih sama dengan beberapa tahun yang lalu. Tapi itu karena aku masih sedikit takut menjadi beban untuknya, dan kondisiku yang bisa dibilang masih belum bisa lepas dari obat-obatan juga rumah sakit.

Lembar Diary ini telah habis, entahlah padahal tanpa sengaja, namun seolah telah diatur sedemikian rupa, maka kutinggalkan benda ini ditempat biasa kuletakkan. Hari ini aku akan pulang ke Indonesia, negaraku, kampung halamanku. Tapi, hari ini bukanlah hari terakhir aku dinegara ini, dirumah ini, rumah yang hampir melekat dindingnya dengan rumah seorang pria yang ku cintai. Niall Horan.

Aku sudah memutuskannya, aku sudah memikirkannya kembali, bahwa aku akan kembali kenegara ini setelah kakakku sembuh. Aku akan menemui Niall kembali dan menghabiskan hidupku bersamanya, dengan begitu aku lebih tenang menghadapi kematianku kelak.

Pagi ini aku juga baru saja mendapat kabar dari ibuku. Kakakku, akhirnya ia sadarkan diri dari tidur panjangnya, namun satu hal yang masih mengganjalku tentang keadaannya. Kakakku, dia amnesia. Apa ia akan lupa denganku juga?

no, kau pasti tak akan lupa denganku”. Ucapku tersenyum dihadapan cermin seraya menyisir lembut rambut palsu ini.

who's?”.


_Sherine pov End_


~NLS~



|To Be Continued|



NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<



DON'T BE SILENT READER!! kalo reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO, jangan cuma baca aja yawh :) If you want respect, then respect others!




Don't forget to send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad and @FathimHaddad501 for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 25 ;)

0 comments:

Post a Comment

 

My Imagination Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea