Title: #NLS “Princess Nose And True Love” {Part 14}
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
Author: @Fathimah_Haddad , @FathimHaddad501 aka Syarifah Fathimah AlHaddad
Genre: Romantic
Rating: G (General)
Cast: - @NiallOfficial as Niall Horan
- @SherineCArifa as Sherine Arifa
- @OfficialTL as Taylor Lautner
- @christiemburke as Christie burke
- And other boys of @OneDiretion {Louis, Zayn, Liam, and Harry}
Cameo: - @ddlovato as Demi Lovato
|Welcome to my Imagination|
Hope you like this guys ;)
~NLS~
_Author pov_
Zayn terkekeh atas jawaban itu, ia mengambil potongan
pizza dari tangan Niall, potongan terakhir yang akan Niall lahap.
Serta tiga bungkus Chips yang akan Niall raih, kemabali Zayn yang
lebih dulu mengammbilnya. Niall mendengus kesal, ia menghabiskan jus
apel yang di berikan Mom Trisha tadi akhirnya. Kemudian menatap Zayn
tajam.
“kau benar, tak seharusnya aku mencintainya dan
berharap kembalinya gadis itu kedalam pelukanku. Dan aku tak akan
lagi sudi menangisi gadis yang sama sekali tak memikirkan perasaanku,
yang dengan mudahnya menyakitiku”. Ucap Niall, memainkan gelas yang
berisi jus yang sudah dihabisinya itu.
“aku mengerti perasaanmu, Niall. Kau benar, untuk apa
kau mencintai gadis yang tak mencintaimu sama sekali. Dan ku harap
setelah ini kau akan benar-benar melupakannya, pastikan bahwa ia tak
akan muncul lagi dihadapanmu. Jika tidak, jangan harap perasaanmu itu
akan hilang”. Ucap Zayn.
“kau bicara seperti kau pernah mengalami apa yang
terjadi padaku, Zayn”. Niall menyunggingkan alisnya, berbalik
menatap heran Zayn.
Zayn ikut menyunggingkan alisnya, ia mencerna apa yang
baru saja ia katakan pada si blonde bermata biru itu. Lalu tersenyum
menggeleng pada Niall. “benarkah?”.
'drrrt..drrtt.. drrtt..drrrt'.
“hallo, Lou?”. Sahut Zayn setelah mengangkat
panggilan itu. Lama ia mendengarkan apa yang diucapkan kerabatnya itu
padanya. Sedangkan Niall hanya memperhatikan mata Zayn yang membulat
akan perkataan Louis yang entah apa dikatakannya pada Zayn.
“tidak usah, Niall bersamaku. Baiklah, kami akan
kesana sekarang juga”. Akhir Zayn sebelum menekan tombol end call
pada BlackBerrynya itu. Sedangkan Niall menunggu Zayn membuka
suaranya, menjelaskan arti dari raut wajah kekhawatirannya itu.
“Louis sudah menelfonmu berkali-kali, tapi handphonemu
sibuk”. Ucap Zayn, sambil memakai varsity hitam putihnya.
“aku meninggalkannya dirumah karena lowbatt”. Jelas
Niall, sesekali menggaruk kepalanya bingung melihat Zayn yang
terburu-buru.
“habiskan pizzamu. Mom, Aku pergi!”.
“Zayn ada apa?”. Tanya Niall, setelah menerima kunci
mobil Zayn dari pria beralis tebal itu.
Zayn menghentikan langkahnya, berbalik menatap Niall,
“aku belum mengatakannya padamu?”. Niall hanya mendengus sebal
akan kata-kata Zayn itu. Apa seperti ini jika Zayn sedang panik?
“okay, Niall. Liam di rumah sakit, kata Lou ginjalnya
bermasalah lagi”. Jelas Zayn, membuat Niall menganga. Kini mereka
berdua sudah berada didalam Mobil Zayn. Niall di bagian kemudi, tentu
saja, Zayn masih belum bisa mengendarai mobilnya sendiri.
“apa?! Bukankah ia sudah memiliki dua ginjal lagi?
Terus, dirawat dimana anak itu?”. Niall mulai menyalakan mesin
mobil hitam Zayn.
Zayn membenarkan sabuk pengamannya, seraya menjawab
pertanyaan Niall, “Louis bilang, The Princess Grace Hospital”.
~NLS~
Kini gadis itu sibuk memainkan jari-jemari kirinya,
menggigit kukunya sesekali, melangkah kekanan dan kiri dengan jarak
langkah yang sama. Christie sedang menunggu panggilannya terangkat
oleh Taylor kekasihnya yang kini berada di negeri sakura. Sudah dua
hari pria itu meninggalkannya untuk menjalankan tugasnya sebagai
seorang dokter, terus berusaha agar pasiennya bisa tertolong oleh
ilmu yang didapatinya.
Namun sang pasien justru tak lagi menginginkan hal itu
kini. Sesuatu tengah dipikirkannya, sesuatu yang baru saja
didapatinya dari seseorang yang teramat berarti dihidupnya. Masih
terngiang dikepala Sherine kabar yang disampaikan sang ibu padanya,
kabar buruk yang seketika mampu membuatnya terlupa akan segala yang
terjadi padanya.
Sementara diseberang sana, Taylor tengah bersiap untuk
bertemu pakar dari kanker hidung terkenal di Jepang. Ia begitu
bersemangat sampai ia baru menyadari ada sebuah getaran yang berasal
dari dalam sakunya. Saat didapatinya bahwa Christie yang
memanggilnya, ia malah memataikannya. Taylor fikir, mungkin ia akan
lebih tegas memperingati kekasihnya itu untuk bisa membedakan mana
urusan pribadi dan mana urusan pekerjaan.
Namun sesuatu memaksanya untuk tidak mengembalikan
iPhone itu kedalam sakunya. Lima belas missed call dari Christie.
Akhirnya ia menelfon balik gadis yang dicintainya itu, Taylor takut
terjadi sesuatu padanya, atau bahkan Sherine.
“Christie, why?”. Tanya Taylor panik, membuat
Christie yang tengah pusing akan permintaan Sherine yang mendadak itu
ikut panik.
“Taylor. Sherine mau pulang sekarang, maksudku ia
ingin pulang ke Indonesia sekarang juga”.
“What?!”.
“ia memintaku untuk menelfonmu, karena ia mau kau
pesankan tiket untuknya pulang. Dan... pamit padamu untuk yang
terakhir kalinya”.
“ah! Dia gila lagi! Ada apa, Chris? Kenapa tiba-tiba
ia ingin pulang?! Dia mau menyerah begitu saja? Kau tau? Aku akan
menemui pakar kanker nasofaring dua jam lagi, dan ini demi
kesembuhnannya!”. Umpat Tay, meninggikan suaranya.
“aku tau, Tay. Tapi ia terus menangis”.
“kenapa ia menangis?”. Tanya Taylor khawatir.
Christie menatap Sherine yang kini menunduk dengan mata
yang sembab dan fikiran yang teramat kacau, “baru saja ibunya
memberi kabar bahwa, kakaknya kecelakaan dan sekarang dalam keadaan
koma”. Jelas Christie, membuat Taylor menarik kata 'gila' yang baru
saja ia keluarkan untuk Sherine.
Taylor memijat kepalanya kuat-kuat, ia pusing akan apa
yang harus dilakukannya. Jika ia tak pulang sekarang juga, ia tau
Sherine pasti nekat tetap akan pulang dan meninggalkan kota London
untuk selama-lamanya.
“Taylor?”. Panggil Christie, karena Taylor menyepi
cukup lama.
“okay, Chris. Aku akan pulang sekarang juga. Tapi
tidak untuk membeli tiket kepulangannya, dan jangan katakan padanya
hal itu. Aku akan membujuknya nanti. Tahan dia, Jangan sampai ia
nekat dan pergi tanpa pamit”.
“aku mengerti”. Akhir Christie sebelum menutup
telfonnya.
Sherine menerima sebuah rangkulan hangat dari
sahabatnya, setidaknya mampu menenangkan fikiran kalutnya saat ini.
Kakaknya, wanita kedua setelah ibunya yang amat berarti dihidupnya,
walau wanita itu sering kali melukainya layaknya kakak beradik, tapi
besarnya kasih sayang yang dimiliki Sherine tentunya sangatlah besar.
“Taylor akan pulang?”. Tanya Sherine, menatap kosong
lantai ruang tamunya.
Di sebelah kirinya, Christie memeluk erat dirinya, “ya,
dia bilang begitu. Tenaglah, Sher. Kakakmu pasti akan baik-baik
saja”. Ucap Christie mengelus lembut tangannya.
“aku harus membuat surat”. Sherine bangkit dari sofa
menuju kamarnya. Mengambil kertas putih polos di meja dan pena hitam
di laci ranjangnya.
“untuk apa?”. Tanya Christie, menyusulnya ke kamar.
Sherine mulai menggoreskan tinta hitam itu di atas
kertas putihnya, begitu serius mengatur kata demi kata sampai tak
menyadari bahwa Christie membaca setiap kalimat yang dituliskannya.
Sherine begitu yakin setelah mengakhiri tulisan itu dengan tanda
tangannya di bagian bawah kertas tersebut.
“surat pengunduran diri?”. Seru Christie
disampingnya. Sherine mengangguk pasti. Ia memasukkan kertas itu
kedalam map coklat kecil yang sudah tersedia dimejanya.
“kau mau mengantarkanku?”. Tanya Sherine memohon
pada Christie. Sudah pasti Christie tak akan bisa menolaknya, dengan
ragu ia meng-iyakannya.
Sebelum bangkit dari kursinya, tangan Sherine tertahan
oleh genggaman Christie, “tapi, Sher. Apa kau yakin akan pulang ke
Indonesia dan tak akan kembali lagi?”. Tanya Christie menatap
sayupnya mata Sherine.
Sherine tersenyum lembut, ia mengelus pipi putih milik
Christie, “nanti, jika aku diizinkan Tuhan untuk raikarnasi”.
Celetuknya sembari melepas tawa. Mereka tertawa bersama. Christie
rindu sekali akan tawanya yang seperti ini, mungkin tak hanya ia yang
merindukannya, Sherine sendiri pun rindu untuk tertawa bersama orang
yang disayanginya, tawa yang mampu melepas kesedihannya.
Tawa mereka terhenti perlahan, Christie menatap jendela
di sebelah kanannya, “bagaimana dengan yang disana? Apa kau akan
meniggalkan cintamu yang mengapung entah kemana?”. Sherine terdiam
kembali. Christie menyesal kini telah memberikan pertanyaan yang
salah, membuat Sherine menghilangkan kembali senyumannya.
“jika aku diizinkan-Nya untuk rainkarnasi. Aku akan
mencarinya untuk mencintainya dan tak akan melepaskannya lagi”.
_ Author pov End_
~NLS~
_Niall pov_
Langit memunculkan senjanya, namun butiran salju putih
itu tetap terlihat turun walau tak selebat hari-hari sebelumnya. Aku
dan Zayn sampai di rumah sakit Princess Grace, rumah sakit yang sama
saat aku mengkhawatirkan Sherine yang mengeluarkan darah dari
hidungnya waktu itu, gadis yang sama sekali tak mencintaiku, gadis
yang siang tadi melukaiku 'lagi' seketika. Untuk apa aku
mengkhawatirkannya? Tertawa aku dalam hati, atas kebodohanku.
Sudah banyak sekali wartawan dan para fans yang
mengerubungi mobil kami, padahal aku dan Zayn masih mencari tempat
parkir yang tepat untuk mobil Zayn yang ku kendarai. Paul, Bodyguard
kami, dengan cepat membuka pintu mobil dan mengeluarkan aku juga
Zayn, ia bilang kru lain yang akan memarkirkannya. Paul melindungi
kami dari kerumunan fans yang histeris karena berita yang mengagetkan
ini. Bagaimana bisa Liam kami yang sudah memiliki dua ginjal, kini
bermasalah lagi dengan ginjalnya?
Kami masuk kedalam loby utama, sudah aman, karena fans
dan wartawan tertahan di pintu luar. Saat aku melewati bagian
resepsionist, sesuatu mencuri perhatianku sesaat. Sebuah lambang
beserta sebuah nama bertuliskan The Princess Grace Hospital dengan
warna gold, terpampang jelas di dinding belakang meja resepsionist
tersebut.
Sulit sekali mengingat kapan pernah aku melihat lambang
itu, sampai Zayn menarik Hoodieku untuk menyeretku masuk kedalam
lift. Memaksaku melupakan lambang itu. Mungkin aku pernah melihatnya
saat aku menjenguk Sherine waktu itu.
Kami sampai di lantai dua, kamar Liam tak jauh dari
pintu lift. Aku sudah bisa melihat Louis yang berdiri di pintu dan
Harry yang duduk seraya memainkan daun-daun yang menempel pada
tangkai pohon kecil didalam pot.
“bagaimana, Liam?”. Tanya Zayn, setibanya di hadapan
keduanya.
“ia sedang istirahat. Kata Aunty Karen, setibanya
dirumah tadi ia mengeluh sakit pada bagian ginjalnya”. Jelas Harry
tak bergairah, masih memainkan dedaunan yang kini ia cabuti dari
tangkainya.
“bagaimana bisa ginjalnya bermasalah lagi?”. Seruku.
Ya, itu yang sedari tadi ku pertanyakan.
“dokter baru memeriksanya, Niall. Dan Daddy juga Mom
Liam sedang bersama dokter untuk membicarakannya. Kita doakan saja,
semoga tak terjadi hal yang serius padanya”. Ucap Louis yang kini
duduk disamping Harry.
“aku keluar sebentar”. Sahut Zayn.
“kau mau kemana?”. Tanyaku, karena ia pergi seorang
diri.
“mau mendoakan, Liam.”. Jawabnya singkat.
“sudah waktunya ia Shalat”. Sahut Harry memecahkan
kebingunganku.
Ku hampiri pintu kamar inap Liam. Lewat kaca pada pintu
tersebut, aku melihat seorang gadis memegang lembut tangan Liam yang
lemas dengan penuh cinta, “setidaknya ia bersama Daniele yang terus
bersamanya”. Batinku. Aku iri padamu, Liam.
“Harry, Lou. Sepertinya Niall ingin memberitahu
sesuatu pada kalian, kuharap setelah mendengarnya, kalian tak sampai
masuk ruang inap menyusul Liam”. Teriak Zayn dari dalam lift,
seolah disini hanya kami berempat yang mendengar teriakannya itu.
“maksudnya?”. Harry meninggalkan kesibukannya dari
dedaunan ditangannya. Fokus menatap mataku.
“ku rasa ini tentang Sherine”. Sahut Louis tepat.
Membuat Harry semakin menajamkan pandangannya padaku, mungkin ia
sudah mengerti maksud Zayn bahwa ini berita buruk baginya tentang
Sherine.
Aku menghampiri kursi dihadapan mereka dan duduk disana.
Aku menatap keduanya yang tak sabar agar aku membuka suara. “apa
aku harus mengatakannya pada kalian?”. Ucapku. Tak kusangka itu
membuat mereka emosi. Mereka mencekikku dan mengacak rambutku.
“kau apakan gadis yang kucintai!”. Teriak Harry
mencekikku. Tidak, tidak benar-benar mencekik, hanya gurauan mereka.
“beraninya kau melukai gadis yang dicintai pria yang
ku cintai, akan kusuruh sekelompok merpati untuk menguburmu
hidup-hidup dengan kotoran mereka!”. Umpat Louis berlebihan.
“guys..guys..! ini dirumah sakit, bisakah kalian
tenang?!”. Omel Paul. Yaampun, kami hampir lupa dengan Liam.
“okay, sekarang katakan pada kami. Ada apa dengan
Sherine?”. Kata Lou, melipat tangannya di depan dadanya, diikuti
Harry yang mengikuti gaya yang sama dengan Louis.
Aku tertawa melihat mereka, namun dengan cepat Louis
menginjak kakiku, dan Harry membungkam mulutku rapat-rapat agar aku
tak teriak. Baik, aku tengah diintrogasi paksa oleh mereka.
“Sherine sudah bertunangan dengan Taylor”. Ucapku to
do point.
“apa?! Tapi, bagaimana bisa?”.
“pasti bisa Harr, bukankah mereka saling mencintai”.
Jawabku santai membuat Harry dan Louis terdiam.
“tidak, Niall. Ini tidak mungkin, bagaimana bisa
Sherine melupakanmu secepat itu?”. Lanjut Harry yang kini duduk
disampingku.
“Harry, bukankah sudah ku katakan, Sherine hanya
menyukaiku dan..”.
“itulah yang tak bisa ku percaya sampai saat ini,
Niall. Jika ia hanya menyukaimu bagaimana bisa ia mempertahankan
hubungan kalian selama dua tahun? Kenapa tidak dari dulu-dulu saja ia
bilang bahwa ia hanya menyukaimu”. Potong Harry menelaah. Aku
terdiam, aku juga pernah memikirkan hal yang sama dengannya. Sherine
tak pernah mencintaiku? Lalu apa yang diberikannya selama dua tahun
ini?
~NLS~
|To Be
Continued|
NB: Ekhm! maaf sebelumnya, author mau minta maaf kalo
ceritanya ga nyambung, ga jelas, atau aneh, banyak typo dan garing
banget. kayaknya sih gitu_- maafmaafmaaf >.<
DON'T BE SILENT READER!! kalo
reader aku sih ga ada yang diem aja, mereka udah pasti ngasih
feedbacknya apapun itu karena mereka menghargai karya orang ;) SO,
jangan cuma baca aja yawh :) If
you want respect, then respect others!
Don't forget to
send ur feedback! Or visit my twitter account @Fathimah_Haddad
and @FathimHaddad501
for send your comment. Thank's :) Sampe ketemu di part 15 ;)




0 comments:
Post a Comment